Langit Senja.

Mulai dari awal
                                    

"Juna!"

Canda tawa itu seketika terhenti ketika Jay dan Elang datang ke ruangan Senja, disusul Aerlangga, Jona, Lingga dan Saga.

Keduanya menoleh memperhatikan mereka, Jay mendekat ke samping brankar dan menatap keduanya.

"Juna, neng Senja sedang tidak sehat. Kumohon, untuk saat ini jangan dulu mengganggunya," ucap Jay, seakan ada penekanan dari ucapannya yang membuat mereka saling menoleh dan bertanya-tanya.

Elang kemudian mendekat dan duduk di samping Senja yang masih kosong. "Neng, udah mendingan?"

Senja mengangguk, "Elang, udah mutusin tentang kuliah? Ingin kuliah ke mana?"

"Udah, Elang mau kuliah ke Jogja, ngambil jurusan seni," ujarnya.

"Wah, nanti pulang-pulang pasti tambah pinter, deh!"

"Elang juga udah daftarin neng Senja, kita kuliah bareng-bareng, ya, di Jogja?"

Senja pun tertegun mendengarnya, kemudian menoleh pada Arjuna.

"Tapi, aku nggak akan kuliah. Maksudku, aku mau menunda kuliah, mungkin satu atau dua tahun," ujar Senja.

"Menunda kuliah?" Elang pun bengong di hadapannya. "Kenapa, sih?" Ia lalu menoleh pada Jay juga Arjuna. "Apa a' Juna yang nyuruh neng Senja buat nggak kuliah?" Elang meloloskan padangan pada Arjuna.

Senja menggeleng, "Aku sendiri yang ingin menundanya." 

Elang kini terpaku, memandangi wajah Senja dan Arjuna. Saat itu juga, ada sesuatu yang mulai mengganggu hatinya, perasaan yang mulai tidak menentu. Ingin marah dan ingin mempertanyakan apa dan kenapa, sedangkan selama ini mereka hampir selalu bersama. Ia kemudian beranjak dan menjauh dari Senja, hingga wanita itu hanya terdiam memandangnya.

Atensinya kini berpindah pada Jay Pramudya yang juga terlihat murung. "Jay, kamu kenapa?" Senja mengulurkan tangan ke arahnya hingga Jay segera menyambutnya dan menggenggamnya dengan erat.

"Aku nggak apa-apa," tukas Jay.

"Aku tahu, kamu pasti khawatir, ya, sama aku?" tanya Senja.

Jay lantas mengangguk. "Aku udah mendingan, udah sembuh. Karena a' Juna ada di sampingku," ujarnya sembari tersenyum tanpa beban.

Jay kembali terpaku, perasaannya hampir sama seperti Elang. Namun, ia lebih bisa mengendalikan diri hingga tidak begitu terlihat kentara. Ada sesuatu yang selama ini membebaninya, rasanya sulit untuk dipendam, tetapi juga sukar untuk diungkapkan. Jay lantas berpaling dan menjauh dari Senja, sama seperti yang dilakukan adiknya. Senja mendapatkan ucapan agar lekas sembuh dari Aerlangga dan Lingga.

"Gewe'es," ucap keduanya, merujuk pada pengucapan get well son yang disingkat.

"Terima kasih," sahut Senja.

"Wah ... tinggal menunggu bayinya saja. Tapi, di mana, ya, bayinya?" celoteh Jona yang akan memulai leluconnya, sontak semua mata tertuju padanya.

"Bayi apa, Nyet?" celetuk Lingga dengan ketus.

"Bayi Arjuna dan Senja," paparnya.

"Idih!" Lingga lantas tertawa.

"Bayi-bayi ... istri aing juga masih sakit, malah ngurusin bayi," Arjuna menyela dengan ketusnya.

"Lah, emangnya kenapa sih, Juna? Emangnya lu sama neng Senja nggak kepengen punya bayi," tanya Jona berkeras.

"Ya, pengen, tapi nanti, nggak sekarang. Iya nggak, Neng?" Arjuna menoleh pada Senja, hingga istrinya itu memberinya sebuah anggukan.

"Idih, bilang aja lu nggak mampu, Juna." Jona masih ingin mengejeknya, dibalas Arjuna hanya dengan smirk sembari memandangnya.

"Kalau begitu, aing bantuin deh?" celotehnya lagi.

"Bangsat! Bantuin apanya nih?" Arjuna lantas mendekat tepat ke hadapan Jona, hingga pemuda manis itu mengulum senyuman.

"Bantuin do'a, emang lu pikir bantuin apaan? Haha!" Jona lantas tertawa karenannya.

"Sialan, lu!" Protes Arjuna.

"A' Juna, udah dong ... a' Jona cuma bercanda," tutur Senja disela lelucon itu.

Senja ingin meraih lengan suaminya, tapi Saga mulai mendekat ke sampingnya. "Semoga cepat sembuh," ucapnya dengan raut datar, membuat Senja tertegun memandangnya.

Arjuna kemudian mendekat dan duduk di samping istrinya. "Jona, lihat. Aku ini adalah bayi besarnya neng Senja," ucapnya, lalu bergegas melingkarkan kedua tangan kekarnya pada pinggang istrinya dan mendekapnya dengan erat di hadapan semua orang.

Senja tersipu malu, lalu mengusap kepala suaminya secara perlahan. Sementara teman-temannya saling merengek lantaran salah tingkah melihat interaksi mesra dua sejoli itu.

💘💘💘

Arjuna pun menginap di rumah abah Koswara untuk beberapa hari sembari membantu pemulihan Senja Prameswari.

Di ruang kamarnya yang bersih dan menenangkan, Arjuna sedang mengepang rambut istrinya secara perlahan.

"Neng, minggu ini kita camping, yukk? Ke Gunung Putri, tempatnya enak deh, nyaman dan bikin betah pokoknya," ujar Arjuna.

"Camping ke gunung putri?" ulang Senja.

"Iya, camping bareng teman-teman Aa'. Biasa, grup galau yang isinya Saga, Aerlangga, Jona, Lingga, Elang dan Jay juga bakal ikut. Ayo, Neng, dua hari saja." Arjuna berusaha membujuknya.

"Aa' udah izin belum sama abah?"

"Oh, udah dong. Tenang aja, masa Aa' belum izin? Makanya, Aa' langsung tanya sama neng Senja, mau ikut atau nggak? Neng Senja ikut, ya? Nanti kalau neng Senja nggak ikut, Aa' kedingingan, bagaimana coba?" Arjuna mendekat dan mengecup kepala istrinya.

"Ya, tinggal pakai jaket, terus a' Juna tidurnya di depan api unggun. Makanya, bawa jaket yang tebal, 'kan di pegunungan pasti dingin." Senja memberikan beberapa nasihatnya.

"Dih ... neng Senja nggak peka, ah, jadi neng Senja nggak mau ikut, nih?" Arjuna menyudahi mengepang rambutnya yang terkesan berantakan.

Senja lantas menoleh padanya dan memegangi kepangan rambutnya. "A' Juna kenapa sih? Rambut aku peres tahu," ia pun memprotesnya.

"Ya, habisnya, neng gitu deh, nggak peka!" Arjuna bersikap ketus lalu berpaling.

Sikapnya akhir-akhir ini memang kerap demikian, bertingkah manja dan sedikit sensitif.

Senja mendekat dan menyentuh wajah tampan itu. "A' Juna, Sayang. Aku tahu kok, aku ngerti apa yang a' Juna inginkan." Senja menatap kedua bola mata suaminya

"Apa?"

"A' Juna mau bermesraan, 'kan? Di sana tempatnya sejuk dan kalau malam pasti dingin banget, iya, 'kan?"

Arjuna mengukir senyuman sampai wajahnya bersemu kemerahan.

"Ih, istri Aa' ini emang pinter banget, deh!" Arjuna kemudian memeluknya, hingga merebahkan Senja ke atas kasur.

"A' Juna berat, iih!" Senja memprotes.

"Biarin, rasain, mau dibikin berat terus setiap malam!" Arjuna pun tak menghiraukan rengekan istrinya, menindihnya dan memulai aksi nakalnya di atas peraduan hingga pagi menjelang.

Arjuna Senja√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang