Arjuna Senja 8.

14 5 0
                                    


18+

Arjuna Senja 8.

Curahan hati.

Kata orang, tahun pertama pernikahan itu bukanlah tahun yang mudah, penuh rintangan dan beberapa ujian. Memang benar. Namun, bukan berarti semuanya berubah menjadi kesulitan. Selalu ada pelangi setelah hujan, selalu ada kebahagiaan di balik kesusahan. Ada rindu di setiap perpisahan, dan ada air mata di setiap pertemuan.

Ada Arjuna dan Senja yang selalu bersama mengukir harapan dari janji-janji yang tersematkan setiap harinya.

Setelah melewati masa sulit beberapa minggu yang lalu, Arjuna akhirnya akan menepati janji untuk mengajak Senja berkeliling kota Bandung.

Setelah meminta izin pada abah Koswara, Arjuna dan Senja lantas pergi ke Bandung dengan mengendarai motor yang biasa Arjuna pakai setiap hari.

Lengkap dengan safety, Arjuna sudah benar-benar menyiapkan berbagai kebutuhan untuk Senja. Keduanya akan menghabiskan waktu bersama setelah melewati kesedihan belakangan ini.

Jalanan pegunungan yang cukup berbelok, Senja tetap berpegang pada pinggang kekar Arjuna. Melewati kawasan hutan Pinus gunung Tangkuban perahu, Arjuna dan Senja pun singgah terlebih dulu di Cikole untuk menikmati kopi hangat. Duduk di sebuah kedai kopi yang terbuat dari bambu, menikmati suguhan alam yang begitu asri, dipenuhi pohon pinus, macam-macam bunga dan rerumputan yang tertata rapih. Cuacanya begitu sejuk, itu adalah kawasan yang dingin diantara kawasan di sepanjang jalan yang menghubungkan Lembang dan Subang, Jawa Barat. Untung saja keduanya memakai jaket, jadi tidak terlalu membuatnya menggigil. Jika tidak, Arjuna dan Senja bisa membeku karena suhu udara bisa turun dengan begitu rendah.

Arjuna merangkul Senja, "Dingin, nggak?" Ia lalu berbisik pada rungu istrinya. "Nanti kita bulan madu ke sini, ya, Neng!"

Senja tersipu malu dan tak berani menatap Arjuna.

"Pulang-pulang pasti deh neng Senja langsung hamil," ujar Arjuna.

Senja menahan senyuman dengan menundukan wajahnya.

"Nggak sabar deh, ah," tutur Arjuna yang kemudian mendaratkan kecupan pada pelipis Senja dengan singkat.

"A', udah dong, malu, ih." Senja menoleh ke sana ke mari.

"Malu apanya? Nggak usah malu, di sini udah biasa," tukas Arjuna sembari menyeringai.

Senja tersenyum sekaligus merasa geli melihatnya.

"Raawwrr ...." Arjuna membuat lelucon, bercanda mengigit bahu istrinya.

"A', malu, ih!" Arjuna pun tak ingin menghiraukannya.

Mumpung ada waktu libur, Arjuna ingin memanfaatkan momen sebaik mungkin bersama istrinya.

Setelah puas berlama-lama di Cikole, Arjuna dan Senja bergegas melanjutkan perjalanan hingga sampai ke kota Bandung. Mengelilingi taman kota, alun-alun hingga berbelanja di sebuah mall di kawasan Sukajadi. Selain membeli pakaian ganti untuk Senja, keduanya juga menghabiskan waktu di mall untuk makan malam dan dilanjutkan dengan menonton film di bioskop.

Tepat pukul sepuluh malam, Arjuna dan Senja sudah keluar dari mall dan akan pulang ke kosan. Namun sayang, saat di tengah jalan tiba-tiba hujan turun.

Sesampainya di kosan, Arjuna dan Senja sedikit basah kuyup. Untung saja pakaian ganti yang barusan dibeli tidak basah, karena terbungkus rapih oleh plastik dan paperbag.

Arjuna bergegas mengambil handuk dan ingin memastikan kalau Senja baik-baik saja. Mengusak rambut panjang istrinya dengan handuk, Arjuna begitu telaten agar rambut Senja tidak ditariknya. Menghidupkan hair dryer yang selalu tersedia di hadapan lemari pakaian.

Kosan Arjuna adalah kosan yang terbilang mahal, ada beberapa fasilitas yang mirip dengan kamar hotel, hingga membuat suasana kamar Arjuna begitu nyaman dan bikin betah.

"Buka bajunya, Sayang, takut kena flu!" tutur Arjuna yang kemudian membuka kacing baju istrinya secara spontan hingga Senja cukup tercengang olehnya.

Setelah beberapa kancing terbuka, Arjuna kini terpaku, tatapannya tertuju pada dada istrinya yang terlihat jelas dibalut bra berwarna hitam pekat. Dadanya berdegup kencang. Irisnya menajam memperhatikan belahan dadanya yang tampak ranum dan bulat, yang belum tersentuh oleh siapapun.

Senja mengancingkan kembali satu diantara beberapa yang terbuka, dan berusaha menutupnya dengan telapak tangan. Namun, Arjuna seketika menahan tangannya hingga menempel tepat di depan dadanya. Kedua maniknya sontak saling menatap dengan penuh arti, Arjuna semakin mendekat dan menempelkan keningnya pada kening istrinya.

"Biarkan malam ini berjalan dengan semestinya. Aku mohon, takkan ada yang bisa menghalangi kita. Biarkan hujan menjadi saksi dari panasnya kerinduan di hati ini, Senja!" Arjuna mengerjapkan mata, sedang berusaha merasakan segala hasratnya malam itu.

Senja Prameswari kini berdebar dibuatnya. Jantungnya berdegup kencang, menunggu apa yang akan Arjuna lakukan padanya.

Matanya menatap sayu, kedua tangan Arjuna menagkup wajah Senja yang kini sedikit mendongak hingga lelaki itu menjadi leluasa meraup bibir mungilnya dengan penuh.

Mengusap surai Senja dengan menelusupkan jemarinya, hingga rambut lembut gadisnya kini mengisi penuh setiap ruasnya. Arjuna masih setia menciptakan berbagai rasa lewat kecapan lembut nan mematikan, hingga menimbulkan suatu getaran yang sulit diartikan.

Menciptakan desahan, Senja meloloskan napas beratnya yang terdengar begitu seksi di telinga Arjuna.

Tubuh mungilnya mulai meregang ketika Arjuna menelusuri leher jenjangnya, hingga lelaki itu berhasil melucuti setiap kancing baju dan membuatnya terlepas lusuh ke lantai.

Senja meremas rambut tebal Arjuna ketika bibir ranum suaminya tengah membuat tanda kepemilikannya di ceruk leher. Matanya terpejam, tak kuasa menahan segala rasa yang tengah Arjuna berikan.
Hingga tak tahu bagaimana Arjuna merebahkan Senja dengan penuh perasaan. Gadis itu terus menggeliat dibuatnya, dan sesekali mampu melihat tindakan Arjuna. Memandangi bagaimana bibir sexi itu meraup pucuknya dan menghisapnya dengan penuh sensasi, hingga Senja melenguh, semakin tak kuasa membendung aliran darah yang kini menghangat mengalir ke seluruh tubuhnya.

Pasrah, membiarkan Arjuna menikmati setiap inci tubuhnya. Senja merintih, tenggelam dalam indahnya sentuhan. Napasnya tertahan, matanya terpejam. Jemarinya sontak menjambak sprei ketika bibir Arjuna mulai mengecupi pangkal pahanya. Tubuhnya bergetar, seiring Arjuna mencium di pusatnya, dan membuatnya terbuka lebar agar lebih leluasa untuk menjalankan aksinya, lalu menjilatnya secara beraturan hingga siempunya menggelinjang.

"Akh!" Senja menjambak rambut Arjuna karena merasa tidak tahan oleh tindakkannya. Senja mencapai pelepasan pertamanya dengan oral sex yang Arjuna lakukan.

Senja menjadi lemas, kepalanya terasa terbakar. Arjuna telah menghisap madunya hingga beberapa kali.

Setelah puas memandangi milik istrinya yang merekah kemerahan seperti kelopak bunga yang menawan. Arjuna merangkak ke atas tubuh Senja dan melucuti pakaian hingga celananya yang begitu sesak.

Mendekap Senja dan berbisik mesra. "Aa', berani melakukannya sekarang. Apakah neng Senja sanggup?" Arjuna menatapnya, maniknya dipenuhi oleh kabut asmara, begitu sayu, penuh nafsu yang menggebu.

Arjuna mengecup keningnya dan memanggut bibirnya dengan segenap rasa. Lalu menempelkan miliknya yang sudah menegang dengan milik istrinya di bawah sana, mencoba untuk menembus dara yang berakhir dengan rintihan hebat dari Senja sampai menangis kesakitan. Arjuna bangun dan mengangkangi wajah istrinya.

Senja terperangah, matanya sontak membulat ketika batang keperkasaan itu terpampang nyata tepat di hadapan netranya. Senja tak berkedip, menelan saliva yang membasahi rongga mulutnya, memikirkan bagaimana keperkasaan itu yang akan memasuki pusat tubuhnya.

Arjuna menatapnya penuh makna, berharap agar Senja bergegas mengulumnya. Tanpa menolak, Senja cukup paham akan keinginan suaminya itu. Lagi pula ia pernah membacanya di novel dan menontonya beberapa kali.

Arjuna melenguh ketika keperkasaannya mulai memasuki mulut istrinya hingga memenuhi rongga mulut.

"Akh!" napas beratnya menggema memenuhi ruangan yang untungnya tak kedap suara. "Lebih dalam sayang!" Gumam Arjuna dengan menekan pinggulnya. Wajahnya mendongak sesekali menyaksikan aksi si Senja yang tengah bergerak memaju mundurkan mulutnya.

Arjuna mendesah ketika senja dengan teratur mengurut batangnya hingga semakin menegang. Matanya membulat merasakan kedutan keperkasaan itu di dalam mulutnya yang sesekali menggelitiknya dengan lidah tepat di pusat kepalanya, hingga Arjuna semakin dibuat mabuk kepayang.

"Akh, masukin lagi sayang!" Arjuna memohon penuh pengharapan agar Senja bergegas memasukan kembali batangnya, hingga terbenam memenuhi mulut mungilnya yang terasa begitu hangat.

Arjuna memegangi wajah senja, dan mulai menggerakan pinggulnya maju mundur secara teratur. Mulutnya menganga, keringatnya sudah mulai membasahi tubuh, hasratnya sudah naik ke ubun-ubun disertai napasnya yang kian memburu. Arjuna semakin menekan pinggulnya hingga Senja tersedak.

"Ohok!"

Arjuna melenguh untuk kesekian kalinya. Merakasan sesuatu yang hendak sampai di puncaknya.

"Sebentar lagi sayang!" Ia pun menambah temponya. Meremas surai istrinya. Tubuhnya menegang, giginya menggertak kuat hendak menghantarkan satu pelepasan yang begitu nikmat. Arjuna mendesah hebat. Perlahan, ia pun menarik miliknya yang perkasa diiringi oleh cairan putih kental yang sedikit keluar dari mulut istrinya. Rasanya begitu lega, hampir benar-benar tumpah sampai Arjuna mengurut keperkasaanya tepat dihadapan istrinya, hingga cairannya menyembur menghiasi wajah manisnya yang sontak terpejam membiarkan Arjuna menghujaninya dengan madu cintanya.

Arjuna Senja√Where stories live. Discover now