part 20 (day 20)

1.3K 123 7
                                    

Wasy menatap kearah luar jendela yang ada didalam kamar miliknya, malam ini terasa sangat dingin, biasanya tak terlalu dingin, sehingga membuat tubuh mengigil seperti ini, mungkin sebentar lagi musim dingin, sehingga semua ini terjadi.

Wasy bisa dikatakan anak angkat dari keluarga Killian namun tak ada yang tahu semua itu selain hanya Wasy, Mahardika, serta Luna. Mereka selalu menutup semua fakta ini karena tidak ingin membuka luka lama yang sudah mulai mengering, rasanya akan sangat berbeda jika luka lama yang dulu ada sampai dibuka kembali.

"Kau jangan pernah merasa sedih atau merasa sendirian karena ada saya dan juga istri saya yang akan selalu ada disamping kamu."

Perkataan itu kembali terngiang di dalam pikiran Wasy, membuat perempuan yang sudah berumur dua puluh tujuh tahun ini menutup kedua matanya sebentar, untuk mengenyahkan pikiran akan luka itu kembali, kilasan masa lalu mulai datang kembali membuat kepala nya terasa sangat pusing.

"Ayah selalu kerja terus sama Tuan Mahardika emangnya dia kasih apa buat kita? sampai-sampai ayah selalu datang kesana setiap hari, ayah bahkan ninggalin aku sendirian dirumah terus." Bibir kecil itu berceloteh mengungkapkan isi hatinya, Wasy cemberut karena lagi dan lagi ayahnya harus berangkat bekerja dirumah keluarga Killian meninggalkan dirinya sendirian dirumah.

Pria paruh baya itu tersenyum lembut, ia mengelus surai panjang anak perempuannya yang selalu cantik dimatanya.

"Ayah sudah mengabdikan diri ayah untuk keluarga Tuan Mahardika, karena bantuannya sekarang ayah bisa melihat putri ayah ini tumbuh dengan sehat,"

Wasy hanya diam menatap kearah ayahnya dengan tatapan bingung, karena setiap kali ia bertanya pasti ayah nya itu akan menjawab hal seperti ini terus-menerus setiap kali ia bertanya, membuat Wasy merasa bingung apa yang dimaksud oleh ayahnya itu.

"Wasy kan emang sehat ayah, Wasy juga nggak sakit 'kan? Jadi ayah enggak perlu kerja lagi disana untuk hari ini aja ya, Soalnya Wasy mau ditemani bermain dirumah hari ini," ujar Wasy ia menggenggam tangan sang ayah erat, anak yang baru berusia tujuh tahun itu tetap mempertahankan apa yang ia inginkan sampai mendapatkannya. Sama seperti anak-anak kecil yang lainnya, ia juga ingin bermain bersama ayahnya.

Pria paruh baya itu berjongkok sebelum memeluk erat tubuh anak satu-satunya itu, anak yang dengan susah payah ia pertahankan, sehingga sekarang anaknya itu bisa tumbuh sehat tanpa merasakan sakit lagi karena bantuan dari keluarga Killian.

"Ayah berjanji akan pulang cepat hari ini untuk menemani kamu ya, ayah janji sama putri kecil ayah ini kalau ayah akan pulang cepat dan bermain denganmu,"

Dengan berat hati Wasy melepaskan kepergian ayahnya sehingga hanya meninggalkan dirinya sendirian dirumah, sama seperti hari-hari biasanya, namun siapa yang menyangka jika itu hari terakhir ia bisa bersama dengan ayahnya karena sebuah kecelakaan yang merenggut nyawa sang ayah, dewasa tanpa seorang ayah itu sangat sulit, dan menyesakkan.

Wasy kecil terus menangis selama beberapa hari karena merasa tidak siap harus kehilangan sosok yang selama ini menemani dirinya, sosok yang selalu menjadi tempat ia bercerita disaat keluarga orang lain mempunyai keluarga yang lengkap, ia hanya mempunyai ayahnya yang sangat menyayangi dirinya, namun sekarang harapan satu-satunya itu juga ikut pergi bersamaan dengan ibunya disana.

"Kau jangan pernah merasa sedih atau merasa sendirian karena ada saya dan juga istri saya yang akan selalu ada disamping kamu."

Kata itu, kata yang Mahardika katakan saat datang kerumah Wasy untuk pertama kalinya serta membawa anak itu bersama dengan mereka untuk tinggal bersama, menyediakan sekolah yang bagus, memberikan kasih sayang yang sama seperti Hendry hingga sekarang Wasy sudah berumur 27 tahun.

"Ayah, putrimu sudah besar," gumam Wasy lirih, sirat akan rasa sakit yang menghantam hatinya.

Air mata yang selalu ia tahan perlahan turun, perempuan yang selalu bersikap tegar itu kembali menangis entah sudah beberapa kali semua ini terjadi. Sekarang ia juga ikut mengabdikan dirinya untuk keluarga Killian, karena merasa tidak akan bisa membalas semua jasa yang sudah mereka lakukan untuk keluarganya dulu serta dirinya.

Walaupun dengan itu semua ia harus kehilangan kedua orang tuanya, namun Wasy tak pernah merasa jika kepergian ayahnya dulu karena Tuan Mahardika, ia mengerti namanya pekerjaan pasti ada resiko yang besar yang akan diambil maka itu yang sekarang ia percayai.

Tiga tahun bekerja sebagai pelayan Chris, sedikit membuatnya senang. Chris sosok yang baik dan juga tak banyak tingkah.

Tok

Tok

Wasy tersentak mendengar ketukan pintu, ia beranjak membuka pintu.

"Kau sedang tak sibuk?" Chris bertanya, ia memicingkan matanya saat melihat gelagat Wasy yang aneh.

"Tentu saja tidak Tuan, apa Anda membutuhkan sesuatu?" Wasy balik bertanya.

"Iya, tolong bereskan barang-barang bekas piknikku," ucap Chris, yang hanya di angguki Wasy.

Wasy segera pergi ke kamar mandi setelah kepergian Chris, ia membasuh wajahnya. Tak ada lagi kesedihan, ia harus tegar demi Tuannya, ia tak seharusnya terlihat rapuh.

**

Leo menegak minumannya sampai tandas, rasanya tenggorokannya kering.

"Lihatlah, kau terlihat keren dengan setelan dari kekasih priamu itu," ujar Arep, ia mengusap kemeja Leo, kemeja pemberian Chris.

Leo mendengus, ia malas menanggapi ucapan teman-temannya, sepulang piknik ia langsung ke rumah Arep untuk menenangkan pikirannya, namun bukannya tenang, malah ia merasa tertekan saat ini.

"Aku serius, kau terlihat lebih menawan," ucap Arep lagi, ia sangat senang menggoda Leo.

"Diamlah, sebelum aku memasukanmu ke dalam panci yang berisi sup buatan Jani," ucap Leo.

"Le, kau lagi dateng bulan 'kah?" Zamni menimpali, "daritadi murung," lanjutnya.

Leo memutar bola matanya malas, ia juga bingung dengan dirinya sendiri. Ia kesal Chris belum menghubunginya, apa pria itu kehabisan paket data? Tapi itu hal mustahil, Chris punya lebih dari cukup untuk membeli paket data, bahkan hanya untuk paket data saja itu hal yang sangat sedikit untuk Chris, ia mulai berpikir bodoh.

"Ah sial, aku sangat kesal!" Leo membanting gelas.

Arep dan yang lainnya, tersentak dengan perbuatan Leo.

"Kalian tahu, pria itu ah, sial. Pria itu tak menghubungiku sama sekali." Leo berucap kesal, ia memaki dan merutuki Chris.

"Pria itu?" Zamni mengerutkan keningnya, tak mengerti dengan arah pembicaraan Leo.

"Prianya ... " Arep tertawa keras, menimpali ucapan Zamni.

Zamni ikut tertawa, apa ini? Pria itu, prianya? Apa Leo mulai menyukai Chris? Zamni bertanya-tanya, apa Leo sudah mulai menuai karmanya.

"Kau tahu Le?" Zamni merangkul bahu Leo, "nila setitik, rusak susu sebelangga," lanjutnya.

Leo mengerutkan keningnya, ia menggulir matanya penuh tanya pada Zamni.

"Ya, nila setitik rusak susu sebelangga. Karena kejahatan atau kesalahan yang kecil, hilang segala kebaikan yang telah diperbuat," jelas Zamni, "jangan sampai itu terjadi padamu, jangan sampai karena kesalahan satu kali yang Chris perbuat, kau melupakan semua kebaikannya,"

"Maksudmu?" Leo menyela.

"Pikirkanlah," ucap Zamni, Leo menelan saliva-nya, apa Zamni mengetahui tentang kejadian malam itu? Tapi dari mana dan dari siapa?


______TBC

DAY 20, huftt ... ada yang mau ditanyakan?

Regret ( Terbit)Where stories live. Discover now