part 11 [day 11]

1.5K 153 23
                                    

Malam ini begitu dingin perdebatan antara ia dan kedua orang tuanya, cukup menekan hatinya. Kedua orang tuanya dengan jelas mengatakan ia harus menjauhi Leo.  Apa salahnya jika Chris melakukan semua ini untuk menjaga miliknya tetap berada disamping nya.

Sabitah terlihat indah dilangit, namun tetap saja Chris gundah dengan segala pikirannya. Biasanya saat diam menatap Sabitah, ia akan sedikit merasa tenang, jika ada masalah melihat langit malam adalah sesuatu yang menenangkan.

Chris sangat tahu jika keputusannya memang sangat bodoh dan terdengar berlebihan, namun ini semua demi Leo.

"Kau sudah puas diam diluar?" Hendry menepuk bahu Chris, membuat semua lamunan sang adik buyar.

Chris tersenyum tipis, ia tak menanggapi ucapan Hendry.

"Apa aku ketinggalan banyak berita?" tanya Hendry.

Chris terdiam untuk beberapa menit, ia memang belum mengatakan hubungannya dengan Leo pada Hendry, lebih baik ia tak memberitahu Hendry ia takut Hendry bersikap sama seperti orang tuanya.

"Tak ada, aku hanya sedang tak semangat saja untuk saat ini," ujar Chris.

"Chris, kau yakin?"

"Tentu saja, aku tak ada masalah apapun saat ini. Kau tak perlu khawatir, selesaikan tugasmu saja, bukankah saat ini tengah masa padat tugas?"

Hendry hanya mengangguk, Chris berhak memiliki privasi dalam hidupnya, namun ia tak mau jika Chris berpikir terlalu keras.

"Jika kamu ada masalah berceritalah padaku, jangan menanggung segala beban berat itu sendiri." Hendry menepuk-nepuk bahu Chris, "Tidurlah, ini sudah malam."

Setelah mengatakan itu Hendry melangkah pergi, meninggalkan Chris yang masih berdiri tak bergeming.

******

Pagi ini Leo sudah mulai bekerja menjadi pelayan cafe, tentu saja bersama dengan ketiga temannya. Puji syukur pada Tuhan, karena cafe ini baru dibuka sehingga membutuhkan beberapa karyawan.

"Bagikan brosur ini di tepian jalan," ucap Dewa, bos cafe.

Leo menerima brosur yang lumayan banyak itu, ia rela membagikan brosur walaupun panas hanya demi uang yang tak seberapa, jujur saja gaji dan uang yang selalu dikirim Chris perminggu tak ada apa-apanya, tentu saja uang dari Chris lebih besar.

Ia bekerja hanya untuk menarik simpati sang dominan, ia akan mencekik Chris dengan rasa bersalah pria itu.

"Bos saya akan pergi menyebarkan brosur, saya pamit."

Leo pergi, ia memasang senyuman manis untuk menarik perhatian orang-orang, dengan ramah ia memberikan brosur, tak ayal ia menjelaskan keunggulan cafe.

Tetes demi tetes keringat menjadi bukti kerja kerasnya, tak sedikit orang yang menolak brosur darinya, namun itu tak membuat Leo menyerah untuk menghabiskan brosur di tangannya.

Dari kejauhan sang kekasih menatapnya iba dari dalam mobil, Chris baru pulang dari kantor penerbit, ia baru saja menanda tangani kontrak untuk penerbitan buku barunya. Ingin sekali Chris menghampiri Leo, lalu membantu si manis membagikan brosur.

"Tuan, Anda ingin turun dulu?" tanya Wasy.

"Ya, sepertinya jam istirahat Leo sebentar lagi. Aku ingin mampir di cafe itu," ucap Chris.

Wasy masuk ke kawasan cafe, memarkirkan mobil. Chris turun, ia masuk ke dalam cafe yang masih sepi, hanya ada beberapa pelanggan yang ingin mencicipi menu gratis dari cafe.

Chris duduk di kursi dekat kaca, dari sini ia dengan mudah bisa melihat Leo.

"Tuan ada yang bisa saya bantu?" Zamni sedikit gugup saat tahu jika yang akan ia layani kekasih temannya.

"Aku ingin menu spesial, bawakan itu padaku," ucap Chris, ia menatap Wasy yang duduk dimeja lain menyuruhnya memesan juga.

Zamni melayani Chris seramah mungkin, ia tak mau kehilangan pelanggan kaya macam Chris.

"Baik Tuan, tunggu sebentar pesanan Anda akan segera tiba," ucap Zamni, yang hanya di angguki Chris. Tak peduli jika pesanannya lama, ia duduk di sini hanya untuk menunggu Leo.

Chris benar-benar tak pernah goyah dalam pendirian, ia menunggu Leo sampai si manis selesai dengan pekerjaannya yang membuat kekasihnya itu sampai berkeringat.

Bahkan pesanannya yang sudah datang tak ia hiraukan, ia hanya mencicipi sedikit, nyatanya Leo lebih menarik dibanding makanan di depannya. Chris memutuskan akan menunggu Leo sampai jam kerja Leo selesai.

derik, menit, dan jam telah berganti namun Chris tetap setia di mejanya, sampai akhirnya Leo menghampirinya dengan raut wajah tak terbaca.

"Kau tak ada kerjaan lain?" Leo berucap sinis, "sampai harus duduk dari siang sampai malam di sini, seperti orang gila," lanjutnya.

Chris terkekeh geli, ia suka saat melihat wajah kesal Leo yang terlihat menggemaskan.

"Bahkan bos ku mengira kau seorang pengangguran banyak gaya, yang hanya numpang duduk menggunakan wifi cafe," ucap Leo.

"Apa aku terlihat sangat menyedihkan?" tanya Chris.

"Ya, jika orang tak mengenalmu melihatmu saat ini, mungkin mereka akan mengira kau pemuda miskin tak ada kerjaan,"

Mendengar ucapan Leo, membuat Chris tertawa ringan, sungguh ia sangat suka dengan rentetan kata Leo, lebih baik seperti ini daripada harus didiami.

"Jika kau tak mau aku terus di sini, jadi ayo pulang bersama. Aku tak mau kau naik angkutan umum." ucap Chris.

"Aku tak mau, lebih baik naik bus daripada harus pulang bersamamu," ucap Leo.

"Ada keributan apa ini Leo?" Dewa datang melerai perdebatan pasangan ini, ia melirik pria di hadapannya. "Aku pemilik cafe ini, apa ada sesuatu yang mengganggumu Tuan?" tanya Dewa, pada Chris.

"Tidak, tapi apa jam kerja Leo telah selesai?" tanya Chris.

"Tentu beberapa menit lalu jam kerjanya selesai,"

"Baiklah, kami tak ada masalah, hanya saja dia .. Leo, kekasihku. Aku hanya ingin mengantarnya pulang, terima kasih sudah menerima dia di cafe Anda," ucap Chris, membuat Leo malu setengah mati, si bajingan Chris benar-benar memalukan.

Dewa terkekeh geli, jika ini hanya masalah soal hubungan keduanya tak seharusnya ia ikut campur 'kan? lagipula jam kerja Leo telah selesai.

"Jika jam kerjanya sudah selesai, kalau begitu aku pamit membawanya pulang." Chris menarik tangan Leo, sedangkan Dewa hanya terkekeh membiarkan pasangan itu pergi.

***

Setelah kepulangan Chris, Leo hanya diam di dalam kamar, tanpa ada niatan untuk keluar atau sekedar menemui teman-temannya seperti yang biasa ia lakukan setiap malam-malam sebelumnya. Chris hanya mengantarnya sampai depan rumah, ia tak mau berlama-lama dengan pria itu.

Ini masih tentang kejadian malam itu, Leo merasa kesal pada dirinya sendiri sekarang, kenapa waktu Chris menyentuh nya ia sama sekali tak menolak, Kenapa dirinya sama sekali tidak mengingat semua yang terjadi malam itu, ada banyak lagi pertanyaan yang selalu terbesit di pikirannya.

Ia hanya mengingat saat Dalfa menolak dirinya, lalu ia langsung melampiasan semua rasa kesalnya dibar, tapi waktu di sana tak ada tanda-tanda kedatangan Chris. Sampai akhirnya ia merasa ada seseorang menarik dirinya dan setelah itu ia tak mengingat apa yang terjadi. pengarun wine benar-benar buruk, seharusnya ia tahu diri jika toleransinya pada minuman sangat rendah, Leo merutuki kebodohannya.

"Kau bodoh Le, bisa-bisa nya kamu datang ke tempat itu dan berakhir mendapatkan pelecehan dari bajingan Chris, aku tak akan luluh dengan segala kebaikan si brengsek Chris," ucap Leo lirih, ia masih tak terima dengan kejadian itu, sekuat apapun ia berusaha melupakannya, tetap saja ia terus merasa jijik sendiri pada tubuhnya. Tolong Leo adalah pria normal, harga diri dan juga rasa kelelakiannya tercoreng.

Ia berjanji pada dirinya sendiri jika apa yang dilakukan Chris pada dirinya malam itu, ia akan membalas semua itu dengan rasa sakit yang tak akan pernah terobati.

Regret ( Terbit)Where stories live. Discover now