17. Hutan Kematian

38 2 0
                                    

-o0o-

Hari ini, sesuai dengan janji Al, pria itu akan memenuhi permintaan Helios untuk membuat rumah pohon bersama dengan yang lain. Seluruh bahan sudah tersedia. Mereka menempatkan rumah pohon itu di kebun belakang. Mereka juga mengundang Andreas dan Kana. Dan sekarang mereka sedang disibukkan dengan tugas masing-masing.

"Heli, kalo lelah istirahat saja," ujar Helena yang khawatir pada kesehatan adiknya satu itu. Helios mengangguk. Laki-laki itu yang merasa tubuhnya melemah lantas berhenti sejenak. Ia duduk di depan pintu. Rumah pohonnya sudah jadi, mereka hanya tinggal merapikan dan mengecatnya.

Kana menghampiri Helios dan duduk di samping laki-laki itu. Tugas bagiannya sudah selesai. Helios langsung saja menaruh kepalanya di bahu Kana. Tangan Kana menggenggam tangan Helios dan mengelusnya lembut.

"Eh!" Helena yang hendak turun dari kursi tanpa sengaja kehilangan keseimbangannya.

"Awas!"

Andreas dengan sigap menahan tubuh gadis itu. Mereka bertatapan untuk sesaat. Kejadian ini membuat keduanya merasa de javu. Seakan tersadar, gadis itu segera menjauhkan dirinya dari Andreas.

"Thanks."

"Lain kali hati-hati." Helena mengangguk patuh.

Mereka sudah menyelesaikan rumah pohon itu. Kana dan Helios masih sibuk duduk di depan pintu sambil menatap ke arah kebun yang luas. Sementara Helena dan Andreas duduk tak jauh dari Helios berada.

Helena mendelik saat kepala Andreas tiba-tiba saja berada di pahanya. Gadis itu ingin mengumpat namun ia urungkan ketika mendengar ucapan Andreas.

"Udah diem, gue capek. Nggak mau denger lo ngegas."

Entah apa yang merasukinya hingga membuat dirinya menurut pada ucapan Andreas. Tangan gadis itu terangkat mengelus lembut rambut hitam lebat milik Andreas. Laki-laki itu tertegun sesaat. Ia tersenyum tipis. Matanya terpejam menikmati sentuhan Helena.

Helena sendiri merasa aneh. Dia tak pernah merasakan ini sebelumnya. Sejak kapan rasa nyaman ini muncul? Apa sekarang ia sudah jatuh ke dalam pesona laki-laki yang tiduran di pahanya saat ini?

"Heli, mau ke mana?" tanya Kana mengalihkan perhatian Helena pada adik laki-lakinya itu.

"Ke kamar mandi bentar, sekalian ambil minum." Laki-laki itu menuruni anak tangga satu persatu.

"Hati-hati Heli!"

"Iya Kak El."

Helios berjalan santai menuju mansion. Tanpa merasakan kalau ada seseorang yang menguntit laki-laki itu. Sesampainya di dalam, Helios bergegas menuju kamar mandi yang ada di dapur. Setelah selesai dengan buang tandasnya, laki-laki itu mengambil segelas air dan meminumnya hingga habis tak tersisa.

Saat ia berbalik, Helios dikejutkan dengan sosok berbaju hitam bertopeng. Pria kekar itu dengan cepat menyuntikkan sesuatu ke leher Helios hingga membuatnya hilang kesadaran. Ia pun bergegas pergi dari sana secepat kilat sambil membawa Helios di pundaknya.

Sementara itu di rumah pohon, mereka merasa khawatir sebab Helios yang tak kunjung kembali.

"Kenapa Heli lama banget?" gumam Kana.

Helena menepuk pipi Andreas pelan untuk membangunkan laki-laki itu. "Bangun dulu, gue harus nyari Heli." Andreas lantas mendudukkan dirinya. Ia menatap Helena yang terlihat sangat khawatir.

"Kita masuk aja ke dalem, mungkin dia ketiduran."

Kedua gadis itu mengangguk menuruti ucapan Andreas dan segera turun dari sana. Sesampainya di dalam mansion, mereka tak menemukan tanda-tanda kehidupan.

The HelWhere stories live. Discover now