Episode 6

33 8 10
                                    

Di gudang sekolah Stanley sedang berjalan bersama Beby. Mata gadis cantik itu ditutupi oleh tangan Stanley. Niatnya sih Stanley mau ngasih kejutan buat gadis rambut pirang itu. Gadis rambut pirang itu kesal. Stanley pun menyuruh gadis itu. "Jangan ngintip lo!" Beby berucap lagi saat Stanley menghentikan langkahnya. "Woy setdah! Kalo mau berhenti pakai aba-aba dulu napa!" Stanley pun berhitung saat mau membuka mata Beby. "Tiga.... Dua.... Satu..."

Mata Beby pun dibuka oleh Stanley. Gadis rambut pirang itu bergumam melihat gudang sekolah sudah tertata rapi. "Wowww," Beby pun melihat ke arah Stanley dan berucap. "Benar-benar sama seperti biasanya," Stanley pun merespons Beby. "Makanya kalau lihat sesuatu jangan ke satu arah," Beby pun cuma menaikkan dua bahunya lalu ia melihat ke bawah. Gadis manis itu kaget karena ada tabel aksara sunda dilantai. Beby pun membatin. "Gini kan enak loh belajar bahasa sunda sambil ngedance," Stanley berucap kembali. "Lo bisa menghafal sambil latihan,"

Beby pun latihan ngedance sambil menghafal aksara sunda huruf demi huruf.

Di sekolah, Beby sedang belajar menulis paragraf yang baik dan benar dalam aksara sunda. Saat udah selesai menulis gadis rambut pirang itu menunjukkannya ke Stanley. Pria eksotis itu berucap. "Betul,"

Gadis rambut pirang itu sangatlah kegirangan karena tugas menulis paragraf dalam bahasa sundanya benar. "Yesss! Aku bisa.....aku bisa," Gadis itu joget-joget dihadapan Stanley lalu mengacak-ngacak rambut laki-laki berkulit eksotis itu. Sedangkan Stanley hanya membatin. "Dasar bocah aneh,"

Saat Istirahat kedua, Beby pun mau latihan Piano sama Stanley. Gadis rambut pirang itu berlari buru-buru menuju ruangan musik.

Di ruangan musik ada Stanley yang sedang fokus latihan piano sendirian. Beby pun membuka pintu lalu berteriak." Sorry gue te-" Gadis rambut pirang itu kaget melihat Stanley bermain piano sendirian. Setelah Stanley selesai bermain piano, Beby pun menghampiri pria eksotis itu. Gadis rambut pirang itu bertanya. "Loh kok berhenti sih. Itu lagu apa?" Stanley cuma terdiam saja. Gadis rambut pirang itu mengambil sebuah buku yang ada didepan mata Stanley. Beby pun bertanya lagi. "Itu lo yang bikin? Mau lagi dong," Stanley pun merebut buku tersebut dari Beby lalu pria eksotis itu berucap. "Nanya mulu lo," Beby pun mengambil buku itu kembali dan duduk disamping kanan Stanley. Gadis itu memencet satu persatu tuts piano. Stanley menyuruh gadis rambut pirang itu untuk minggir. "Lo ngerusak aja. Minggir nggak!"

Beby pun menurut lalu ia memperhatikan Stanley bermain piano. Gadis pirang itu memuji permainan piano Stanley. "It's so beautiful," Stanley pun menjawab sambil memencet tuts piano mengikuti not yang ditulisnya. "Belum kelar Beb. Belum ada liriknya," Beby pun bertanya. "Judulnya apa?" Stanley pun menjawab. "February," Beby bertanya lagi. "Kenapa judulnya Februari?" Stanley pun menjawab. "Itu bulan nyak sama kakak cewek gue meninggal. waktu itu gue masih umur dua tahun. Babeh gue ngerawat gue sendiri sambil kuliah. Gue belajar hidup tanpa mama dan kakak. Bulan itu gue sama babeh gue menyatukan kekuatan," Pria eksotis itu berdiri lalu memegang pinggang Beby dan mendudukannya ke atas tuts piano. Mereka berdua saling bertatapan. Stanley pun berucap." Nggak ada kata nggak bisa," Beby pun cuma terdiam dengan muka cengo-nya. Stanley pun menatap serius Beby." Dan..... Nggak ada latihan tanpa pemanasan!" ucapnya ke Beby sambil menyuruh gadis rambut pirang itu memainkan piano.

Beby pun bermain piano sambil dipantau oleh Stanley. Gadis rambut pirang itu bermonolog dalam lubuk hati yang paling dalam. "Hari ini meskipun bukan bulan Februari. Gue tiba-tiba merasa dapat kekuatan. Kalau anak yang dari luar kelihatan hidupnya perfect seperti Stanley pun ternyata hidupnya penuh perjuangan. Dan pokoknya gue kagak boleh nyerah," Mata Beby pun berkaca-kaca mendengar curhatan Stanley soal keluarga karena mereka sama-sama piatu. Ya meskipun Stanley masih punya bapak sih.

Semenjak saat itu Beby makin semangat mengimbangi belajar dan latihan. Stanley pun memantau proses belajar Beby.

Gadis rambut pirang itu bahagia karena nilainya meningkat saat ujian harian mata pelajaran IPA dari Bu Prisa ia mendapat nilai B. Nilai B sudah cukuplah buat Beby bahagia.

Beby pun jingkrak-jingkrak dan tidak lupa melompat ke punggung Stanley seraya berucap. "Aku bisa...Aku bisa..."

Beby pun dilihatin oleh Viola dan gengnya. Viola pun meledek Beby. "Freak!" Namun gadis rambut pirang itu nggak peduli.

Hubungan Stanley dan Beby pun makin hari makin erat. Stanley mentraktirnya untuk melakukan perawatan wajah dan rambut di Supermal Karawaci.

Gadis rambut pirang itu memotong sedikit rambutnya yang sudah macam kunti itu menjadi sebahu.

Stanley pun cengo dengan penampilan gadis rambut pirang itu. Apalagi Beby tambah fresh menggunakan baju putih, hotpants dan tidak lupa sepatu Nike Air Zoom model baru berwarna putih biru. Pria eksotis itu berucap. "Lo ternyata.... ternyata.... ternyata lo baru baca buku sampai halaman 23 ya!" Beby pun membatin. "Kirik! Kirain si Stanley muji gue cantik. Rupanya masih aja ngebahas pelajaran." Pria eksotis itu melanjutkan bicaranya lagi. "Kan gue suruh lo hafalin sampai 6 bab. Ini kelihatan banget dari lipatannya," Beby pun merespons Stanley. "Iyeee gue baca. Bawel bet dah lo!"

Di perjalanan pulang Stanley pun mendorong motor besarnya sedangkan Beby jalan disampingnya. Pria eksotis itu menyuruh Beby untuk naik ke atas motor BMW M1000RR-nya. "Naik Beb," Beby pun menjawab. "Ogah, gue bisa balik ndiri." Stanley pun berucap. "Dasar dongo. Bahaya tau cewek cakep jalan ndiri." Beby menyuruh Stanley untuk mengulangi. "Hah! Nggak kedengeran lo ngomong apa?" Stanley pun mengulangi lagi ucapannya. "Dasar dongo," Beby merespons. "Terus?" Stanley melanjutkan bicaranya namun pelan. "Bahaya tau cewek. Cakep. Jalan ndiri," Beby pun berhenti lalu tersenyum. Stanley pun memerintahkan gadis rambut pirang itu. "Naik kagak! Atau lo mau diculik kolong wéwé! Sadar lingkungan nggak sih lo!" Beby pun menurut lalu Stanley menyalakan motornya. Saat diatas motor gadis rambut pirang itu berucap tepat dibahu Stanley sambil tersenyum. "Lo bilang gue cakep," Stanley pun merespons. "Senyum-senyum sendiri kaya orang sinting," Stanley pun tancap gas sambil bermonolog. "Gue pasti udah ketularan sintingnya kali ya,"

Beby mengajak Stanley ke Jembatan Merah Babakan. Stanley pun bertanya saat Beby turun dari motornya. "Kenapa sih harus berhenti disini?" Beby pun berucap. "Gue perhatiin lo jarang gerak ya? Lo nggak bisa dance," Stanley pun merespons. "Jangan dongo. Semua orang pasti bisa ngedance," Beby pun cuma menari-nari sendiri. Stanley pun bertanya. "Mau ngapain sih?" Beby pun menjawab. "Bimbingan,"

Beby pun mengajarkan Stanley ngedance sebagai timbal balik. Macam-macam tarian pun diajarkan Beby dari tango, shuffle dance sampai jaipongan.

Mereka berdua pun saling bertatapan. Pria eksotis itu berucap. "Udah maghrib Beb," Beby pun menjawab. "Iya Ten,"

Stanley pun mengantarkan Beby pulang. Rumah Oma Beby berada di Sukaasih lebih tepatnya di Jalan Pasanggrahan Dalam IV. Beby pun turun didepan gang.

Di depan gang mereka saling bertatap muka. Stanley pun mengajak gadis rambut pirang itu untuk berbicara. "Beby." Beby pun merespons. "Iya ada apa Ten?" Stanley pun berucap kembali. "Ada yang mau gue ngomongin sama lo," Beby hanya terdiam. Stanley pun melanjutkan kembali pembicaraannya. "Mungkin lo kaget dengernya. Tapi. Gue.... Gue. Sebenarnya. Ada Les Neutron!" Beby pun cuma tersenyum. Stanley pun naik keatas motornya lalu berpamitan. "Dan gue bakal kena hajar babeh gue kalo bolos. Pamit dulu ya Beb,"

Stanley pun menyalakan motor BMW-nya lalu melajukannya. Beby pun cuma tertawa melihat kelakuan Stanley bahkan sampai cekikikan.

Beby dan Stanley pun sama-sama bahagia. Saking bahagianya Stanley, Motor pria eksotis itu nyaris aja di maling orang untungnya nggak papa. Sedangkan Beby tersenyum sambil menatap langit-langit kamarnya yang bolong-bolong. Lalu gadis rambut pirang itu membatin. "Stanley.... Stanley ada-ada aja lo dah. Meskipun lo itu rada ngehe tapi aslinya lo baik kok sama gue,"

*To Be Continued*

Oh, BebyWhere stories live. Discover now