Bab 06 . Mimpi

4.3K 194 8
                                    

Ganendra berada disebuah taman dengan warna putih disekelilingnya, dengan pandangan bingung Ganendra celingukan mencari siapapun yang berada disekitarnya. Namun kosong hanya ada dirinya seorang diri disini.

" Ayah " hembusan lirih yang menerpanya menyebutkan sebuah panggilan untuknya.

Ganendra berlari kesana kemari untuk mencari sumber suara itu.

" Ayah "

Ganendra kembali suara lirih itu, setelah mencari asal suara itu akhirnya Ganendra menemukan seorang bocah lelaki seusia empat tahunnya sedang tersenyum dan melambaikan tangan kearahnya.

Ganendra memicingkan matanya utuk mengamati dengan jelas siapa anak kecil tersebut. Nampak asin sekaligus sangat akrab utukku.

Kini anak lelaki tersebut sudah berdiri didepannya smabil mendonggakkan kepala tersenyum lebar padanya.

Ganendra melotot tak percaya saat sudah melihat wajajh anak kecil itu. Wajajh yang sama persis dengannya namun versi mini.

" Ayah, Leo kangen " bocah itu memeluk Ganendra.

Ganendra termanggu seorang anak lski-lski kecil memeluknya dan menyebutnya Ayah. Ada rasa haru dan hangat yang menyeruak dalam dadanya.

Tanpa ragu Ganendra membalas pelukan anak yang nyebut dirinya Leo lslu mengangkat Leo dan mengendongnya. Ganendra memandangi wajah Leo yang kini duduk diapangkuannya. Sangat mirip dengannya. Meskipun sedikit bingung, Ganendra mencoba menikmati waktunya bersama anak laki-laki itu.

" Ayah kemana saja? Tidak pernah mengunjungi Leo atau Bunda ? " tanya Leo dengan mata polosnya.

" Bunda? " tanya Ganendra sedikit bingung

" Iya Bunda, Bunda sering menangis jika teringta Ayah, meskipun Leo tidak bertanya soal Ayah kepada Bunda. Tapi Leo tahu kalau Ayah sangat mencintai kami berdua " ucapnya polos.

Ganendra terdiam, tak tahu harus berkata apa, namun tatapan polos bocah itu meluluhkan hatinya. Dan secara alami menjawab semua pertanya Leo dengan apa adanya .

" Maafkan Ayah ya sayang. Karena kesalahan Ayah, kalian berdua harus hidup tanpa Ayah. Ayah harus berkerja keras membangun kembali hidup dan perusahaan yang hampir Ayah hancurkan. Agar bisa menjemput kalian saat waktunya tiba " ucap Ganendra, entahlah dia sendiri tidak tahu kenapa berbicara seperti itu kepada Leo.

Ganendra menghabiskan waktu berdua dengna Leo. Mereka berdua bermain kerjar-kejaran dan banyak sekali tertawa bersama.

Leo menadangi lekat sosok ayahnya, membuat Ganendra bingung dengan tatapan Leo.

" Kenapa Leo mamandangi Ayah seperti itu ? "

Leo menggeleng lalu menundukkan kepalanya sambilo memainkan jemarinya.

Ganendra meraih pundak Leo lalu mengangkat wajah sang anak dengan tangannya " Kenapa Nak ? "

" Sepertinya sekarang Leo harus pergi. Bunda sudah menunggu "

Ganendra terdiam, sejujurnya dia merasa sedih saat tahu akan berpisah dengan bocah cilik itu " Nanti kita bertemu lagi ya "ucap Ganendra sambil menyodorkan kelingking untuk membuat janji.

Leo tersemnyum lalu mengaitkan kelingking kecilnya dengan sang Ayah " Janji, Ayah jangan terlalu lama untuk menjemput kami ya "

Ganendra mengangguk lalu mengecup pipi Leo. Pria itu melambai kearah leo yang berjalan menuju sebuah cahaya putih yang bersilau terang.

" LEO "

Suara teriakan menggema dikamar Ganendra yang sepi. Pria terbangun dengan menjeritkan nama seorang anak yang dijumpainya di mimpinya.

Ganendra mengusap kasar wajahnya dengan kedua telapak tanganya. Lalu termenung sesaat.

" Mimpi apa aku barusan, kenapa rasanya aneh. Siapa anak kecil itu ? " gumamnya.

Pria itu melirik jam diatas nakasnya, menunjukkan pukul 3 dini hari. Masih terlalu malam untuknya untuk bangun dan melakukan aktifitas pagi hari.

Ganendra mencoba memejamkan matanya kembali. Namun matanya seperti tidak mau bekerja sama. Dengan perasaan jengkel pria itu membuka selimut yang menutupi tubuh atletisnya dan beranjak turun dari ranjangnya.

Ganendra melangkahkan kakinya menuju walk in closet untuk berganti setelah olah raga. Meskipun jam baru menunjukkan pukul empat pagi.

" Ayam bahkan belum berkokok, tapi sepertinya aku harus terpaksa bangun " gumamnya.

Ganendra menyeret kakinya memasuki ruangan Gym pribadinya disalah satu ruangan dirumahnya. Pria itu menyulap ruang salah satu ruang kosong disana menjadi ruang Gym, karena pria itu terlalu malas untuk berolah raga diluar. Dia memilih berolah raga dirumahnya.

Tetesan peluh membasai tubuh kekar pria itu, terlihat sangat jantan dan sexy. Meskipun mencoba melupakan mimpinya semalam, Ganendra masih terbayang dengan wajah anak kecil itu.

Tak mau memikirkannya lagi, pria itu segera menyudahi olahraganya dan masuk kedalam kamar mandi untuk membilas badannya.

Kini Ganendra sudah siap dengan setelan kerjanya, celana bahan abu dengan kemeja warna senada.

Selesai sarapan Ganendra segera meraih jas dan tas kerjanya dan bergegeas menuju kantor agar tidak terlambat karena dia ada pertemuan dengan calon investor baru pagi ini.

Ganendra memarkirkan mobilnya diparkiran khusus untuk dewan executive langsung bergegas turun. Pria memakai lift khusus untuk menuju lantai dimana kantornya berada.

" Pagi Bos " sapa Desta saat melihat Ganendra berjalan mendekat.

Ganendra hanya mengangguk tanpa menjawab, namun berhenti sebentar untuk bertanya kepada sekertarisnya " Des, tidak lupa kan pagi ini kita ada pertemuan dengan Pihak Romanna ? "

" Beres Pak, semua sudah siap. Sebentar lagi kemungkinan mereka akan tiba " ucap Desta sambil mengacungkan jempol nya.

" Bagus, jangan sampai kita gagal kali ini ya "

" Baik Pak laksanakan " Desta bersikap hormat ala-ala tentara membuat Ganendra sedikit tersenyum dengan tingkah sekertarisnya itu.

Disisi lain, Arini sedang sibuk mengurus pekerjaan yangn harus dia serahkan kepada Wika, yang kini akan mengantikan posisinya sebagai Asisten Manager.

Arini akan menerima jabatan barunya siang ini setelah menerima pemberitahuan resmi dua minggu yang lalu. Meskipun sedikit ragu, namun dia yakin akan mampu mengemban jabatan itu. Terlabih dukungan dari Pak Candra dan para sahabatnya membuat bebannya sedikit berkurang.

" Mbak Arini, sudah semua ini dokumennya ? " tanya Wika.

Arini mengangguk " Iya, kamu pelajari dulu saja, kalau kamu tidak mengerti atau ada yang perlu kamu tanyakan. Kamu tanyakan saja padaku tidak perlu ragu "

" Oke Mbak, Eh... Ibu dong sekarang panggilnya kalau dikantor. Biar lebih sopan. Kalau diluar baru Mbak. " ralat Wika.

" Terserah kamu, kamu tahu bagaimana baiknya "

Setelah Wika keluar ruangannya, Arini kembali mengamati ruangan yang dulunya dipergunakan oleh Pak Candra yang kini menjadi ruangannya. Terdapat sedikit perubahan pada interiornya dari jaman mantan atasannya dahulu. Ruangan dengan interior warna coklat dan kayu itu nampak lebih hidup dari dulu.

Arini mencoba menduduki kursi barunya. Sangat nyaman dan empuk. Arini mengambil beberapa dokument diatas mejanya dan mempelajarinya dengan seksama.

Tanpa terasa Arini sudah berkutat dengan dokumentnya sudah lebih dari bebrapa. Wanita itu bahkan melewatkan jam makan siangnya. Arini melirik jam dipergelangan tangannya. Pukul 16.45. sepertinya dia harus bersiap pulang, dan bertemu dengan jagoannya. Entah kenapa hari ini Arini sangat merindukan bocah itu.

Arini bergegas menuju lobi dan menghentikan sebuah taxi menuju kediamannya. Jika biasanya Arini akan menggunakan motor maticnya untuk berngkat dan pulang bekerja, namun mmulai besok dia akan menggunakan mobil kantor sebagai mobilisasi kerjanya.

***


Semburat Lembayung Di Ujung SenjaWhere stories live. Discover now