[ 07 ] : kasih sang kakak

166 35 10
                                    

Ketukan dari luar kamar memasuki indra pendengarannya, Sayudha yang tengah melumun mencoba untuk menghampiri dan membuka pintu itu dengan was-wasnya.

Di kala senyuman hangat terpampang di depan ia pun menghela tenang, sang kakak datang dengan sebotol air dan bekal yang ia bawa diam-diam—karena ada beberapa masalah yang terjadi di rumahnya.

"Ini makan dulu sana, jangan lupa kunci pintunya abang mau cari Arka—"

"Abang juga belum makan, makan dulu."

"Ini abang mau ke warung om Haris buat makan,"

"Nanti kalau ibu liat terus diaduin ke ayah gimana?"

"Sayudha."

Tanpa banyak berucap Sayudha menarik lengan itu ke dalam kamar, menutup pintu dan buru-buru untuk menguncinya kembali.

"Abang jangan banyak tingkah dulu deh, itu juga lebamnya obatin dulu jangan asal main kabur gitu aja!" Kesalnya.

"Gapapa ini, abang juga bukannya mau kabur tapi cari aman aja biar ayah gak samperin kamu ke sini."

Gavin membuka sekotak bekal berisi ayam dan sambal kesukaannya, karena perlakuan sang ayah mereka memilih untuk berdiam dan mengamankan diri untuk sementara malam ini.

Ayah yang dikenal baik dan tak pernah memukul tiba-tiba mendorong Gavin dan memukulinya sambil mengungkit tentang bagaimana ia mendidiknya.

Gila, memang. Saking tiba-tiba nya Gavin sampai tak bisa melawan, anak itu hanya bisa diam dengan tubuh yang menahan rasa sakit akan pukulan.

"Itu ayah abis mabuk deh bang,"

"Mungkin, tapi kayaknya iya deh."

Gavin membalas sambil memakan sepotong ayam dengan kaki yang terangkat sebelah, mau tak mau ia menuruti saja untuk menemani sang adik makan dengan duduk di lantai sambil berhadapan.

Matanya tak lepas akan memantau sang adik agar anak ini benar-benar bisa menghabiskan makannya tanpa banyak bicara seperti sebelumnya.

"Bukan kayaknya lagi tapi emang iya! Orang gila mana yang gak pernah mukul anaknya tiba-tiba mukulin sambil ngungkit segalanya,"

"Yailah Dha, kek yang baru pertama kali aja."

"Ya emang pertama kali aku liat abang dipukul langsung sama ayah, gila banget ya tu orang."

Gavin menunjuk sang adik dengan tulang ayam yang dipegang nya, "Sedakjal-dakjalnya dia itu tuh tetep bapak lu."

"Aku mah yatim, cuman punya abang sama ibun."

"Anak gila. Tapi iya juga sih, kita jadi yatim aja gapapa."

"MAKIN GILA!"

Gavin tak memperdulikan seruan itu, menyimpan sisa tulang ayam kemudian meneguk air mineral sebagian.

Helaan keluar dari bibirnya dengan mata yang menatap keluar jendela dengan pikiran yang berlarian kemana-mana.

Ia masih tak bisa mencerna akan apa yang sudah terjadi, rasanya terlalu mendadak untuk menerima perubahan ayahnya yang tau-tau mengungkit kematian Dala sambil memakinya karena sudah gagal mendidiknya.

Ia tak bisa bilang kepada Sayudha tentang masalah ini, ayahnya sudah benar-benar tercuci habis otaknya oleh sang ibu tiri.

Meski sering di ungkit dan dihina-hina akan hidupnya yang nampak seperti pengembara, ia tak pernah mempedulikannya karena semua memang benar apa adanya.

Namun kali ini berbeda, Gavin tak bisa melawan meski ia sangat ingin. Ia ingin berteriak sekencang-kencangnya jika semua itu hanya fitnah semata, ia tak bersalah sama sekali.

Laut Saudara || Boys Planet LokalWhere stories live. Discover now