Setelah tersesat di hutan dan berjalan selama beberapa jam, aku berhasil bertahan dengan portal yang menghubungkan ku dengan rumah pohon.
Pada awalnya, aku hanya terus bertahan di dalam rumah antar dimensi milikku, dan berharap agar bisa hidup disana untuk selamanya.
Bagaimanapun juga pembunuhan yang ditargetkan sebelumnya sudah mengakar kuat dalam ingatan hingga membuatku sangat trauma, apalagi setelah aku tahu bahwa aku tidak memiliki orang yang bisa ku percaya di tempat ini dan disaat ini, rasa takut hanya akan semakin menjadi-jadi.
Semakin dipikirkan, semakin aku takut untuk mencoba keluar, dan pada saat itu juga aku memutuskan untuk terus bertahan disana tanpa mencoba untuk mengintip dunia luar.
Sampai buah dan sayur di kebun habis, dan butuh waktu untuk mencapai fase panen berikutnya barulah aku mencoba melawan rasa takut ini dengan paksa.
Kehilangan sumber pangan yang menjadi satu-satunya penyokong hidupku sudah membuatku semakin putus asa, tapi memikirkan akan mati kelaparan, jelas bukan pilihan yang bijak untuk diambil hanya karena rasa takut semata.
Dengan jantung yang berdetak kencang, aku melangkah dengan gerakan yang selembut mungkin untuk meminimalisir suara yang dihasilkan oleh kakiku.
Tapi–
Lyra : "Ap–apa yang– ?!"
Hanya sesaat setelah keluar, dedaunan lebat di pepohonan dalam hutan tiba-tiba berdesir seperti tertutup angin.
Meski tempat ini terasa sejuk, angin semilir seharusnya tidak bisa menggerakkan dedaunan sampai ke tingkat yang seperti itu.
Lalu.
Tidak tahu bagaimana cara menjelaskan apa yang sedang terjadi, tapi pohon yang sebelumnya tegak lurus dan kuat di hadapanku tiba-tiba melengkung seperti merunduk, dan dahan yang kuat seperti tangan diarahkan langsung ke depan kaki seperti mengharapkan ku untuk menaiki.
Lyra : "Bolehkah aku naik ?"
Meski tidak yakin dengan apa yang terjadi, aku memilih untuk mengikuti arus sampai bisa mengerti sebelumnya memutuskan apakah akan meneruskannya atau memilih untuk kembali.
Lalu, seperti menjawab pertanyaan, daun yang berdesir dari pohon itu memberikanku perasaan seperti persetujuan.
Dengan kaki yang terangkat, aku menginjak dahan yang sudah dipersembahkan, dan perasaan seperti gravitasi yang berubah dari bumi ke dahan merupakan perasaan baru yang belum pernah terjadi dalam hidup ini.
Sungguh, tidak hanya peristiwa supranatural dari pergi isekai, sekarang bahkan hukum gravitasi telah berhasil digantikan.
Lyra : "Isaac newton akan menangis saat melihat ini."
Pohon yang membawaku melengkungkan dirinya dan mengoper ku ke pohon lain terdekat, dan setelah salahsatu kakiku mengambil langkah ke dahan di pohon lain, titik gravitasi kembali berubah lagi.
Dan terus begitu sampai mereka mengoper ku ke lokasi dengan pohon buah yang sudah matang, sebelum mengarahkan ku kembali ke atas tanah.
Lyra : "Ini..... Bisakah aku memakan buah ini ?"
Pohon buah itu langsung melengkung seperti pohon-pohon sebelumnya, dan mengarahkan buah dengan warna paling indah dan segar padaku.
Sangat jelas sekali apa yang di isyaratkan.
Mengambil satu buah persik yang paling besar dan matang, aku mengambil botol air yang ada di tas pinggulku dan mencucinya lebih dulu.
Awalnya, aku ingin mengupas kulit dengan pisau buah, tapi mengingat bahwa buah ini tumbuh dari pohon yang hidup di alam, dan zaman ini mungkin bahkan belum menemukan suatu zat yang disebut dengan pestisida, aku pun langsung mengigit, dan merasakan kenikmatan dari rasa manis dan berair dari daging buah yang meluap dalam mulutku.
BINABASA MO ANG
Trapped in the otome game world as a yokai (Slow Update)
FanfictionElle Walker, seorang wanita muda yang sedang bercosplay sebagai Elf dalam karakter game yang sedang ia promosikan, secara tiba-tiba berpindah tempat ke dalam game dating simulator yang selalu dia tunda-tunda untuk dimainkan. Elle : "Aku bahkan tidak...
