32.) 26,02 g·mol−1 (Fakta Menyakitkan)

Začít od začátku
                                    

"Gue penasaran dari sudut pandang lo, Zeya itu waktu gue belum sekolah di sini kayak gimana? Asal lo tau, dulu dia selalu nyeritain tentang lo ke gue." Melody menurunkan pandangan, nada bicaranya menelan dan terdengar menyedihkan seperti seseorang yang disiksa akan kerinduan. "Lo yang selalu lindungi dia waktu di bully sampai lo ikut gak punya temen di sekolah ini."

"Si cewek kuat, galak, yang hobinya marah-marah dan ngehajar semua orang."

Zoya menghembuskan napas berat, menatap ke atas langit sebelum kembali menatap lawan bicara. "Wahh ... curang ya, lo! Tau banyak banget kek-nya soal gue padahal gue nggak tahu apa-apa soal lo!"

Melody tertawa kecil. "Makanya jangan ribut muluk sama dia, sampai dia enggak ada kesempatan buat cerita soal gue."

Zoya menerawang ke masa lalu, memang benar dia tidak memberi kesempatan sedetik pun untuk Zeya bercerita padanya soal apa yang dia rasakan semenjak mereka masuk SMA Cakrawala. Dia bukan membenci Zeya, hanya saja karena si kakak terlihat lemah hingga membuat si adik kian muak. Sampai kapan harus dia yang mengalah? Sampai kapan dia harus jadi pelindung orang yang bahkan tidak bisa membela diri sendiri saat ditindas murid lain? Dan sampai kapan si kakak terus berbohong soal les tambahan padahal dia sedang berjuang agar bisa bertahan hidup. Les privat dengan cuci darah adalah dua hal berbeda, tetapi Zoya tetap bungkam dan enggan bertanya. Sebab dia sedang menunggu, menunggu sampai si kakak sendiri yang bercerita tentang masalahnya, sampai si kakak mau menurunkan ego, dan berhenti menjadi si paling terbaik padahal raga, hati dan otaknya sudah lelah.

"Lo bener." Zoya tersenyum miring. "Di mata gue, Zeya itu lemah, egois dan terlalu penurut juga penakut. Dia enggak pernah ngerti kapan harus berhenti atau kapan dia harus jadi orang yang berani buat ngomong apa yang dia mau. Tapi ..."

Suara Zoya memelan, kedua mata terasa memanas. Dia ingin menangis, hanya saja itu tidak terlihat cocok dengannya, menahan tangisan adalah pilihan kebanyakan orang. Namun, apakah menangis akan membuat seseorang terlihat lemah? Bukannya menangis itu normal? Konyolnya semua orang termasuk Zoya selalu saja berpura-pura baik-baik saja di depan orang lain dan kembali hancur saat sedang seorang diri. "Gue sadar, dia kayak gitu karena enggak mau saudaranya ngerasain apa yang dia rasain. Dan begonya gue baru sadar waktu dia enggak ada!"

Melody menatap sendu ke arah Zoya, tangan kanannya menggenggam kuat tangan kiri gadis itu seolah menyalurkan kekuatan yang dia miliki. Dia sengaja mengajak Zoya ke atap untuk mengatakan yang sebenarnya, rencana yang telah disusun rapi hampir selesai. Dia hanya membutuhkan sedikit bantuan, dan dia yakin Zoya akan membantunya. "Gue yakin lo udah tahu kalau gue orang yang nerima donor mata Zeya."

Zoya mengangguk. "Nyokap udah ceritain semuanya, di malam Zeya bunuh diri, lo ngalami kecelakaan yang parah. Jadi dokter putusin buat ngelakuin tranplantasi jantung sekaligus transplatisi mata Zeya ke lo yang punya harapan hidup lebih besar! Gue kira lo cuman nerima transplatasi mata ternyata jatung juga."

Zoya memukul pelan pundak Melody. "Menang banyak ya lo!"

Melody mendesir kesal, main pukul aja untung enggak terlalu sakit. Selain keluarganya tidak ada yang tahu perihal transplatasi yang dia terima. Mungkin sampai sekarang bagi kalian hanya donor mata yang Melody terima, tetapi nyatanya lebih dari itu. Mengapa pula Dion tidak pernah mengungkit soal tranplatasi jantung yang di terima Melody, semua dia lakukan karena tidak ingin semakin membebani sang adik. Kedua organ Zeya ada pada dirinya, mungkin itu pula yang membuat dia melakukan hal gila yang tidak seorang pun tahu kecuali Dion.

Plus For MinusKde žijí příběhy. Začni objevovat