22. Kepulangan Abi

5.5K 574 141
                                    

Terkejut. Itu perasaan pertama Abi Arifin ketika memasuki area pesantren As-Syifa'. Bagaimana tidak, kini pesantren As-Syifa' sudah di sulap dari yang biasa saja menjadi sangat-sangat indah.

Gapura gerbang yang di hias dengan lampion-lampion kecil, samping gerbang terdapat logo As-Syifa' yang dibentuk dari tumpukkan botol berisi sampah kering.

Melewati lapangan, terdapat lampu kecil yang bergantung, berjejer tak beraturan, namun menambah kesan indah. Ditambah bendera-bendera kecil yang tergantung indah diantaranya. Membuat abi tersenyum. Indah, sekali.

Disebelah barat lapangan, terdapat obor bambu di sepanjang jalan menuju pendopo, juga mengelilingi pendopo. Hingga kepekarangan ndalem.

Sampai di depan ndalem, beliau tersenyum lebar kala melihat santri-santrinya sudah berkumpul. Melantunkan sholawat Thola'al Badru sebagai bentuk penyambutan.

"Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,"

"Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakahtuh. Selamat datang, Abi,"

"MasyaAllah, syukron katsiron,"

Abi tersenyum. "Malam ini, pesantren indah sekali. Hiasan-hiasannya cantik. Ide siapa?"

"Sebagian besar ide mbak Asya, Bi. Dari hiasan gerbang sampai lapangan." sahut mbak Lusi.

"MasyaAllah... Kreatif sekali. Terimakasih banyak semuanya."

"Nggih, Abi. Yasudah kalau begitu kami pamit dulu," ujar Kang Salim.

"Mau kemana? Ayo masuk. Makan dulu. Tadi Umi udah masak banyak untuk kalian." sahut Umi.

Kang Salim menggaruk tengkuknya tak enak. "Gapapa. Ayo ke ndalem dulu semuanya." ajak Abi yang langsung diikuti.

Ruang tamu ndalem. Kini dipenuhi oleh para santriwna santriwati. Makan malam bersama dengan sesekali bercanda gurau. Abi menatap heran putranya yang sedari tadi hanya diam. Bibirnya juga tampak pucat.

"Gus?" panggil Abi. Gus Afzal menatap Abi tetapi tidak menyahut.

Abi menepuk tempat sebelahnya. Gus Afzal yang mengerti pun langsung berpindah ke sebelah Abi. Gus Afzal mengerutkan alisnya kala Abi mengulurkan tangannya.

"Salim dulu. Kamu dari Abi dateng gak senyum-senyum. Gak seneng Abi pulang?"

"Galau dia, Bi," sahut Ning Kinar pelan.

Abi menaikkan sebelah alisnya. Sedangkan gus Afzal hanya diam. Toh, benar yany dibilang adiknya itu. "Galau? Kenapa?"

Ning Kinar mendekatkan wajahnya dengan Abi. "Zahra marah sama Mas Afzal, Bi. Jadi waktu itu Maureen bikin laporan kalau Zahra bully dia, nah akhirnya disidang, terus Mas Afzal percaya sama Maureen."

"Padahal Maureen bikin laporan gak pake bukti. Cuman di pipinya ada bekas memar. Katanya, bekas di pukul Zahra. Ehh, waktu Zahra nyangkal, Mas Afzal malah ngotot minta bukti." bisiknya sembari melirik sinis Gus Afzal.

Abi langsung menatap tajam putranya. Yang di tatap tidak bergeming. Ia malah pergi begitu saja. Ke kamar mungkin?

"Gus," panggil Abi. Gus Afzal tidak menghiraukan. Ia terus berjalan meninggalkan ruang tamu. Umi yang melihat itu menghela napaanya.

"Jangan dimarahin, Bi. Kemarin dia demam karna itu. Bingung gimana caranya minta maaf sama Zahra."

Abi hanya mengangguk. Lalu izin menyusul putranya. Sampai di depan kamar gus Afzal, abi mendapati pintu yang sedikit terbuka. Beliau membuka lebar pintu ber cat putih itu dengan perlahan. Terlihatlah Gus Afzal yang sedang duduk, bersandar di kepala ranjang, dengan tangan yang sibuk memijit kepalanya.

ASTAGHFIRULLAH, GUS AFZAL! Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon