15. Maureen Anthesa

4.7K 430 32
                                    

Hari ini, terhitung sudah 5 hari setelah kepulangan Asya dari Rumah Sakit. Selama 5 hari itu pun Asya sudah di izinkan Umi Fatimah dan Abuya untuk beraktivitas seperti biasa.

Dan selama 5 hari itu juga gus Afzal mendapat laporan tentang keributan yang Asya buat.

Kini, di ruang keamanan, Asya bersama dengan Gus Afzal dan beberapa asatidz-asatidzah berkumpul.

"Asya, kamu jelas tau kenapa kami memanggil kamu, kan?" tanya Ustadzah Abel, Ketua Keamanan Putri.

"Masalah keributan yang katanya Asya buat, Ustadzah?"tanya Asya, dan diangguki oleh ustadzah Abel.

"Lima hari ini saya mendapat laporan. Katanya, kamu selalu mencari kesalahan Maureen? Kamu juga membully dia secara verbal?" timpal gus Afzal tanpa menatap Asya.

"Kemarin, kamu juga melabrak Maureen?"

Asya terkekeh mendengar itu. Lima hari belakangan ini, memang beredar kabar bahwa Ia selalu mencari masalah dengan salah satu santriwati, bernama Maureen. Padahal, itu berita yang salah.

Yang benar adalah, Maureen yang selalu mencari masalah dengannya akhir-akhir ini.

"Ustadzah sama Gus Afzal dapat laporan dari siapa?" tanya Asya.

"Maureen."

Asya semakin melebarkan senyumnya. Sorot matanya tidak bisa berbohong bahwa Ia memendam banyak emosi disana.

"Asya, sama sekali tidak pernah melakukan apa yang dilaporkan, Gus, ustadzah."

"Semua yang di laporkan itu kebalikan. Maureen yang akhir-akhir ini selalu cari masalah ke Asya."

"Maureen juga yang kemarin melabrak Asya. Bukan Asya." jelas Asya.

Ustadzah Abel menghela napasnya. "Maaf, Asya. Kemarin, Maureen melapor bahwa Ia di labrak. Di pipinya, ada memar bekas pukulan. Kalau kamu yang di labrak, kenapa kamu gapapa?"

"Ustadzah ga percaya sama Asya?" tanya Asya tak percaya.

"Maaf, bukan ustadzah tidak percaya. Tapi, dari bukti, fisik Maureen yang terluka,"

"Tapi bukan Asya yang mukul Maureen ustadzah?! Bukan Asya yang bully dia! Bukan Asya yang labrak dia!" jelas Asya.

"Cari bukti supaya kami bisa percaya." saut Gus Afzal.

"Gus?" Asya menatap Gus Afzal dengan tatapan sendunya. Apakah beliau juga tidak percaya?

"Cari bukti, saya kasih waktu selama 3 hari. Jika kamu tidak mendapat bukti apa-apa, kamu bisa mendapat takziran."

"Gus ga percaya sama Asya?" tanya Asya pelan.

Gus Afzal diam. "Silakan kembali ke aktivitas yang sempat tertunda. Saya pergi, Assalamualaikum,"

"Wa'alaikumussalam,"

***

Asya berjalan lemah menuju kelasnya. Di koridor, Ia tak sengaja melihat Maureen. Ia memperhatikan Maureen dengan seksama. Memar bekas pukulan yang katanya berada di pipi itu, tidak ada. Akhirnya, Asya menghampiri Maureen.

"Maureen Anthesa," panggilnya.

Maureen menghentikan langkahnya. Lalu, berbalik menghadap Asya. Ia tersenyum penuh arti menatap kehadiran Asya.

"Hai, Nazillasya,"

Maureen

"Maureen, kamu yang melaporkan saya?" tanya Asya langsung ke intinya.

"Kamu yang menuduh saya melakukan pembullyan?"

Maureen mengangguk singkat. Membuat Asya menatap tak percaya gadis dihadapannya.

"Kenapa? Apa kamu belum puas juga, Maureen?"

"Saya, tidak akan puas, Asya. Tidak akan pernah. Sebelum kamu meghilang, saya tidak akan berhenti membuat hidup kamu hancur."

"Manusia ga tau diri!" sarkas Asya.

"Butuh kaca? Kamu, lebih tidak tau diri kalau lupa."

Diam-diam, Asya memperhatikan bagian wajah Maureen. Tidak ada bekas memar yang tertinggal di wajah cantiknya.

Asya tersenyum. "Bekas pukulannya kemana, Mau?"

"Kata ustadzah Abel, di pipi kamu kemarin ada memar bekas pukulan dari aku waktu aku labrak kamu?"

"Terus, sekarang mana memarnya? Kok gaada?" tanya Asya.

"Masa, memar bekas pukulan bisa hilang gitu aja sih? Semalam doang lagi?" kata Asya dengan wajah herannya.

Maureen mengepalkan kedua tangannya. Sedetik kemudian, Ia tersenyum miring.

"Ini yang kamu lakuin dulu ke saya kalau kamu lupa, Sya."

Seketika tubuh Asya menegang. Tangannya terlihat gemetar.
"Ini yang kamu lakuin ke saya dulu, Asya. Kamu yang mengadu ke banyak orang bahwa saya adalah pelakunya, p--"

"MEMANG KAMU PELAKUNYA!" sentak Asya kelepasan.

"KAKEK KAMU YANG MELAKUKANNYA BUKAN SAYA! Kakek kamu yang mengkhianati kamu, Asya, bukan saya."

"Kakek kamu yang sudah melakukan itu semua, bukan saya." kata Maureen.

Asya semakin tidak terkontrol. Dan Maureen senang melihat itu. Keadaan koridor mulai ramai. Asya mengangkat sebelah tangannya, berniat ingin menampar Maureen yang sudah lancang menjelekkan kakeknya.

Belum sempat menampar, tubuh Maureen sudah limbung, hingga pipi kanannya mengenai pinggiran pintu sehingga membuatnya terluka.
Asya melebarkan matanya melihat itu.

"Ma--"

"NAZILLASYA, APA YANG KAMU LAKUKAN?!"

Seketika para santriwati berkumpul. Melihat apa yang terjadi sampai gus Afzal berteriak marah seperti itu. Kerumunan itu semakin sesak, membuat Asya semakin bergetar ketakutan. Ia meringkuk, mundur dari banyaknya santriwati yang mengerubungi Maureen.

"Bukan Asya.."

"Asya belum apa-apa in dia," lirih Asya.

"Mau mengelak lagi? Tadi kamu bilang bahwa bukan kamu yang melabrak Maureen, tapi sekarang kenyataannya?"

"Bukan Asya, Gus,"

"Wallahi, Asya belum nyentuh Maureen sama sekali," kata Asya berusaha menjelaskan.

"Saya tidak peduli. Silahkan ke ruang keamanan setelah ini."

"Gus, Asya ga ngapa-ngapain Maureen!"

"Buktinya Maureen terluka saat bersama kamu, Nazilla!"

Asya menatap gus Afzal dengan air mata yang mulai mengalir.
"Gus?"

"Maureen kayak gitu karna dirinya sendiri! Dia yang tiba-tiba limbung, Asya ga ngapa-ngapain dia!!"

"Ke ruang keamanan sekarang."

"Gus??"

"SEKARANG ATAU SAYA KEMBALIKAN KAMU KEPADA ORANG TUA KAMU?!"

¶¶¶
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

--pada saat bulan mulai terang, 04.14. sedikit dulu, ya

ASTAGHFIRULLAH, GUS AFZAL! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang