20. Kertas Putih untuk Asya

5.9K 564 217
                                    

Sore ini, di dapur ndalem, Asya memasak sembari mendengus kesal. Bagaimana tidak, sedari tadi gus Afzal terus saja merecokinya saat memasak. Berbicara panjang kali lebar walaupun tidak di dengarkan. Membujuknya untuk memaafkan walau tidak di gubris. Membuat Asya pening sendiri.

Bukan hanya Asya, tapi, mbak ndalem dan kang Nasrul juga ikut pening. Gus yang biasa diam, anteng, gak banyak omong, dan cuek, saat ini menjadi sangat cerewet.

"Zill, maafin saya dongg," ujar Gus Afzal dengan wajah melasnya.

"Zil, beneran masih marah?"

"Zill, kan saya udah minta maaf?!"

"Zizill! Aghhr, maafin saya dongg. Saya kan ga bermaksud buat ga percaya sama kmu."

"Zil, kamu gak kangen sama saya?"

"Zill, saya capek, loh berdiri terus."

"Marahnya jangn lama-lama dong, Zil,"

"hiks, ZILAAA! JANGAN CUEKIN SAYA,"

"ASTAGHFIRULLAH, UMI ANAKNYA BOLEH ASYA BUANG GAK?!"

"Astaghfirullah, Ra? Kenapa? Mas? Kamu juga kenapa? Kok nangis?" tanya Umi yang berlari dari ruang tengah ke dapur.

Asya mematikan kompor, lalu menghampiri Umi Fatimah. "Gus nya ngerecokin Asya masak, Umi," adunya.

"Zizil yang gak mau maafin Afzal, Umi," sanggah Gus Afzal.

Asya mendelik kesal, "Gus kok jadi salahin Asya, sih?!"

Umi memijat pangkal hidungnya. Padahal Gus Afzal sedang sakit, tapi, bisa-bisanya masih berantem sama Asya.

"Sttt! udah. Mas, balik ke kamar. Istirahat. Zahra lanjutin masaknya. Nanti umi bantu, sekarang Umi urus bayi besar dulu, ya, gapapa?"

Asya menatap Gus Afzal yang melebarkan matanya. Ia tersenyum senang, lalu menganggukkan kepalanya.

"Gapapa kok, Umi. Umi urus bayi besarnya dulu aja. Asya bisa lanjutin ini kok." kata Asya sembari tersenyum manis.

Gus Afzal semakin melebarkan matanya, kala mendengar Asya menekan kata 'bayi besarnya'.

"Ka--"

"Mas, diam! Ke kamar sekarang!" potong Umi, lalu menarik tangan gus Afzal.

Asya cekikikan melihat muka masam gus-nya. Sedangkan mbak ndalem dan Kang Nasrul hanya bisa menahan tawa kala melihat muka melas gus Afzal.

"Astaghfirullah," gumam Asya.

"Kalian memang seperti itu, ya?" tanya Kang Nasrul tiba-tiba.

"Kang Nasrul tanya siapa?" sahut Asya.

"Kamu, Sya. Kamu memang selalu seperti itu dengan gus-nya?"

Asya tersenyum tipis. Ia memotong beberapa bumbu untuk masakannya. "Sedari kecil, Asya udah deket sama keluarga Umi, Abi, Kang."

"Dari kecil, Asya udah manja sama keluarga Umi, Abi. Tapi, gak sama gus Afzal."

"Kata orang-orang sih, Asya sama Gus Afzal kalau udah di satuin itu jayak tom & jarry. Berantem terus. Gak pernah tuh yang namanya sehari damai kalau ketemu."

"Pasti adaaa aja yang jadi bahan buat berantem." jelas Asya.

Mbak Nadin terkekeh. "Udah jadi musuh dari kecil ya, Sya."

Asya sontak mengangguk sembari tertawa singkat. "Langganan tengkar, mbak."

"Gus Afzal kalau sama kamu juga galak, cuek, dingin gitu, Sya?" tanya mbak Dina.

ASTAGHFIRULLAH, GUS AFZAL! Where stories live. Discover now