4. Asya's Secret -1

5.8K 520 5
                                    

Malam ini, Abi Arifin akan berangkat ke Kairo. Halaman ndalem sudah ramai dengan santri yang ingin berpamitan dengan Abi Arifin.

Sedangkan di ndalem, keluarga ndalem sedang berkumpul di ruang tamu. Abi yang melihat Asya pun memanggilnya.

"Zahra, kemari nak." panggil Abi.

Dengan segera Asya menghampiri abi. Ia menundukkan kepalanya sopan. Abi Arifin mendekatkan wajahnya, tepat di samping telinga Asya. Beliau bebisik pelan.

"Dia, berada disini, Zahra."

Asya mematung kala mendengar bisikan abi. Tangannya terkepal kuat, matanya berkaca-kaca, jantungnya berdetak dua kali lebih cepat, nafasnya tak beraturan. Sekali berkedip saja, air matanya sudah jatuh.

Bayangan-bayangan beberapa tahun silam kembali menghantui pikirannya. Ia memejamkan matanya kuat. Tubuhnya bergetar.

"Abi..." lirihnya.

"Tenangkan dirimu, nak. Kuatkan imanmu. Maafkanlah mereka. Sungguh, akan damai hidupmu setelahnya."

Satu air mata lolos dari mata indah Asya. Ia menggelengkan kepalanya.
"Tidak abi. Mereka belum mendapatkan balasannya. Mereka belum mengakuinya!"

"Apa abi tidak ingat? Bagaimana mereka tertawa lepas diatas teriakan pilu orang-orang waktu itu?"

"Apa abi tidak ingat bagaimana bahagianya mereka saat melihat raut kesakitan orang-orang kala itu?"

"Kakek dan abang menjadi korbannya, abi."

"Bagaimana bisa Asya memaafkan mereka begitu saja? Sedangkan mereka sekarang masih bisa tertawa dengan lepas, seolah tidak pernah membuat kesalahan sama sekali?!"

Asya mulai tidak terkontrol. Nada bicaranya mulai meninggi dihadapan Abi Arifin, membuat gus Afzal yang mendengarnya terkejut.

"Asya! Turunkan nada bicaramu!"

Asya menghiraukan teguran dari gus Afzal. Ia mulai menatap Abi Arifin dengan mata yang memerah.

"Apa abi sudah memaafkan mereka? Apa abi sudah ikhlas atas kepergian orang-orang itu?"

"Allah maha pengampun, Zahra," sahut Abi.

"Yang Asya tanyakan adalah Abi. Apakah Abi sudah memaafkan mereka?"

"Sudah sepatutnya kita saling memaafkan."

"Apakah abi sudah benar-benar bisa memaafkan mereka?" Abi Arifin terdiam.

Asya menggeleng. Ia memegang dadanya. Lalu menunduk dalam.
"Sakit, abi.."

"Ga seharusnya mereka pergi dengan keadaan yang seperti itu, mereka orang baik, abi, hiks.."

Semua yang berada di ndalem menatap Abi dan Asya bingung. Abi menghela napasnya. Asya menangis, sesekali Ia menutup kedua telinganya.

"Gus, abi boleh minta tolong?"

"Boleh, abi."

"Tolong bilang ke Kang Nasrul, abi minta tolong untuk menunda pemberangkatan ke Kairo." ujar Abi.

Gus Afzal mengerutkan alisnya bingung. "Loh? Kenapa abi?"

"Tidak penting, gus. Yang terpenting, Zahra bisa tenang dulu."

Gus Afzal tidak bicara lagi. Beliau langsung pergi menemui Kang Nasrul, dan menyampaikan apa yang dikatakan abi tadi.

"Zahra, jangan seperti ini, nak," kata abi dengan nada yang lembut.

"Ikut abi sebentar, mau?"

Asya mengangkat kepalanya. Bukannya menjawab, Asya malah menghampiri umi, dan kembali menangis dipelukan umi.

"Hey, kok nangis lagi sih?"

"Ikut abi sebentar ya?" bujuk umi.

"Sama Umi," ucapnya pelan.

Umi tersenyum hangat. "Iya, sama Umi."

***

Disini Abi, Umi dan Asya berada. Di tepi danau yang berada dibelakang pesantren.
Abi menghela napasnya. Sedikit merasa bersalah karna telah membuat Asya kembali mengingat masalalunya.

"Zahra, maafkan abi,"

"Tapi, abi benar-benar minta tolong. Tolong, jangan lampiaskan amarahmu kepada mereka,"

"Ayo maafkan mereka. Ayo berusaha untuk memaafkan bersama abi,"

"Memang tidak mudah. Tetapi harus. Kalau kita tidak mau melakukannya, bukankah kita sangat angkuh, Zahra?"

"Allah Subhanahu wa ta'ala saja bisa memaafkan hambanya. Bahkan ketika kita sudah berbuat dosa yang sangat besar. Lalu, kita ini apa, Zahra?"

"Kita ini siapa? Kita hanya manusia biasa yang penuh dengan kesalahan. Penuh dengan kekhilafan. Ayo berusaha, nak."

Umi Fatimah hanya diam. Karena tidak tau pembahasannya. Beliau hanya mendengarkan dengan tangan yang setia mengusap kepala Asya.

"Tapi mereka jahat, Abi,"

"Bukankah kita juga pernah berbuat jahat juga?" Asya diam. Ia menundukkan kepalanya.

"Istighfar, nak. Tenangkan hati dan pikiranmu. Kuatkan lagi imanmu."

"Astaghfirullahal'adzim," lirih Asya.

Abi Arifin tersenyum tipis saat menyadari bahwa Asya sudah mulai tenang.
"Besok, Abuya akan datang. Ingin menemui cucu kesayangannya." beritahu Abi.

Asya langsung menatap abi. Bibirnya menyunggingkan senyuman tipis.
"Abuya Aim?" tanya Asya dan dijawab anggukan oleh abi Arifin.

"Tapi sebentar. Cucu kesayangannya itu siapa? Bisa saja gus galak atau ning Kinar."

Abi tertawa mendengar penuturan Asya.
"Buya ingin bertemu denganmu, Zahra. Beliau merindukan gadis kecil yang sangat manja itu."

"Ish.. abi, jangan begituuu. Asya maluu!"
Abi dan Umi tertawa melihat tingkah Asya.

Inilah yang membuat banyak santri iri kepada Asya. Karna kedekatannya kepada keluarga ndalem. Memang, sejak kecil Asya sudah kenal dan akrab dengan keluarga Abi Arifin.

Akrab dengan gus Afzal juga? Tentu tidak. Sedari kecil, gus Afzal adalah musuhnya. Gus nyebelin dan galak yang selalu nunjukin muka datarnya, katanya.

"Sudah, ayo kembali."

Abi, umi, dan Asya mengucapkan salam saat memasuki ndalem. Sampai di dalam, Asya pamit untuk ke kamar mandi sebentar.

Langkahnya terhenti kala melihat satu kotak susu rasa vanilla di atas meja makan. Yang menarik perhatiannya, ada sticky note yang menempel disana.

Ia mengambil susu itu. Lalu membaca tulisan yang ada si sticky notenya.

Habis menangis enaknya minum susu. Stock susu di kulkas masih full, apa tidak kamu minum, Zi? Sy tdk mau tau besok, harus berkurang 5 kotak.

-Athallah Afzal

Asya melebarkan matanya. Harus berkurang 5? Bahkan satu pun belum Ia minum. "Dasar gus gilaa!"

✓✓✓
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Astaghfirullah, Gus Afzal!

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

--24/365 semoga senantiasa bahagia

ASTAGHFIRULLAH, GUS AFZAL! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang