chapter 9

327 58 7
                                    

Sepulang kuliah pada hari ini, Erlan mengendarai motornya menuju ke universitas tempat Sarah menimba ilmu. Lelaki itu duduk diatas motor besarnya di dekat parkiran gedung fakultas hukum, menunggu kedatangan Sarah yang katanya akan mengembalikan jaketnya.

Awalnya gadis itu berkata mau membawanya ke asrama Erlan, namun akhirnya Erlan yang memutuskan untuk mengambil jaketnya di kampus Sarah. Lelaki itu ingat dengan apa yang dikatakan oleh Sela, bahwa sebaiknya ia berterima kasih pada Sarah terkait insiden mabuk tengah malam hari itu. Dan ini adalah salah satu prosesnya dalam meminta maaf.

Erlan menarik perhatian beberapa orang yang lewat sana. Bukan karena dia melakukan kesalahan maupun salah parkir, tapi karena pakaian yang digunakannya. Saat ini ia menggunakan korsa jurusan arsitektur, yang mana impian dari anak jurusan gedung sebelah di kampus ini.

Jurusan arsitektur di Universitas Bariwita tempat Erlan bersekolah memang merupakan jurusan yang menjadi favorite dan ranking pertama disana. Banyak menjadi pilihan nomor satu bagi anak-anak yang hendak melanjutkan pendidikan di ranah yang sama, namun seleksinya terkenal sangat mengerikan. Banyak yang tertolak dan akhirnya masuk ke universitas yang didatangi oleh Erlan saat ini.

Sebenarnya Erlan sama sekali tidak berniat untuk pamer, namun ia saat ini tidak menggunakan apapun selain korsa. Kan gak mungkin Erlan bertelanjang dada sekarang. Sebelum datang kesana ia juga tidak sadar dan tidak tahu bahwa gedung jurusan arsitektur bersebelahan dengan hukum.

Beberapa menit waktu berlalu, akhirnya gadis yang ditunggu oleh Erlan terlihat juga. Gadis itu berjalan sendirian menuju ke tempat Erlan menunggu. Lelaki itu menyambutnya dengan senyuman, sesuai dengan apa yang disarankan oleh Sela.

"Lo berani ya pakai korsa lo di kampus gue." Setelah sapaan singkat, Sarah langsung menyampaikan kalimat tersebut sembari menyodorkan jaket hitam yang dia bawa.

"Gue baru kelar kelas langsung kesini tadi, gak sadar. Sorry." Erlan langsung mengenakan jaket tersebut untuk menutupi identitas kampus Bariwata, bisa tercium aroma asing yang baru kali ini dia rasakan dari asal jaketnya.

Aroma manis bisa tercium dari sana, memberikan kesan yang feminim. Sangat berbanding terbalik dengan aroma Erlan yang cenderung maskulin.

"Gak perlu minta maaf, gue juga bukan anak arsi," celetuk Sarah dengan senyuman tipis.

Erlan juga mengulas senyuman yang sama. "Lo dah makan siang?"

Sarah menganggukkan kepalanya.

"Mau temenin gue makan siang gak? Lo bisa pesen camilan juga kalau mau, gue rasa lo lebih suka nyemil daripada makan berat," tanya Erlan. Walaupun seringkali dikira cuek dan dingin, namun sebenarnya Erlan adalah tipe yang memperhatikan detail. Tidak banyak orang yang mengetahui sikapnya yang seperti ini, sebab ia tidak menunjukkannya ke semua orang.

Sarah terkekeh. "Oke. Kemana?"

"Restoran di persimpangan ini, gue lihat rame kayanya enak," ajak Erlan.

"Penilaian lo bener. Bawa helm gak? Kalo gak gue jalan aja," ujar Sarah.

Erlan turun dari motor untuk mengambil helm lain yang dibawanya. Baru setelah itu, Erlan mempersiapkan motornya untuk berangkat. "Lo gak masalah sama motor tinggi kaya gini kan?"

"Santai. Gue naik ya," izin Sarah.

Lelaki itu menyadari banyak hal yang berbeda dari Sarah dan Sela. Jika Sela terlihat lebih ceria dan seenaknya, Sarah lebih sopan namun dingin. Sejauh penilaiannya, Sarah tidak seribet Sela dan lebih misterius. Jujur saja, hal-hal tersebut membuat Erlan menjadi penasaran dengan gadis itu dan ingin mengenalnya lebih dekat.

Between ThemWhere stories live. Discover now