chapter 1

889 90 0
                                    

Libur tahun ajaran baru sudah berakhir. Hari ini adalah hari terakhir bagi mahasiswa Universitas Bariwata untuk kembali ke asrama mereka. Tentu suasana menjadi lebih ramai dibandingkan biasanya, belum lagi lobi asrama yang dipenuhi dengan kotak paket.

Selena Maureen atau yang lebih akrab dipanggil Sela adalah satu dari sekian banyak mahasiswa yang baru saja kembali ke asrama pada minggu pagi ini dan karena ini adalah tahun ajaran yang baru, maka bawaannya sangat banyak.

"Lo gak ada niat buat bantuin gue?" tanya Sela dengan tatapan tajam pada seorang lelaki yang tengah duduk di salah satu sofa lounge lantai satu. Barang bawaan dua koper dan satu kardus berukuran sedang dia biarkan berada di kanan kirinya, sementara tas punggung dan tas yang tersampir di bahu sudah membuat pundaknya pegal.

Nama lelaki itu adalah Erlangga Pradika, lebih akrab disapa Erlan walaupun terkadang Sela memanggilnya dengan nama Erjak. Pakaian yang sedang dikenakannya sekarang cukup rapi, yaitu celana jeans dan kemeja berwarna dongker.

Erlan mengangkat kepalanya, terkekeh melihat teman sejak kecilnya itu tengah menenteng banyak barang bawaan. Bisa dibilang jumlah bawaannya dua kali lebih banyak dari miliknya. "Lo diusir dari rumah apa gimana?"

"Kalau gue diusir dari rumah mah gak bakal bawa apa-apa. Bantuin dong, udah pegel pundak gue!!" desak Sela.

Lelaki itu berdiri dari sofa dan meremas kaleng kopinya yang telah kosong. "Ogah. Gue mau pergi," ujar Erlan tak acuh. Kaleng yang telah gepeng itu ia buang ke tong sampah di sudut ruangan. Sela menatapnya kesal.

"Sok bergayaan lo, bantuin!" Sela menghentakkan kakinya ke lantai.

"Salah sendiri kemarin lo gak mau ikutan pas gue pindahan."

"Apaan tahun lalu kita pindahan bareng juga lo gak bantuin gue ya."

Erlan berdeham. "Dah ah, gue ntar telat. Selamat pindahan," ujar Erlan dengan senyumannya dan menepuk pundak Sela. Lelaki itu pergi berlalu begitu saja, benar-benar meninggalkan Sela seorang diri.

"Woi Erlan!! Awas lo ya!!" gerutu Sela kesal sembari menatap punggung Erlan yang perlahan menghilang. Lelaki itu benar-benar pergi meninggalkannya.

Akhirnya tidak ada yang bisa dilakukan oleh Sela selain memindahkan barangnya seorang diri. Gadis itu mengantre di depan lift yang baru saja tertutup karena sudah penuh. Pundaknya sekarang benar-benar sudah terasa sakit, tahu begitu daripada berdebat dengan Erlan lebih baik waktunya tadi ia gunakan untuk naik ke kamarnya saja.

Sela menepuk-nepuk pundaknya sendiri dan memiringkan kepalanya ke kanan kiri, dalam hati berdoa agar pintu akan segera terbuka.


Ting.

Doanya terkabul cepat. Gadis itu hendak menahan pintu supaya tidak tertutup dengan kakinya, namun tiba-tiba saja ada tangan dari sisi kirinya berdiri yang membantunya menahan pintu. Otomatis Sela menatap ke arah si pemilik tangan.

Itu adalah seorang lelaki. Perawakannya lebih tinggi dari Sela, mungkin tidak jauh berbeda dari Erlan. Warna rambutnya cokelat gelap, namun ketika terkena cahaya menjadi sedikit lebih terang.

“Butuh bantuan?”

Pertanyaan tersebut berhasil membuat Sela langsung tersadar dari lamunannya. Ia menjadi kikuk, menoleh ke arah lift, tas, dan pemuda itu bergantian. “Ah, iya- eh tapi ini lift untuk ke gedung asrama putri,” ujar Sela.

Lelaki itu tersenyum. “Iya, saya hanya akan memberikan ini sebentar.” Kantong kertas berwarna cokelat diperlihatkan pada Sela. Gadis itu menunduk untuk melihatnya sejenak sebelum lelaki itu kembali bicara. “Mari saya bantu.”

Between ThemWhere stories live. Discover now