chapter 4

369 79 5
                                    

Pintu kelas untuk mata kuliah Desain Digital sudah terbuka. Sela yang baru saja sampai di lorong langsung berlari untuk mengantre masuk ke dalam kelas.

Hari ini kelasnya memang cukup ramai dibandingkan dengan biasanya, sebab tak hanya beberapa mahasiswa fashion design yang mengikuti kelas ini tetapi gabungan dengan mahasiswa dari jurusan seni yang lain.

Dibandingkan dengan orang-orang familier, Sela lebih banyak tidak mengenali teman kelasnya ini.

Seorang gadis bersurai hitam panjang dari dalam kelas melambaikan tangannya ke arah Sela. Gadis yang masih tertahan di pintu masuk itu balas melambaikan tangannya. Dengan kemampuannya untuk menyalip, Sela akhirnya bisa masuk ke dalam kelas.

“Tumben mepet banget datengnya,” ujar gadis yang melambaikan tangannya ke arah Sela tadi, Rina.

“Antre toilet dulu tadi,” jawab Sela sembari melewati depan Rina untuk duduk di sebelah kanan si gadis. Rina mengambil tasnya dari tempat duduk sebelah kanan, sengaja menyisakan satu tempat tersebut untuk Sela.

Beruntung Rina sudah datang lebih dulu. Kalau tidak, mungkin Sela akan kebagian tempat duduk paling belakang atau paling depan. Tempat duduk pilihan Rina memang selalu strategis, tepat di tengah kelas sehingga tidak terlalu dekat pun tidak terlalu jauh dari layar proyektor.

Kurang lebih satu setengah jam sudah berlalu. Jika dilihat dari waktu sebenarnya, masih ada sepuluh menit lagi sebelum kuliah desain digital hari ini berakhir. Sela sudah mulai tidak fokus, terlebih banyaknya mahasiswa yang mengikuti kelas membuatnya merasa lebih leluasa- sebab dosen tidak memperhatikan peserta kuliahnya satu persatu.

Di deretan mejanya saat ini, ada 4 kursi yang terisi. Rina duduk di bagian sisi luar kiri, diikuti dengan Sela yang duduk di sebelah kanannya. Lalu, disebelah kanan Sela juga ada dua orang laki-laki asing yang bukan teman satu prodinya.

Sela menoleh kearah lelaki yang duduk disampingnya, berniat untuk melihat-lihat saja. Ia menguap kemudian mengerjapkan matanya. Lelaki berkacamata yang duduk disampingnya ini tidak asing, namun ia pernah melihatnya dimana ya?

Di menit-menit terakhir kuliah berakhir, Sela hanya terus mengingat-ngingat perawakan laki-laki yang duduk disampingnya ini. Ia bahkan sampai tidak menyadari kalau dosennya telah keluar dari ruangan jika lengannya tidak sengaja tersenggol oleh lengan Rina.

“Astaga,” celetuk Sela sembari menoleh kearah kanannya. Ia sekarang sudah ingat dengan lelaki itu.

Ucapan Sela tadi berhasil menyadarkan lelaki di sampingnya dan membuat pemuda itu menoleh kearah Sela. “Oh?!” Mereka saling bertatapan, sama-sama mengenali satu sama lain walaupun tidak tahu nama.

“Lo yang kemarin bantuin gue di lift kan?” tanya Sela dengan bersemangat. Jari telunjuknya mengacung kearah lelaki itu dengan senyuman lebar pada paras.

“Ah, bener! Kita pernah ketemu di lift sebelumnya,” respon lelaki itu. Sela kini bisa menghela napas lega, setidaknya ia tidak salah mengenali orang.

“Gue hampir aja gak ngenalin, soalnya lo kemarin gak pakai kacamata. Ternyata lo anak kelas ini juga. Gue Sela by the way, fashion design tahun ketiga.” Sela mengulurkan tangannya. Ia sudah bicara lebih santai karena mengetahui bahwa kemungkinan besar lelaki ini adalah teman satu angkatannya.

Lelaki itu melepaskan kacamatanya dan membalas uluran tangan Sela. “Iya, gue kalo kuliah emang pakai kacamata. Gue Mikael, bisa dipanggil Mike, film semester lima.”

“Wow, kebetulan banget satu kelas dan satu angkatan pula. Oh ya, ini kenalin temen gue Rina. Rin, ini Mike, kemarin dia bantuin gue bawa koper,” ujar Sela memperkenalkan Rina si teman baiknya dengan Mike yang baru ia kenal.

Between ThemTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang