chapter 3

333 82 0
                                    

"Selama temenan beberapa tahun, Sela gak pernah naksir sama Erlan apa?"

Sela tertegun mendengar pertanyaan dari Mia. "Hah?" gumamnya kemudian. Sekon berikutnya ia langsung tertawa.

"Gue, naksir Erlan? Enggak dulu deh," tambah Sela. Ia menggelengkan kepalanya mantap, seakan-akan seperti menyangkal keras pertanyaan dari Mia.

"Gue sering sih dapat pertanyaan sejenis ini, tapi pertanyaannya gak spesifik begini," sambung Sela. "Biasanya pertanyaannya tuh, emang bisa ya cowok cewek sahabatan lama tanpa gak naksir satu sama lain, gitu."

Mia tertawa. "Itu juga gue penasaran sih, berarti kalo Sela gak pernah, Erlan pernah?"

Pertanyaan yang lebih tepat ditujukan pada Erlan tersebut bukannya langsung di jawab oleh Erlan, tapi malah di jawab oleh Sela. Gadis itu lebih cepat dalam menanggapi pertanyaan pasaran seperti itu dibandingkan Erlan. Sudah terbiasa juga.

"No, no, no. Enggak pernah. Khusus kami, gak ada yang namanya suka-sukaan selain sebagai seorang teman atau sahabat. Kita udah kaya saudara kandung malah, ya gak?" tanya Sela meminta validasi pada Erlan.

"Iya kah? Ogah saudaraan sama lo," jawab Erlan. Sengaja menggoda Sela dan Sela sudah sangat terbiasa dengan sikap Erlan yang seperti itu. Maka, satu pukulan pada lengan pun diberikan oleh Sela pada Erlan.

Interaksi antara Erlan dan Sela saat ini memang sangat menghibur bagi Mia. Berhasil membuat gadis itu menjadi tidak berhenti tertawa. Keduanya memang menggemaskan, jika Sela dan Erlan berkencan pun Mia akan mendukung keduanya.

"Percaya kok gue, percaya," celetuk Mia.

Kelas perdana semester ganjil dimulai pada hari ini. Ajaibnya, pagi ini Sela tidak terlambat bangun. Malahan dia sudah bangun sebelum alarmnya berbunyi.

Drrt, drrt, drrt.

“Sel, hape lo nyala mulu tuh. Telepon masuk kayanya.”

Sela menoleh kearah Mia yang memberitahu bahwa ponselnya berdering. Gadis itu mematikan hairdryer sejenak dan berjalan ke arah kasur. Ponselnya memang tertimpa bantal separuh, mungkin itu yang membuat suaranya menjadi sedikit teredam.

Dahinya mengerut ketika melihat nama Erlan yang terpampang pada layar, namun baru hendak mengangkat telepon panggilan tersebut sudah dimatikan. “Kenapa nih anak pagi-pagi,” gumam Sela sambil menggulir notifikasi ponsel.

Lima panggilan tidak terjawab dari Erjak, tanpa ada pesan apapun.

Sela sudah berniat untuk menelepon balik, namun ketika akan menekan tombol panggil ponselnya kembali bergetar. “Dih, gak sabaran banget ni bocah,” Sela pun menerima panggilan tersebut. “Ade ape bos?” tanyanya langsung seraya kembali duduk di meja rias.

Dah bangun belom lo?

“Ya menurut Anda aja gimana pak. Ngapain telpon?”

Gue kira lo belum bangun. Kelas sesi 2 kan lo.”

“Iya, ganteng. Dah mandi, dah dandan, terus lagi ngeringin rambut nih.”

Buruan turun ke longue, gue udah beli sarapan. Jangan lupa sweater, jaket, hoodie atau apapun itu pakaian hangat.”

Iye sabar, apa lagi?”

Tut, tut, tut. Panggilan terputus.

“Eh buset nih orang,” gerutu Sela yang bingung karena panggilan tiba-tiba terputus. Ia kembali melempar ponselnya ke atas kasur dan melanjutkan kegiatannya yang sempat terhenti.

Between ThemМесто, где живут истории. Откройте их для себя