10

166 8 0
                                    

Jam sudah menunjukkan pukul 5.45 dan Glo sudah siap untuk berangkat ke sekolah.

Radit? Entahlah.

"Radit," teriak Glo dari depan pintu Radit.

Tidak terdengar suara dari dalam. Sama sekali.

"Gue masuk, nih, ya," ujar Glo.

Nihil.

"Beneran masuk ini, gue," nada suara Glo jadi nada mengancam.

"1...2...3," gumam Glo.

Glo membuka pintu Radit perlahan-lahan dan mendapati Radit sedang menikmati tidurnya. Tengkurap. Shirtless.

"Eh, anjir! Lo bangun sekarang juga terus pake baju sana!" teriak Glo sambil menutup mata dan memukul-mukul pantat Radit.

Radit mengapit kepalanya dengan bantal guling. "Anjir. Lo ribut banget, elah. Gue pantatin juga, nih," ancam Radit.

"Bangun nggak, lo?! Hah?!"

"Lima menit lagi, ya ampun. Masih gelap ini," racau Radit.

"Udah jam 7, Dit. Gue pergi naik angkot. Nasib lo, lo yang tentuin."

Glo tersenyum licik dan melangkah keluar dari kamar Radit.

Gue perlu ngabarin Kevin. Padahal baru kemarin dia berangkat, gue udah kangen aja. Gumam Glo.

Gloria Wsksr: Kevin, gimana kabar kamu? Baik-baik aja, kan? Aku lagi prepare mau ke sekolah. Kamu pasti sibuk, kan? Aku nggak maksa kamu buat ngasih kabar, yang aku mau, kamu jaga kesehatan. Baik-baik, ya, disana. Jaga mata dan hati kamu. Aku sayang kamu. (P.S: aku udah kangen banget)

"Glo, lo nggak bener-bener pergi duluan, kan?" teriak Radit dari dalam kamarnya.

"Glo udah nggak ada," teriak Glo dari ruang makan.

"Entar, napa. Gue mandi dulu, ya. Lima menit lagi gue keluar."

"Cepetan."

***

"Lice, badan lo hangat dari malam. Suster tadi bawain lo obat. Bangun dulu, minum obatnya," ujar Rejo perlahan sambil menepuk-nepuk pipi Alice yang sedang tertidur pulas.

Alice menggumam tidak jelas.

Rejo menahan tawanya. "Hei, lo lucu banget kalo lagi gitu. Bangun bentar napa, Lice. Lima menitan doang. Elah, semenit aja nggak sampe, ini," racau Rejo frustasi.

"Lo juga lucu, nyet, kalo lagi gitu," Alice tersenyum.

"Minta diketekin ini orang," gumam Rejo kesal.

"Ya udah, siniin obatnya," ujar Alice yang masih berusaha mengumpulkan nyawa.

Rejo tersenyum dan memberikan obat yang diminta Alice.

"Mana airnya?" tanya Alice.

"Lo masukin aja obatnya ke mulut lo, nanti gue yang kasih minum, biar romantis," Rejo memainkan alisnya.

"Suka-suka lo dah."

Alice pun meminum obatnya. Ia benar-benar tak ingin mendengar ocehan Rejo karena kemalasannya untuk menjaga stamina tubuhnya.

"Ein."

"Hm?"

"Menurut lo, gue ada harapan buat hidup nggak?"

Rejo terdiam sejenak dan menggenggam tangan Alice.

"Lo bisa nggak, jangan nanya yang begituan? Seakan-akan lo udah mau pergi aja, tau, nggak? Gue nggak suka, Lice."

Stars Can't Shine Without DarknessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang