25

34 5 0
                                    

Meisya sampai di club dengan napas tersengal. Pasalnya ia harus sedikit berlari karena Alex menelponnya berkali-kali. Entah apa yang sedang dikerjakan anak itu, Meisya hanya menebak kalau Alex sudah dikuasai minuman, melihat bicaranya yang tidak keruan.

Benar saja, gadis itu melihat Alex duduk di sofa dengan posisi menelungkup di atas meja, lunglai. Ia buru-buru menghampiri.

"Lex!" Coba ditepuknya pipi kiri kekasihnya itu. "Lex, ini aku Meisya."

Yang dipanggil mencoba membuka mata dan mengangkat kepala. Samar-samar dilihatnya wajah Meisya begitu dekat dengannya. Alex melebarkan bibir tersenyum cengengesan.

"Ayo bangun, aku akan mengantarmu pulang."

Meisya memanggil pelayan bertanya bil pembelian. Segera digeledah pakaian Alex, mencari dompet pemuda itu. Nyatanya tak ada apapun. Semua kantong bajunya kosong. Apakah Alex tak membawa dompet? Ia mendengus mengingat kembali nominal harga total.

Alex sialan! Sengaja dia membuatku miskin.

Meisya mengeluarkan credit cardnya pada pelayan yang masih berdiri menunggunya. Hanya beberapa saat dan pelayan itu kembali memberikan kartu miliknya.

"Alex, ayo kita pulang sekarang!" Kali ini Meisya sedikit memaksa.

"Aku tidak mau pulang. Aku benci rumahku!"

Meisya melotot. Ada apa dengan anak ini? Kenapa tiba-tiba bicara begitu?

"Tidak! Kau harus pulang! Ayo cepat bangun!"

Meisya tersentak saat tangannya ditepis dengan kasar oleh pemuda di depannya.

"Sudah kubilang, aku tidak mau pulang! Kau saja yang pulang sendiri. Biarkan aku disini."

Meisya berkacak pinggang. Menatap Alex dengan wajah kesal. Ia merasa jengah. Ini bukan kali pertama Alex bersikap demikian. Membangunkan dirinya yang tengah asik bergelut dengan mimpi, dan menyuruhnya datang ke club segera. Alih-alih sekedar menemani minum, lebih seringnya Meisya mendapati kekasihnya dalam keadaan tak sadarkan diri. Mabuk. Sehingga mau tak mau gadis itu harus berkorban, mengantar Alex menuju apartemennya. Apakah Meisya harus menyesal menjalin cinta dengannya?

Tidak! Tujuanku belum tercapai.

~~

Meisya memencet digit angka yang sudah ia hafal sebelumnya. Selama ini, dia selalu mengantar Alex ke apartemen pemuda itu. Untuk rumahnya sendiri, yang pasti Meisya masih belum tahu. Alex tak pernah berterus terang padanya.

Dengan tertatih-tatih, Meisya menyeret Alex menuju kamar. Badannya luruh ke lantai setelah berhasil membawa Alex ke tempat tidur. Disandarkan kepalanya pada kaki ranjang. Belum juga berhasil apa yang dia inginkan, Meisya merasa sudah lelah. Harus sampai kapan ia seperti ini?

Meisya berdiri dari tempatnya, memutuskan untuk pulang. Tapi belum sempat kakinya melangkah, suara Alex membuatnya mengurungkan niat.

"Jangan pergi!"

Terdengar lirih, namun masih cukup jelas didengar. Meisya tak jadi melangkah. Ia menoleh, menatap Alex sambil tertegun. Pupil matanya mendadak membayang, ia jatuh dalam lamunannya sendiri untuk beberapa saat lamanya.

~~

Meisya berusaha dengan susah payah menggeser tubuh di sampingnya. Ia sedikit memaki ketika tangan putih kekar tersebut makin mengeratkan pelukan, melingkar di pinggangnya. Meisya kesal. Ia ingin segera pergi dari tempat itu. Ada masalah lain yang ingin ia selesaikan.

Pada akhirnya ia berhasil keluar dari kungkungan Alex. Wajahnya meringis manakala merasakan perih di sekitar pangkal pahanya.

"Assshhh."

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Apr 30, 2023 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

My QUEENWhere stories live. Discover now