Dengan seragam silat berwarna putihnya, Ajma bersiap untuk melaksanakan tes yang akan ustadzah nya berikan.

"Baik, ada 2 pilihan tes untuk Ning Ajma. Lawan saya atau berlari menghindari saya" Ajma terdiam menimang-nimang keputusannya.

Jika Ia melawan Ustadzahnya ini, sudah pasti tak akan menang tapi, jika Ia melakukan lari penghindaran apakah yakin Ia tak akan tertangkap di tengah jalan nantinya? Tes ini hanya sekali, jika Ia gagal maka akan mengulang tahun depan dan itu artinya Ia tak akan mendapatkan sabuk hijaunya tahun ini.

"Saya pilih lari penghindaran" putus Ajma akhirnya. Ia rasa berlari lebih baik dari pada melawan. Karena biasanya pun anak-anak yang lain selalu memilih tes ini saat naik tingkat ke sabuk hijau.

"Baik, rutenya dari lapangan ini kamu berlari lurus dan finish nya di pohon rindang yang ada di dekat sungai. Peraturannya, kamu berlari dan saya mengejar kamu. Kamu harus berusaha sebisa mungkin untuk menghindari serangan saya sampai garis finish. Paham?"

"Paham ustadzah"

Ajma mengatur nafas dan mengoptimalkan degup jantungnya yang dag dig dug tak karuan.

"Siap?" Ajma mengangguk.

"3,2,1" Ajma pun berlari duluan. setelah di rasa Ajma sudah sedikit menjauh ketengah, sang ustadzah pun melangkah berlari mengejarnya dengan secepat mungkin.

Dengan laju larinya yang lumayan kencang, Ajma dapat terbantu untuk berlari menghindari kejaran ustadzah nya itu. Sesekali Ia menoleh ke belakang untuk mengecek jarak larinya dengan sang Ustadzah.

Bruk...

"Astagfirullah" ucap laki-laki berkemeja hitam yang sedang berjalan santai namun, tiba-tiba ada seorang gadis yang sedang berlari dan menabrak pundaknya cukup keras.

Ajma terjatuh telungkup di tanah. Ia berusaha menahan rasa sakit di jidatnya akibat sempat terhantam pundak laki-laki yang di tabrakannya.

'Duh, pake nabrak orang segala lagi. Bisa-bisa aku gak lulus tes kalo ketangkep. Aku pura-pura pingsan aja deh biar ustadzah nya maklum. Semoga ada anak PMR yang mau gotong aku' batin Ajma.

"Ya Allah Ning" ustadzah itupun mendekati Ajma dengan khawatir dan membalik tubuhnya yang semula telungkup.

"Maaf Gus" ucap sang ustadzah merasa bersalah kepada laki-laki itu.

"Ning Ajma bangun Ning" sang ustadzah berusaha membangunkan Ajma dengan penepuk-nepuk pipinya. Namun, hasilnya nihil Ajma sama sekali tak mau membuka matanya.

"Pingsan?" Laki-laki itupun bersuara dengan nada dingin.

'Kaya suaranya Mas Kazam' batin Ajma.

"Sepertinya Gus" balas sang ustadzah.

"Coba ustadzah minggir dulu" perintah Kazam. Dengan perlahan, ustadzah itupun membaringkan tubuh Ajma di tanah sepenuhnya.

Kazam memperhatikan wajah Ajma sambil menghela nafas.

"Bismillahirrahmanirrahim" ucap Kazam sebelum akhirnya Ia berjongkok di depan tubuh Ajma dan menggendongnya bridal style.

Deg...

Ajma terkejut saat merasakan tubuhnya melayang bukan karena sebuah tandu PMR melainkan yang Ia rasakan seperti di gendong oleh seseorang.

'Duh, jangan-jangan cowok yang suaranya mirip Mas Kazam tadi yang gendong aku' batin Ajma menebak-nebak tapi, Ia tak berani untuk membuka mata dan mengecek karena Ia yakin pasti masih ada ustadzah di sekitarnya.

Kazam pun berjalan pergi dengan langkah cepat sambil menggendong tubuh mungil Ajma yang konon katanya pingsan. Tercetak raut khawatir dari wajah Kazam. Ia sesekali menatap wajah Ajma yang masih menutup mata berharap gadis itu akan segera bangun dari pingsannya.

Different Brother✔Where stories live. Discover now