Bab 21 ~ Salsa?

6 4 2
                                    

*
*
*
*

Kini jam sudah menunjukkan pukul sebelas malam, namun, Langit masih enggan untuk tidur. Ia melirik Bulan yang berada disampingnya. Wajah tenang itu membuat Langit salah fokus. Ia terus memandangnya.

"Lia, kalau gue jatuh cinta sama Bulan gimana? Lo marah gak?" tanya Langit, seakan-akan Lia berada disitu.

Yah, walau bagaimanapun, Lia adalah cinta pertama Langit dan tidak pernah memberi luka kepadanya, tentu saja Langit masih sulit untuk melupakan Bulan, tapi apa salahnya jika Langit membuka hatinya untuk wanita lain. Bukankah itu lebih bagus?

"Lia, gue gak bermaksud khianati lo ... sampe sekarang gue masih cinta sama lo," gumam Langit.

Langit lalu bangkit dari tidurnya. Ia berjalan menuju jendela kamar dan membuka gorden kamar. Ia memandang langit malam yang dipenuhi bintang-bintang, tak lupa dengan bulan yang menyinari bumi.

"Lan! Malam ini langit terlihat cerah, bulan pun sudah menampakkan dirinya tanpa ada awan yang menutupi," ucap Langit sembari menoleh ke arah Bulan yang masih setia menutup matanya.

Langit lalu kembali menutup gorden dan menghampiri Bulan. Ia duduk disamping kasur lalu mengusap kepala Bulan dengan penuh kasih sayang.

"Gue udah nyaman sama lo, Lan. Gue akan berusaha buat cinta sama lo. Gue akan sebisa mungkin memberikan lo kebahagiaan. Mulai dari detik ini dan seterusnya ... ini janji gue, Lan," ungkap Langit yang tentu saja tak  didengar oleh Bulan.

"Maaf, gue pengecut, gak bisa ngomong langsung ke lo," kekeh Langit kemudian meng3cup kening Bulan.

Langit lalu berpindah posisi agar berbaring di samping Bulan lalu memeluknya erat. Ia harus melakukan ini, mungkin saja dengan cara itu, cinta akan tumbuh begitu saja.

****
Pagi pun tiba. Matahari menyinari bumi dengan senang hati, beberapa burung berterbangan di udara, menghiasi langit yang sedikit hampa karena tak ada awan.

Mata Bulan perlahan terbuka. Ia mengucek matanya sebentar karena merasa sedikit kabur. Lalu melirik sebuah tangan yang terletak di atas perutnya. Bulan kemudian melirik kesamping Kananya yang ternyata Langit tengah memeluknya. Wajah Langit pun begitu dekat dengan wajahnya.

Masih pagi begini, Bulan sudah dilatih senam jantung karena ulah Langit. Namun, Bulan tak berniat untuk bangkit, ia malah menikmati pemandangan pagi ini. Ini pertama kali buat Bulan menatap seorang pria sedekat sekarang ini.

Wajah tampan Langit benar-benar membuat Bulan hampir saja kehilangan akal sehat.

"Lia, maafin aku karena udah jatuh cinta sama Langit," ucap Bulan dalam hati.

Ia sedikit merasa bersalah. Karena Lia hanya menitipkan Langit untuk ia jaga, dan sekarang malah menjadi istri Langit. Bukankah itu penghianatan?

"Gue tau, gue emang ganteng," ucap Langit dengan suara serak membuat Bulan tersadar dari lamunannya.

"Hah?"

"Lo udah suka kan sama gue?" tanya Langit tiba-tiba membuka matanya.

"G-gak," balas Bulan gelagapan.

Cup!

Mata Bulan melebar karena Langit meng3cupnya tepat di b1b1rnya. Tanpa rasa bersalah Langit langsung pergi masuk ke dalam kamar mandi. Bulan masih terus mematung, ia tak percaya dengan kelakuan Langit.

Perlahan Bulan memegang b1b1rnya. Yah, walaupun ini bukan pertama kalinya buat Bulan dan Langit. Tapi tetap saja aneh. Apalagi Langit melakukannya dengan sedikit rasa cinta mungkin. Jadi, Bulan merasa ada yang berbeda?

Bulan pun memilih bangkit dari pembaringan lalu langsung menuju dapur. Ia tak mau bertemu dengan Langit, takut jika jantungnya tak aman lagi.

Sesampainya di dapur, Bulan sudah mendapatkan Zaiya yang sedang memasak.

"Mama masak apa? Bulan bantu ya?"

"Boleh, kamu tolong lihat sup yang ada di sana," tunjuk Zaiya ke panci yang masih berada di atas kompor yang menyala.

Bulan pun mengangguk, lalu membuka tutup pancinya dan mencicipi sup tersebut. Alis Bulan bertautan bersamaan dengan mata yang memicing. Lalu Bulan pun mengambil garam yang berada disampingnya dan menaburi sedikit, setelah itu mengambil lagi bumbu-bumbu lainnya yang menurutnya masih kurang.

Setelah merasa pas, Bulan pun kembali menutup sup itu, menunggu agar sup itu lebih matang.

Tanpa perintah dari Zaiya, Bulan pun mempersiapkan alat makan dan meletakkannya di meja makan.

Beberapa menit berlalu akhirnya semua persiapan untuk makan telah selesai, keempat orang sudah duduk di kursi mereka masing-masing. Bulan terus saja menunduk karena masih malu dengan perlakuan Langit tadi. Langit pun sama, ia merutuki dirinya sendiri karena melakukan hal yang belum waktunya untuk ia lakukan.

"Kalian berantem?" tanya Zaiya yang bingung dengan tingkah anak dan juga menantunya ini.

"Gak, Ma," jawab keduanya secara bersamaan.

"Loh," heran Zaiya.

"Udah-udah. Lebih baik kita makan saja," sela Abi.

Akhirnya semuanya pun fokus dengan makanan mereka masing-masing.

***
Siang ini, Langit pergi entah kemana tanpa memberitahu Bulan. Sedangkan Zaiya lagi keluar bertemu teman-teman arisan dan Abi tentu saja pergi ke restoran yang ia kelola saat ini.

Bulan menjadi bosan saat ini. Ia hanya berguling-guling di kasur sembari membaca novel.

Ting! Tong

Bulan mengernyit bingung, tapi didetik berikutnya, Bulan pun bangkit dan menuju pintu. Sesampainya di pintu, Bulan langsung membukanya, namun, tak ada orang sama sekali.

Beberapa kali Bulan menengok kiri dan kanan, berharap ia menemukan seseorang. Namun, hasilnya tetap sama. Bulan pun hanya mengangkat bahunya dan memilih untuk menutup pintu, tetapi ada sesuatu yang membuat Bulan salah fokus.

Bulan pun kembali membuka pintu dan mendapatkan sebuah kotak. Disana tak ada nama pengirim ataupun tujuan pengirim.

"Loh, ini punya siapa?" gumam Bulan bingung. "Apa mereka salah nganter paket?" gumamnya lagi.

Karena tak mau berpikir lama, Bulan pun memilih membawa masuk kotak itu lalu mendudukkan dirinya di sofa ruang keluarga. Bulan pun merobek bungkusan kotak itu lalu dengan perlahan ia membukanya.

"Aaaaa!" pekik Bulan lalu melempar kotak itu ke sembarang arah.

Bulan lalu menutup telinganya dengan wajah panik. Matanya kesana kemari, seakan mencari sesuatu. Bulan lalu berjongkok di lantai. Jantungnya berdetak cukup kencang.

Tubuh Bulan kini bergetar hebat, air matanya luruh begitu saja.

****
Disisi lain, Karang tengah menatap nyalang pada seorang gadis.

"Lo ngapain lakuin itu sama Bulan, hah!" sentak Karang pada gadis itu.

"Karena dia telah buat lo jauh dari gue!!" bentaknya menggebu-gebu.

"Itu bukan salah Bulan. Gue yang suka sama dia," balas Karang.

"Tapi tetap saja. Kalau dia gak ada disekolah ini, lo pasti gak akan dekat-dekat sama dia!!" marah gadis itu.

"SALSA!!" teriak Karang cukup keras membuat gadis itu yang bernama Salsa tersentak dengan mata yang memanas.

Salsa adalah sahabat Karang yang sudah lama menyukai Karang dan juga, Salsa adalah anak dari sahabat Zaiya yaitu Dera, dia juga mengetahui tentang pernikahan Langit dan Bulan.

Salsa yang mendapat teriakkan itu langsung berlari keluar dari rumah Karang. Selama ini, orang tuanya tak pernah membentaknya seperti itu, dan ini juga pertama kali Karang membentak dirinya.

Ia kecewa kepada Karang, bisanya Karang nyaman dengan orang baru, sedangkan Salsa sudah lebih lama bersama Karang walaupun hanya sebagai sahabat.

Diantara Bulan dan LangitWhere stories live. Discover now