Obfuscate 〜 09

300 55 22
                                    

- ʜᴀᴘᴘʏ ʀᴇᴀᴅɪɴɢ -

Lo bahagia?

- ᴏʙꜰᴜꜱᴄᴀᴛᴇ -

Menjadi mahasiswi cukup melelahkan untuk Cavella. Gadis itu menggerakkan lehernya ke kanan dan ke kiri untuk mengurangi rasa pegalnya. Ia merogoh ponselnya, memeriksa notifikasi yang masuk.

Senyumnya terbit melihat beberapa pesan dari Carvon. Seraya membalasnya, Cavella melangkah keluar ruangan, tepatnya menuju kafetaria kampus.

"Woi, Pel!"

Teriakan yang menjadi sambutan Cavella pertama kali menginjakkan kaki di ambang pintu kafetaria. Gadis itu segera beranjak mendekat.

"Dah kelar lu?"

Cavella mengangguk dua kali. Gadis itu menyandarkan tubuhnya pada kursi. "Lainnya kelas?"

Thera menggeleng. "Mereka udah pulang."

Cavella membuka mulutnya terkejut. "Gila, kesambet apa, anjing?"

"Sialan Cavella." Vino terkekeh.

Cavella mengedikkan bahunya. "Lagian biasanya kek orang gak betah di rumah," ujar gadis itu.

"Kata siapa?" sahut Baron bertanya. Cowok itu menggelengkan kepalanya dua kali. "Enakan di rumah, bikin dedek."

"Lu tiap hari ya, Ron?" tanya Vino.

"Kan biar cepet jadi, cok!"

"Tapi gak jadi-jadi," balas Vino lempeng.

Baron melipat bibirnya. Maniknya menatap Vino dengan kesal. "Vino anjing."

Cavella yang tak mengerti memilih diam. Gadis itu menatap Thera yang sibuk memakan donat di depannya. "Pipi lo astaga, Ra, makin bulet," ujar Cavella menatap gemas pipi Thera yang ikut bergerak seiring kunyahan gadis itu.

"Lucu. Pen nyubit, tapi takut digeplak Rangga," timpal Vino ikut gemas.

"Jelas," sahut Rangga yang tiba-tiba saja datang.

"Anj, kek jelangkung lo, Ga."

Rangga mengedikkan bahunya. Cowok itu menarik kursi di samping Thera. Tangannya mengusap bibir Thera yang sudah belepotan cokelat.

"Pelan-pelan, Sayang."

Thera tersenyum lebar. Gadis itu menyodorkan donatnya pada cowok itu. "Rangga mau?" tanyanya menawarkan.

Rangga menggelengkan kepalanya. Cowok itu memperbaiki jepitan rambut Thera yang akan jatuh.

"Ga, abis ini boleh beli es krim?" tanya Thera menatap Rangga penuh harap.

"Kan udah kemarin," jawab Rangga.

"Mau lagi."

Rangga menghela napasnya. "Lupa perjanjiannya?"

Thera menurunkan bahunya. Ia mengalihkan tatapannya pada donat di genggamannya, tak memperdulikan segala bentuk pengertian yang cowok itu berikan.

Cavella yang memang duduk berhadapan dengan Thera hanya bisa menghela napasnya panjang melihat interaksi pasangan itu.

Baron mengusap bahu Cavella yang membuat gadis itu menoleh. Duduk yang bersampingan jelas membuat ia mendengar helaan napas Cavella.

"Sialan, jadi penonton doang," gumam Cavella.

Baron terkekeh. "Baru Rangga, belum yang lain."

Cavella mencebikkan bibirnya. "Kenapa percintaan orang itu manis banget? Dibucinin segitunya."

𝐎𝐁𝐅𝐔𝐒𝐂𝐀𝐓𝐄 : 2CWhere stories live. Discover now