3

90 38 18
                                    

Dua gadis cantik sedak asik bermain di pinggir kolam renang tepat di halaman belakang rumah mewah bernuansa putih, mereka terlihat bersenang-senang sambil memainkan boneka kesayangan mereka yang masing-masing.

"Baby Zi tau ngga? Ely nanti kalau udah besar mau jadi pramugari biar bisa bareng abang Ezel," ujar gadis berambut hitam panjang yang terkepang dua itu.

"Hmm, Zi boleh ikut naik pesawat juga ngga?" tanya anak perempuan bergaun biru dengan pita ungu di kepalanya.

"Boleh ko nanti Baby Zi jadi penumpang pertamanya abang Ezel ya," pinta gadis itu.

Setelah perbincangan serius antara kedua anak itu tampak seorang anak perempuan muncul dan menghampiri mereka lalu dengan sengaja merampas boneka dari tangan anak bernama Ely, melemparnya kearah kolam renang lalu berlari meninggalkan mereka.

Ely yang tidak tau harus bagaimana menyelamatkan bonekanya itu tanpa pikir panjang melompat ke kolam renang. Tubuh seoarang anak berumur tujuh tahun terjun ke kolam renang tampa pengawasan sudah pasti akan berakibat buruk. 

"ABANG EZEL, ABANG EZEL!!!" teriak gadis yang diketahui bernama Baby Zi.

"ABANG TOLONGIN ELY."

Terlihat pria paruh baya berlari melompat ke dalam kolam renang, tubuh gadis mungil itu sudah terapung di permukaan air. Dengan wajah panik pria itu berusaha menyelamatkan anak perempuannya namun usahanya sia-sia gadis itu tidak dapat diselatkan.

"ELY...." teriak Danzel terbangun dari tidurnya.

Danzel merubah posisinya menjadi duduk bersandar pada sandaran kasur king size nya itu berusaha menetralkan napasnya rupanya kejadian buruk itu tidak pernah hilang dari mimpinya seperti terus menghantui. jelas saja kepergian adik perempuannya pasti sangat membekas dalam ingatannya bagaimana dengan janji mereka bukankah ia akan menjadi pilot dan adiknya adalah pramugarinya? bukankah ingin naik pesawat bersama? banyak hal yang begitu ia rindukan dari sosok Zenly.

Lamunannya terhenti ketika melihat jam sudah menunjukan pukul setengah tujuh, sangat tidak sopan jika kemarin ia sudah bolos lalu paginya harus terlambat. Terdengan juga dari bawah suara Sinta yang sudah menggelegar yang ia yakini pasti berusaha membangunkan nya.

Tidak butuh waktu lama untuk seorang Danzel Kelard bersiap, tidak lupa ia mengambil kunci motornya yang terletak di atas meja kamarnya lalu turun kebawah untuk sarapan.

"Pagi Mah, pagi juag Tuan Kelard," ucap Danzel, ingat prinsip Danzel cool  in public, manja in privat.

"Ngga usah tebar pesona, cepat makan punya jam kan? apa kurang gede jam di kamar kamu?" ujar Argan-ayah Danzel sambil melanjutkan sarapannya.

***

Danzel mengendarai motor ninja berwarna hitam itu dengan sangat cepat mengingan tinggal lima menit lagi maka pintu gerbang akan segera ditutup. Meskipun anak pemilik sekolah yang namanya telat yah telas begitulah kira-kira perkataan ayahnya.

"Sial," Danzel mengumpat melihat gerbang yang sudah tertutup rapat.

Tanpa berpikir panjang ia lantas menuju ke halaman belakang sekolah, akan lebih ribet lagi jika ia tidak masuk sekolah dan diketahui oleh ayahnya bisa-bisa motornya akan disita lagi. Mengingat suatu ketika dimana dia memilih untuk tidak masuk sekolah dan berakhir motor kesayangannya di sita dan dilarang menggunakan kendaraan umum, alhasil ia hanya berjalan kaki untuk keluar dari rumahnya namun di jemput oleh Darel.

Dari jauh tampak seorang gadis yang juga sedang berusaha memanjat tembok sepertinya gadis itu memiliki nasib yang sama dengan dirinya. Danzel pun menghampirinya bukan berniat membantu tapi memang ia juga harus naik melalui tembok itu.

"Nih tembok tinggi banget sih, emang siapa yang bangun tembok sekolah setinggi ini," lirih Vanka pikirnya siapa yang membangun tembok yang tidak sesuai dengan anak SMA apalagi untuk ukuran seorang Vanka.

Vanka melirik ke sampinya sepertinya sesuatu baru saja melewatu dirinya tapi apa itu? dia pun tidak tau.

"Dasar bocil."

Terdengar suara dari balik tembok seperti mengatai dirinya bocil, namun suara itu tidak asing di telingannya, "Pernah denger tapi dimana ya?" pikir Vanka mengingat-ingat suara itu.

"Gue bukan bocil yah, gue emang belum tinggi aja," tegas Vanka setelah mengingat pemilik suara itu tidak lain adalah Danzel.

"Jadi angin yang lewat tadi itu Danzel yang lompatin nih tembok? ko bisa yah dia seringan itu? gue kayanya harus belajar diet dari dia deh," Vanka berbicara sendiri sambil memikirkan cara diet seperti apa yang Danzel lakukan sehingga bisa seringan itu.

"Serah" ujar Danzel sebelum pergi meninggalkan Vanka dengan segala pemikirannya.

***

"DOR!!"

Vanka yang sedang sibuk dengan ponselnya sontak terkejut oleh kedua temannya yang entah dari mana tiba-tiba datang mengagetkannya.

"Dari mana aja lo berdua?" tanya Vanka

"Jajan ke kantin," jawab Clara dan Megan bersamaan, Clara Evania dan Megan Odelia mereka adalah sahabat Vanka sejak masuk SMA.

"Kalian kenal Danzel kan," Vanka kembali melontarkan pertanyaan kepada sahabatnya itu.

"Kenal, kenapa emang?" 

"Nanya doang."

Clara dan Mengan sontak ber ohh ria seperti paham gerak gerik sahabatnya itu.

Sementara itu di kelas sebelah yang merupakan kelas para anggota Tiger berada sudah ada Cakra yang sibuk dengan bimbingan matematika dari Deon yang entah sudah sejak kapan menjadi guru matematikanya.

"Nyerah gue mah NYERAH..." Deon mengangkat kedua tangannya ia sudah berusaha menjelaskan cara kerja penyelesaian matematika itu pada Cakra namun sepertinya otak Cakra menolak untuk mengerti.

"Gue juga nyerah otak gue ngga sefrekuensi ama nih mapel," Cakra pun pasrah dengan kapasitas otaknya.

Melihat tingkah kedua sahabatnya itu membuat Derel hanya geleng-geleng kepala, bagaimana bisa anggota inti Tiger terdapat dua berang-berang laut.

"Sebentar jadi kan?" perkataan Carlos membuat Deon dan Cakra saling pandang.

"jadi apaan nih ko gue ngga tau menau yah?" tanya Deon.

"Rapat" jawab Danzel.

"Ada hal penting yang harus kita omongin," sambung Carlos yang mendapat anggukan dari Cakra dan Deon.

DANZELWhere stories live. Discover now