Bab 2 - Arwah Pengganggu

14 4 0
                                    

Budi Utomo Pov

Siang yang terik membuat kulitku berkeringat. Aku beranjak dari makam istriku dan menuju ke rumahku. Suasana kota yang sangat ramai membuatku sedikit tidak nyaman, apalagi aku bisa membaca pikiran mereka semua secara acak. Aku berjalan dengan waspada agar tidak ada orang yang mengenalku. Rumahku sangat dekat dengan sekolah SMA Sejuta Harapan. Saat itu aku melewati tempat parkir sekolah karena itu adalah jalan satu - satunya menuju ke rumahku. Deretan mobil mewah berderet - deret di sebelahku. Namun, suara gaduh mengganggu perjalananku. Aku melihat 2 siswa yang sedang berkelahi, yang satunya memukul dan satunya tergeletak lemas. Mau tak mau aku harus membantu siswa itu dan melerai mereka, sementara aku membawa 1 siswa yang pingsan itu menuju kerumah ku.

Siswa itu sangat berat hingga aku kesusahan untuk mengangkatnya. Namun, aku beruntung bisa sampai kerumah dengan cepat. Aku membaringkan siswa itu yang masih pingsan lalu aku mengambil obat untuk menyembuhkan luka siswa tersebut. Terkadang aku berpikir bahwa kekuatanku ini adalah kutukan bagiku. Aku secara jelas dapat melihat mimpi siswa itu yang gelap. Siswa itu berjalan menuju rumah besar dan hendak memasuki bagian dalam rumah tersebut. Aku yang mengetahui rumah itu lalu menghalangi siswa itu masuk dengan cara memukulnya menggunakan tongkat bisbol.

"Braakk"

Rasa sakit itu tidak akan terasa padanya karena itu hanyalah mimpi. Namun, itu bukanlah mimpi biasa. Sejak saat itu aku tahu bahwa siswa itu ada hubungannya dengan ku. Tak lama kemudian, siswa itu terbangun dan menatapku ketakutan. Aku tidak bisa melakukan apapun karena pita suara ku putus alhasil aku tidak bisa berbicara kecuali jika aku menggunakan kekuatanku.

"Siapa kau?", Ucap siswa itu menatap takut kepadaku.

Ia hendak untuk berlari, namun rasa sakit menghalanginya. Aku mengobati lukanya dengan obat yang ku buat sendiri. Obat itu cukup manjur karena dalam 10 detik saja luka siswa itu langsung sembuh. Aku membiarkan siswa itu jika dia mau. Namun tidak seperti dugaan ku, ia malah mengucapkan rasa terimakasihnya padaku. Dia lalu mengeluarkan dompet tebal dari sakunya dan memberikan sejumlah uang yang sangat banyak kepadaku.

"Terimakasih, kek telah menolongku.", Ucapnya dengan rasa menyesal dan malu - malu.

Aku menolak uang itu karena bagiku uang tidaklah penting dan karena uang lah aku hidup seperti ini. Tak lama kemudian telepon genggam milik anak itu berbunyi dan menunjukkan bahwa ibu dari anak itu sedang menghubungi nya.

"Andri dari mana saja kau!", Suara dari ponsel itu.

Lagi - lagi aku berpikir bahwa ada yang salah dengan anak itu. Firasat ku sangat buruk tentangnya. Lama sekali aku menatap anak itu, tanpa sadar jika anak itu sudah menutup teleponnya.

"Kek, sekali lagi terimakasih atas bantuannya aku pamit pulang ya kek.", Kata anak itu secara tergesa - gesa.

Aku hanya bisa mengangguk saja dengan perkataan anak itu. Perlahan suara langkah kaki itu menjauh menuju tempat parkir sekolah. Aku masih mempunyai firasat buruk kepada anak itu. Tak ada pilihan lain selain menggunakan kekuatan ku untuk mengikuti anak itu tanpa terlihat. Anak itu mengendarai mobilnya dengan santai. Namun, kecepatan mobil tersebut berubah ketika ia melihat rumah yang dikepung oleh banyak polisi. Belum sempat mengamati rumah tersebut, aku tiba - tiba dikejutkan dengan kecepatan mobil yang sangat kencang, Bahkan kecepatannya sampai pada 205 km/jam. Sialnya lagi, dari depan nampak seorang pengendara motor yang sedang berjalan santai menuju ke arah yang berlawanan. Sebelum dia menabrak orang itu, aku dengan bergegas membanting setir untuk menghindari kecelakaan itu. Untung saja, aku berhasil mengendalikan nya.

Setelah kejadian itu, kita akhirnya sampai di apartemen mewah milik anak itu. Apartemen itu sungguh besar, jika dibandingkan dengan ku, aku hanyalah sebuah kerikil kecil bagi mereka. Aku mengikuti anak itu agar aku tidak kehilangan jejaknya. Memasuki ruangan yang sangat sepi karena hari sudah hampir menunjukan 02.04 a.m dimana banyak kehidupan di dunia sedang beristirahat. Anak itu menuju lift berganti aku yang memasukinya. Namun, masuk kedalam lift tidak semudah apa yang kupikirkan. Aku belum sempat memasuki pintu lift namun pintu itu sudah tertutup dengan cepat dan akhirnya aku kehilangan jejak anak itu. Hanya berpikir dan berpikir yang ku bisa, hingga aku baru ingat jika aku memiliki kekuatan telepati jarak jauh. Aku bergegas mencari tempat duduk dan aku berniat mengaktifkan kekuatanku. Berkosentrasi, berpikir jernih, hati yang bersih itu semua sudah kulakukan tinggal menunggu waktu saja. Untungnya, aku berhasil melakukan ini lebih baik dari sebelumnya.

What's Happened?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang