Miss Mushroom

1 0 0
                                    

Catatan: Glosarium/Footnote ada di bagian akhir cerita. Tulisan bold sekaligus italic menandakan kata tersebut ada di Glosarium/Footnote. Contohnya: Monopoly Secret.


Napa Valley, rumah nenek Kellyn...

"Hei, kemarilah sebentar!" teriak neneknya Kellyn dari kejauhan.

Lantas kami berputar balikan langkah, kembali beringsut ke sebuah rumah dimana wanita tua itu memanggil kami. Sesaat, kami dapati nenek Kellyn tengah duduk pada kursi goyang. Ia serahkan beberapa kantong anggur sebagai hadiah.

"Kellyn, mengapa kau tidak bilang-bilang temanmu akan kemari? Dan kau juga tidak menghadiahkan anggur kepada mereka." tanya wanita tua itu kepada cucunya.

"Sudahlah, lagipula hubungan ini sudah berakhir!" ringis Kellyn lesat masuk ke dalam rumah, mengabaikan kami disini. Wajah nenek Kellyn berganti raut, ia heran mengapa mendadak cucunya bertindak aneh.

Tiba-tiba ponselku berdering, kutangkap sebuah nama tengah memanggilku. Rajje, kenapa tiba-tiba ia meneleponku. Sesaat, kubalas telepon darinya.

"Apa, jadi pembunuhnya Roger Stagg..?" bisikku di tengah-tengah percakapan dengan Rajje. Secara acak, mataku menangkap Joseph tengah memperhatikan aku. Aku jauhkan posisi bicaraku dari Joseph, namun pria itu tetap menempel padaku.

"Ya, dia buronan yang telah membunuh Nyonya Satva." sambung Rajje kembali. Muka Joseph mendadak terbeliak. Ia lesat meninggalkan tempat ini setelah mendengar secuplik perbincanganku dengan Rajje. Kenapa ia seperti itu? Mungkinkah ada urusan yang mendesak?

Mengingat Roger Stagg membuatku semakin curiga terhadap Joseph. Kurasa mereka tengah bersekongkol, atau bahkan dialah otak di balik pembunuhan Nyonya Satva. Batinku bergidik, tapi kenapa? Mengapa ia harus menghabisi wanita itu? Kugigit ujung jariku, sambil memikirkan semua kemungkinan yang terjadi. Aku harus segera bertemu Roger Stagg, ingin memintainya keterangan apakah Joseph adalah pelakunya atau bukan.

Rumah Keluarga Hall...

Makan malam telah tiba. Tapi aku dan Joseph tak saling bicara, bahkan saling beradu pandang pun tidak. Ini untuk pertamakalinya kami bertengkar. Perselisihan yang sering dijuluki perang dingin. Pertikaian yang tidak dinyatakan secara lisan, melainkan secara diam-diam. Garis raut Grace menyimpan raut heran, dengan mudahnya ia mampu membaca situasi buruk ini.

Setelah selesai makan, Grace mengajakku dan kakaknya ke balkon. Layaknya wanita dewasa, ia bahkan hendak memecahkan permasalahan kami berdua. Untuk seukuran gadis remaja Grace terlihat sangat cemerlang dan juga cerdas. Pantas jika Joseph mengganggap adiknya sebagai pesaing, orang yang mampu menjatuhkan karirnya dari kaca mata ayahnya itu.

Joseph dan aku berjabat tangan, sesuai yang diperintahkan Grace. Ia juga memerintahkan kami duduk berhadapan, saling berbincang, harus mencari dan mencabut akar permasalahnya. Aku sorot mata Joseph, kini akulah yang terlebih dulu menjelaskan semuanya. "Nyonya Satva, apa yang kau lakukan padanya?" tanyaku mulai memancing perkataannya, mencoba mencari titik terlemahnya.

"Apa! Jadi kau mencurigaiku sebagai pembunuhnya?" makinya sambil bangkit dari kursi. Aku tidak menuduhnya sebagai pembunuh, namun dialah yang merasa demikian. Sekarang, kecurigaanku semakin mengerucut padanya.

Dengan tangkasnya Grace lerai pertikaian ini. Kedua tangannya memisahkan kami yang hendak serang-menyerang. Tetapi amarah dalam diri Joseph terus menyala, ia terus mendobrak tangan Grace yang menjadi pusat pertahananku.

"Aku rasa kita harus keluar." ujar Grace memotong kemarahan Joseph. Grace tarik tanganku, menjauhkanku dari kakaknya yang sedang mengamuk. Lantas ia masuk ke kamarnya, berniat untuk berganti busana. Karena sesaat lagi ia akan mengajakku jalan-jalan keluar.

Monopoly Game SecretWhere stories live. Discover now