W 3 | Pake uang bapak lo kan?

36 19 17
                                    

Bunyinya ganggu

••••••

Sesuatu yang tidak pernah dan tidak akan pernah berubah dari sosok KATA  adalah kebaikannya yang teramat sangat terasa untuk Aruna. Sifat baik yang ada di dalam diri Kata sungguh menyentuh relung Aruna. Tetapi benar kata orang, baik memang tidak jauh beda dari namanya tolol.  Cowok itu mengambil alih seluruh kesalahan Aruna saat dirinya di marahi Wira karena membolos jadwal les minggu kemarin.

Kata beralasan bahwa dia yang mengajak Aruna ke taman, meminta gadis itu membawakan buku catatan dan latihan soal dari pak Gama yang di berikan tempo hari dan terlambat cowok itu kumpulkan. Kata menambahkan kalau dia memaksa Aruna untuk membawakannya ke taman dan tidak tahu ada jadwal les yang bentrokan di sana.

Alasan Kata yang terdengar seperti bualan itu tidak membuat amarah Wira mereda, walau begitu Aruna bersyukur, setidaknya, dengan alasan yang di buat Kata, Aruna tidak di kunci di dalam kamar dengan beberapa latihan soal dan—ya, terpenting, ancaman di berhentikan dari ballet school tidak tersenggol.

Aruna perlu memberikan penghargaan orang paling pintar ngeles dan orang ter-tolol kepada Kata sekarang juga. Sebab alasan-alasan itu telah berhasil membantunya kali ini.

“Kali ini gue bisa bantu, lo, Ru.” Kata menggeser tubuhnya untuk duduk lebih dekat dengan Aruna. Sekarang mereka tengah duduk di pinggir dermaga, tempat Aruna suka melihat langit bersama bintang.

Aruna membalasnya dengan dengusan kesal, “Ya habis gimana? Gue harus minta izin, iya?”

“—yang ada di gebuk.” Tukasnya.

Kata ikut menghela napas. Susah kalau sudah berurusan langsung dengan Wira. Pria itu seperti seorang pengukung bagi sang sahabat dan seperti seorang penjahat saat kacungnya berada di luar jalur.

“Emangnya gak ngomong dulu ke Papa lo kalo mau pergi? Sepupu lo juga ikut ikutan?” Hardik Kata dengan nada menginterogasi.

“Gue ngomong mau ke mall, tapi setelah dari sana enggak,” ucap Gadis itu. Mulutnya mengerucut.

"Kemana lagi?"

"Balet—,"

Perform?” tanya Kata cepat. Jantungnya berdegup-degup, repotnya akan berkali-kali lipat kalau Aruna melanggar larangan dari Wira yang satu ini.

Satu gelengan Aruna menjawab pertanyaan Kata.

“Gak lah, masuk aja di larang gue. Untung gak ke ketauan gue ke sana, kalo ketauan—beneran di marahin,” jelas Aruna tanpa menoleh dan menatap Kata.

“Nginep kerumah gue aja."

Bukan pertama kalinya Kata memberikan sebuah saran tolol ini.

"Gak."

"Nanti di gebug lagi—,"

Ck! Gue gak terlalu tolol, gue bisa mikir gue harus gimana,” ketus Aruna. Tekukan di dahinya semakin menjadi-jadi.

“Kapan gue bilang lo tolol?”

“Iya, gue gak tolol. Cuma gak sepinter lo aja.” Aruna kesal.

“—Ayah-Bunda, mereka juga gak bakal gebuk lo, mereka mau mungut lo," kata masih bersikeras dengan ajakannya.

“Gue gak perlu di pungut loh, Ta."

"Gue cuma butuh bertahan, sampai Tuhan nanti bosen sendiri ngeliat gue terus-terusan gini.”

Kata tidak merespons ucapan Aruna. Penolakan Aruna untuk pertolongan kata sudah terjadi sejak bertahun-tahun yang lalu. Kalimat Aruna terus terputar di otaknya yang penuh dengan unsur-unsur Kimia dan rumus-rumus Fisika

waktu Onde histórias criam vida. Descubra agora