PROLOG

67 22 13
                                    

PROLOG AJA DULU. heheheh

••••

"Aku minta, tolong jangan beri rasa sakit lagi."


•••••

Seorang gadis melangkah cepat menyusuri jalan panjang menuju jembatan besar di tengah kota. Angin yang terus berembus membuat tulangnya terasa ngilu. Rintik hujan dan air yang menggenang tidak menghentikan langkah gadis ini menuju sang tenang.

Malam itu, ia hanya ingin duduk sendirian tanpa seorang pun, tanpa di ganggu. Ia ingin menampik semua kejadian demi kejadian yang membuatnya begitu lelah dan membuat kepalanya serasa ingin pecah. Menampik semua perasaan sesak dan bingung yang terus-terusan mengelilinginya. Dan menampik bahwa dirinya memang berbeda.

Selembar kertas lusuh di apit oleh jemari kirinya. Tangan kanan menggenggam erat rok sebatas lututnya.

Tuhan. Ini impian saya. Cerita ini akan saya simpan dan saya berjanji untuk tidak akan pernah menunjukkannya.

Gadis dengan rambut hitam yang lepek mematri langkah semakin ke bibir jembatan, menatap air yang merefleksikan langit dengan bulan. Tidak terbesit di otaknya untuk pergi. Hanya fenomena sains call of the void semata.

Ya-—gadis ini tidak memiliki tekanan mental, mentalnya normal.

Ya, normal.

"Aruna, jangan!"

•••••

Sebuah buku akan tertutup jika kau menutupnya, tapi, kisah di dalamnya tidak akan berhenti, bukan? Tuhan akan memblokade yang tidak seharusnya terjadi. Jika itu terjadi, maka memang sudah kehendak Tuhan.

Seorang penulis juga tidak tahu apa yang terjadi setelah satu ceritanya selesai. Tidak ada kata tamat yang benar-benar tamat.

•••••

TBC

TBC

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
waktu Where stories live. Discover now