"Kakak kenapa lama sekali??" Suara Hajin terdengar dari arah luar.

Jaemin refleks mendorong tubuh Jeno, membuat laki-laki itu menjauh beberapa langkah darinya. Jaemin panik, dengan cepat dia pergi keluar meninggalkan Jeno yang menatapnya bingung sekaligus merasa gemas sendiri.

"H-hajin! Kakak harus pulang sekarang nih, udah mau gelap."

"Yahhh"

"Kakak janji Sabtu depan akan kesini lagi." Kata Jaemin sambil mengusap puncak rambut anak itu.

Sora datang dengan kepala yang menunduk. "Kak Nana pulang gara-gara Sora ya?"

"Ehhh?? Tidak kok! Kakak tidak apa-apa loh."

Sora mendongak. "Sora minta maaf~"

"Hajin juga! Hajin minta maaf."

Jaemin terkekeh melihat kedua anak itu. Kemudian mengangguk antusias. "Syuttt. Belajar yang rajin okey? Kak Nana sama Kak Jeno pulang dulu." Ia berujar di sertai senyuman yang terus menghiasi bibirnya.

Sora menghampiri Jeno, memberi pukulan kecil pada paha lelaki dominan itu. "Jaga Kak Nana kita baik-baik." Ucapnya dengan nada perintah.

Membuat Jaemin melongo. "Hey..."

"Siap." Jeno mengusak rambut panjang Sora di sertai kekehan. Jaemin bersemu mendengarnya.

Hari itu Jeno mengantar Jaemin sampai kedepan rumah, awalnya Jaemin menolak tapi karena sudah gelap akhirnya Jaemin mengiyakan tawaran Jeno.

"Terimakasih. kau pergi dulu saja."

Jeno menggeleng pelan. "Tidak, aku akan menunggumu sampai masuk ke rumah, setelahnya aku pergi."

Kenapa?

Manik rusanya menatap Jeno lekat, menghembuskan napas pelan. "Aku mau tanya sesuatu dulu." Jaemin menarik kecil kaos hitam yang di kenakan Jeno. Tatapannya masih tertuju pada dua bola obsidian milik Jeno. "K-kenapa tiba-tiba mengajakku pergi... Kencan, katamu. Padahal kita kan tidak sedekat itu."

Ia menggigit bibir bagian dalamnya, menunggu jawaban dari Jeno.

Pandangan mereka bertemu satu sama lain, napas Jeno sedikit tercekat. Bagaimana kalau Jaemin misalnya tau kalau dia melakukan ini di latar belakangi sebuah taruhan? Meskipun Jeno memang ingin dekat dengannya. Dia memilih untuk tersenyum, menyapu helaian rambut Jaemin yang tertiup angin malam.

"Aku belum tau alasannya tuh, mungkin karena ingin?"

Deg..

Jantung Jaemin berdebar sangat kencang. "AKU MASUK DULUAN! DAH JENO!" Kemudian dia berlari masuk, mengunci pintu pagar rumahnya dengan terburu-buru dan menghilang dari balik pintu rumahnya.

Jeno terkekeh melihat hal itu. "Kamu beneran suka aku ya Na?"

Ia mengulum senyumannya. "Terimakasih banyak."

-

Di dalam kamar yang tak begitu luas itu Jaemin memegangi pipinya yang terasa sangat panas. Memeluk boneka kelinci dengan kedua kakinya. "Tidak tidak. Mana mungkin dia mengatakan itu! Aku pasti salah dengar!"

Menggigit ujung telinga boneka kelinci miliknya, Jaemin menggeleng kuat. "Tapi tadi beneran!"

Wajahnya tenggelam dalam perut boneka itu, bergumam soal hal random tentang Jeno dan kejadian hari ini.

"Kencan ... Aku beneran melakukan itu dengan Jeno?!"

"Nana jangan lupa matikan lampunya kalau udah tidur." Teriak Nenek dari arah luar.

"Iya nek!"

Jaemin melepas kacamata nya. "Ah sudah lah, daripada memikirkan hal konyol seperti itu, lebih baik aku cuci muka dan segera tidur."

Beranjak dari tempat tidurnya, Jaemin pergi untuk mencuci mukanya. Wajahnya terlihat sangat cerah, meskipun Jaemin memakai foundation saat sehari-hari baik di luar maupun di dalam rumah juga kadang Jaemin memakainya. Namun tetap saja, kulit wajah Jaemin terlihat sangat putih cerah.

Ia memegangi pipinya yang merona seperti kepiting rebus. Bibir tipisnya masih bergumam pelan. Rambut yang biasanya menutupi kening, sekarang tidak tertata dan berkesan acak-acakan namun semakin menambah kesan cantik sekaligus tampan pada dirinya.

Kenapa dia melakukan itu semua? Menutupi paras cantiknya dengan berdandan menjadi orang yang terlihat biasa atau bisa di anggap jelek itu. Alasan utamanya karena kejadian beberapa tahun lalu.

Flashback on.

"Dasar tidak punya orang tua! Menjijikan sekali dengan wajah mu itu kau membuat semua orang merasa kasihan padamu, kau itu seperti penyihir tau!"

"Percuma wajahmu cantik, kecantikan yang kau miliki tidak membawa mu pada keberuntungan tuh!"

"Haha dasar bau! Kucel!"

"Anak tidak punya orang tua! Hahahah!"

"Muka iblis!"

Beberapa anak itu melempari Jaemin dengan telur, anak itu hanya bisa terduduk sambil menerima caci maki yang mereka tujukan padanya.

Bau anyir telur mengotori baju seragam sekolah Jaemin.

"Lebih baik kau terlahir jelek saja, biar wajahmu sama jeleknya dengan nasib mu yang buruk itu."

"Jangan pernah mendekati siapapun dengan modal wajah, dasar penggoda sialan."

Kemudian mereka pergi meninggalkan Jaemin yang menangis tanpa suara sambil memeluk lututnya yang berdarah akibat terjatuh saat di kejar anak-anak nakal yang menyerangnya barusan.

Jaemin tidak masuk sekolah untuk beberapa hari, dia memilih untuk bekerja, menyebarkan koran ke setiap rumah warga. Tapi, lagi-lagi nasib nya begitu buruk.

Beberapa orang dewasa mencegahnya untuk lewat, membuat Jaemin terjatuh dari sepeda lusuhnya.

"Hai anak manis, main sama kamu yuk?" Ucap yang lebih tinggi.

"Kami akan memberimu hadiah kalau kau beneran mau ikut." Timpal yang satunya.

"Tidak mau!" Jaemin menyentak kasar tangan pria yang lainnya. Mereka sekitar tiga orang.

"Dasar bocah, kau itu harus di beri pelajaran supaya nggak kasar!"

"Tidak mau!"

"Ckck. Sialan, berani berteriak di depan kami hah?!"

Plakk.

Orang itu menampar wajah Jaemin sangat keras, membuat sudut bibirnya sedikit berdarah. "Ikut kami saja sialan! Bawa dia." Perintah nya, yang dapat Jaemin yakini kalau dia adalah bos nya.

Dua orang lainnya menyeret Jaemin dari sana, membawa Jaemin pada sebuah gudang pabrik yang sudah terbengkalai. Tangis membanjiri pelupuk matanya.

"TIDAK! JANGAN LAKUKAN ITU - ARGHHH!!"

"Sshhh... Ini sangat enak, milikmu masih sempit, dan ahh tubuhmu membuatku sangat bergairah."

"B-berhenti.. hiks.."

"Hey, giliran dong!"

"Ck, tunggu saja sana! Sialan dasar pengganggu." Sentaknya membuat kedua teman nya mendengus kesal.

"T-tolong, seseorang..."

"Ahh diamlah! Tidak ada yang akan mendengar suaramu disini."

"Akhh! Sakit. kumohon berhenti.."

"Fuck shh, berhenti katamu? Mereka saja belum dapat giliran."

"J-jangan."

Flashback off.

Jaemin meneteskan air matanya seraya memandangi tubuhnya yang terlihat begitu sempurna di depan cermin. Kedua pelupuk matanya memerah. Kejadian sialan itu membuat Jaemin menjadi trauma.

"Kenapa aku harus cantik?" Dia memegangi wajahnya dengan napas yang tak beraturan.

"Kenapa harus terjadi padaku."

TBC.

[ ✔ ] senja tak berwarna . nominTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang