Chapter 10

40.2K 5.3K 372
                                    

Votmen jusseoo~

ᕙ⁠(⁠ ͡⁠◉⁠ ͜⁠ ⁠ʖ⁠ ͡⁠◉⁠)⁠ᕗ

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

ᕙ⁠(⁠ ͡⁠◉⁠ ͜⁠ ⁠ʖ⁠ ͡⁠◉⁠)⁠ᕗ











"Tubuhnya syok. Dengan kata lain tubuhnya tidak dapat menerima serangan tiba-tiba seperti itu, terlebih lagi kudengar anak kalian sudah koma selama 5 tahun, ini dapat memberikan efek kejut pada otaknya.

Demamnya sangat tinggi, kejang yang ia alami itu adalah hal wajar mengingat betapa panasnya dia. Kuharap setelah ini kalian bisa mengawasinya, ah! Dan ingat, jangan biarkan dia kelelahan, kondisi fisiknya tidak seperti anak seumurannya".

Ravendra mengangguk mengerti, dia menatap pintu ruang rawat Eza yang tertutup, di dalam ada Ariana, Eliza dan juga Jazian yang menemani Farelza.

"Kalau begitu saya permisi", sekali lagi ia mengangguk.

Setelah dokter itu pergi, Ravendra langsung masuk kedalam ruang rawat putra bungsunya.

Saat masuk ia sudah disambut dengan wajah merah putranya yang tertutupi masker oksigen, punggung tangannya tertancap dua jarum sekaligus.

Ia mendekat dan mengelus pucuk kepala Ariana yang setia duduk disamping bungsunya.

"Kenapa putraku harus masuk keruangan ini lagi?", Pernyataan lirih itu samar-samar Ravendra dengar.

"Seharusnya putraku tidak akan masuk kesini lagi hiks putraku yang malang".

Jemari lentik wanita paruh baya itu menggenggam tangan kanan Eza yang terbesas dari infus. Dikecupnya tangan kecil itu berkali-kali, hatinya tak sanggup, sudah cukup selama lima tahun putranya harus terbaring di tempat ini.

Sudah cukup, jangan tambah beban putranya lagi.

Eliza dan Zian hanya bisa terdiam, tapi didalam hati mereka juga merasa takut, takut kejadian masa lalu terulang kembali, takut adik mereka kembali tertidur.

Sore itu, disala satu ruang rawat dirumah sakit. Satu keluarga kembali menitikkan air mata mereka seperti lima tahun yang lalu.

~~~

Hoeek

Hoekk

Uhuk uhuk

Ariana menepuk-nepuk punggung Eza, sedari tadi anaknya tidak berhenti memuntahkan isi perutnya.

Tidur putranya terganggu, padahal baru istirahat sebentar dia harus terbangun hanya untuk memuntahkan isi perutnya yang tidak seberapa.

"Astaga dek", tubuh mungil itu meluruh dipelukan Ariana.

"Mas!! Mas!!", Ariana memanggil Ravendra yang berada diluar kamar mandi.

"Adek, adek bisa dengar Daddy?", Eza mengangguk singkat, ia tak dapat mengeluarkan suara karena jika ia melakukannya kepalanya akan semakin sakit.

Adik Kesayangan Antagonis (Pre-Order!) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang