bagian delapan belas // dia, pencuri hati

Start from the beginning
                                    

Zefran pun sekonyong-konyong tergeming dengan kedua netra melebar. Apa yang terekam oleh indra penglihatannya adalah jejak noda merah di atas bibir Linka yang baru terhapuskan oleh air, sementara sedikit yang lebih pekat masih terdapat di sekitar hidung. Siapa pun yang menangkap hal tersebut pasti akan langsung tahu bahwa itu merupakan darah, yang berarti ... Linka mengalami mimisan!

Otak Zefran mendadak tak bisa berfungsi dengan baik selama beberapa detik. Ia masih betah mematung dan berusaha mencerna apa yang tengah terjadi saat ini. Kendati demikian, kala kekhawatiran mulai mengambil peran, barulah Zefran tersadar dan dapat cepat mengambil tindakan.

Laki-laki itu meletakkan mi instan di sembarang tempat, lalu ia menarik dua buah tisu yang terdapat di atas kulkas dan gegas mendekat pada Linka. Tisu yang kemudian dilipat itu Zefran gunakan untuk mengelap jejak-jejak air pada bagian sekitar hidung Linka. Gadis itu tak dapat berbuat apa pun selain geming dan mendongak, memandang Zefran yang jauh lebih tinggi darinya.

"Nunduk, jangan dongak," titah Zefran tanpa menghentikan gerakannya.

"Eh?"

"Nunduk, Linka. Sekarang yang penting biar darahnya berhenti ngalir dulu."

Kini Zefran telah berhenti, lalu ia mengisyaratkan agar Linka--yang sudah tertunduk--lekas menjepit cuping hidungnya dengan dua jari. Linka tetap menurut meski tampaknya ia masih tak menyangka dengan kehadiran Zefran di sana. Linka juga tak banyak bicara ketika Zefran menyuruhnya duduk di ruang tamu, dan laki-laki itu pun bersyukur karenanya.

Usai membuang tisu ke tempat sampah, Zefran kontan menghirup napas dalam-dalam dan ia loloskan perlahan. Kejadian ini serta-merta mengingatkannya pada waktu ketika ia mendapati Linka dalam keadaan tak berdaya. Meskipun yang sekarang agak berbeda, tetapi yang namanya pendarahan di hidung tetap saja bukan sesuatu yang dapat dianggap sepele.

Dan, sama seperti hari itu, sang gadis berhasil membuat kecemasan menguasai diri Zefran.

Ah, tidak.

Bahkan khawatirnya sekarang tidak dapat dibandingkan dengan masa itu. Kini justru jauh lebih besar, dan Zefran tahu dengan pasti mengapa demikian.

Sekali lagi Zefran embuskan napas, menenangkan diri sejenak sebelum ia beranjak menghampiri Linka di ruang tamu.

"Kak," panggil Linka saat ia menyadari kehadiran Zefran. Laki-laki itu lalu menempati ruang kosong persis di sebelahnya. Lalu dengan wajah penuh sesal ia berkata, "Maaf banget, Kakak jadi harus liat yang tadi, habisnya aku nggak tau harus ngapain karena kehabisan tisu di kamar ...."

Lihatlah, bagaimana bisa gadis itu malah meminta maaf atas sesuatu yang tak dapat disebut sebuah kesalahan? Zefran sungguh tak habis pikir dengannya.

"Kamu sakit?" Zefran dengan cepat mengganti topik pembahasan.

"Ah ... nggak kok, Kak."

"Terus kenapa bisa begini?"

"A-aku juga nggak tau, Kak"

"Mungkin kamu ada ngerasa pusing atau sakit di bagian tertentu?"

"Hmm, pusing karena tugas?"

Zefran sejenak tertegun, dan dengan cepat ia dapat menarik kesimpulan, "Kamu kecapekan, Linka. Tugas kamu sebanyak apa emangnya?"

Linka meringis pelan. "Sebenernya nggak terlalu sih, Kak. Tapi ... nggak tau kenapa akhir-akhir ini banyak tugasku yang keteteran, alhasil nggak sedikit juga yang aku kerjain sehari sebelum pengumpulan. Mungkin manajemen waktu aku lagi agak kacau sekarang. Aku bahkan masih sibuk ngerjain paper yang harusnya dikumpulin besok sebagai syarat untuk ikut UTS."

"Tapi badan kamu baru aja kasih pertanda kalau kamu udah terlalu memforsir diri. Jadinya, sekarang kamu mau gimana?"

"Ya ... sebisa mungkin aku bakal tetep beresin semuanya sesuai rencana awal."

Jawaban yang mudah ditebak. Zefran sudah menduga hal itu, dan tentu ia tak suka mendengarnya. "Aku bakal lebih seneng kalau kamu mau minta tolong sama aku." Jeda sebentar. "Kamu nggak ada sedikit pun mikir ke arah sana, gitu?"

Linka pun sontak saja tertegun. Penuturan Zefran betul-betul tak terduga baginya. "T-tapi kenapa, Kak?"

Zefran sejenak tergeming dengan sepasang netranya mengunci Linka. Ia pun menghela napas sebelum menjawab, "Supaya besok kamu bisa tetep ikut UTS dalam keadaan lebih baik. Supaya kamu nggak perlu maksain diri. Dan, supaya aku ... nggak perlu khawatir lagi."

Melalui kalimat terakhir Zefran berusaha sampaikan apa yang ia rasakan pada Linka dengan setulus mungkin. Ia pun menaruh sedikit harap-harap agar sang gadis dapat menangkap maksud tersirat di dalamnya. Kendati pujian yang ia berikan kala itu tak membuahkan hasil sempurna, paling tidak yang sekarang ini akan dapat meyakinkan Linka bahwa dirinya tak sembarang bicara saja.

Hanya kepada sang pencuri hati, bulat sudah tekadnya untuk terus memperlihatkan keseriusan diri.

* ੈ✩‧₊˚

bandung, 13 februari 2023

See You After Midnight [PUBLISHED]Where stories live. Discover now