Bab 4 (Bagian 2) : Pertarungan

Mulai dari awal
                                    

Baru saja ia akan berteriak lagi, tak disangka, sebuah suara menyahutnya dari balik kabut.

"Hoi!! Apa maksudmu kau ingin mengadukanku pada Tuhan supaya aku masuk neraka, hah?!" Teriak suara itu.

"Eh?!" Lea terkejut.

'Suaranya ... begitu familiar. Tunggu! Bukankah itu suara ZX?! Jadi dia juga sudah mati?! T-tapi karena apa?' Batin Lea menerka-nerka.

'Ah ... mungkin Zedhrilith membalaskan dendamku dan membunuhnya di alam dunia. Iya! Begitu!' Pikirnya seolah-olah paham.

Tak lama kemudian, satu persatu gumpalan kabut tebal itu menghilang. Digantikan dengan pemandangan rerumputan di depannya. Di sana, ia melihat ZX sedang berjalan ke arahnya dengan langkah lebar dan cepat. Giginya ia katupkan. Kalau dilihat dari sikapnya itu, sepertinya ZX sedang melemparkan tantrum.

"APA-APAAN KAU!! BISA-BISANYA KAU MENGANGGAPKU SUDAH MATI!! AKU MASIH HIDUP, DASAR WANITA BODOH!!" Teriaknya. Suara menggelegar itu masuk ke gendang telinga Lea tanpa permisi.

Lea terdiam sebentar untuk mencerna kata-kata yang dikeluarkan dari mulut ZX di otaknya. Dan begitu ia memahami perkataan ZX, Lea membelalakkan matanya. Wajahnya memerah seketika karena malu.

*DOENG!*

"HEEEEEEEEEEEEEE?!?!" Teriaknya.

'J-jadi ... a-aku masih hidup?! Dan dia mendengarkan semua kata-kataku tadi?!' Jeritnya dalam hati.

"Cih. Tak kusangka perempuan cerdas andalan para penduduk Diplomat bisa jadi bodoh juga." Terdengar suara ZX dengan nada mencemooh.

Lea yang mendengar hinaan itu hanya bisa menepuk jidatnya sendiri. Tak habis pikir mengenai betapa bodohnya dia. Kenapa ia tidak memeriksa terlebih dahulu sesuatu yang ada di balik kabut itu? Atau setidaknya, bangun untuk berjalan sedikit? Memastikan bahwa dirinya benar-benar ada di dalam 'Land Of The Dead' itu.

Ia menggelengkan kepalanya.

Lea pun memutuskan untuk berdiri kembali dan menghadap ZX, yang masih menjadi lawannya dalam pertarungan ini. Setelah dipikir-pikir, ia begitu penasaran dengan apa yang terjadi selama ia mat-- Maksudnya, tak sadarkan diri.

Apa Zedhrilith berhasil mengalahkan Krelgend sehingga membuat kabut tebal yang bertebaran di sekitarnya? Ataukah ada hal lain yang terjadi selain itu?

Tapi ada satu hal yang langsung membuatnya mengalihkan perhatian dan menatap tajam kembali ZX.

"Kau ... bisa membaca pikiranku?" Tanya Lea pada ZX yang saat ini berdiri sekitar dua meter darinya.

Lengkap dengan pedang laser di tangan kanan dan 'sarung tangan pembuat bola listrik' tadi di tangan kirinya. Kedua senjata itu ZX todongkan ke arahnya. ZX menggeram. Bersiaga jika ada serangan tiba-tiba dari Lea lagi.

"Iya. Soal bagaimana aku bisa melakukannya, kau tak perlu tau. Karena itu bukan urusanmu."

Lea mendengus. Ia lalu melipat kedua lengannya di depan dada. Kemudian memeriksa situasi sekelilingnya.

Pepohonan rusak parah. Kabut tipis masih menyelimuti hutan. Sebagian pohon tampak terbakar oleh api hijau. Kedua naga yang tadi bertarung tak bisa terlihat di indra penglihatannya. Dan begitu banyaknya kerusakan lain sampai ia yakin kalau ia sudah melewatkan banyak hal.

Ia lalu menatap ZX. Entah bagaimana ia bisa mendapatkan luka sobek sebesar itu di kakinya. Mungkin perasaannya yang mengatakan kalau Zedhrilith membalaskan dendam dengan menyakiti pria misterius itu tak sepenuhnya halusinasi semata.

Setelah terdiam begitu lama, Lea akhirnya mengambil langkah awal untuk melanjutkan kembali pertarungan. Ia langsung menyerang dengan kemampuannya yang lain. Kemampuan Telekinesis.

Saving The ConifuxTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang