05

300 53 4
                                    

《♠️♥️♦️♣️》

“Tunggu!”

Valerie mencoba untuk menghentikan gadis SMA itu, agar ia tidak membuka pintu ‘Hidup’. Namun terlambat, gadis itu telah membukanya. Disertai dengan gadis itu yang melangkahkan kakinya masuk ke ruangan pintu ‘Hidup’. Bukannya selamat, gadis SMA itu malah tertembak laser yang muncul dari atap ruangan pintu ‘Hidup’.


Kejadian tersebut bersamaan dengan kucing yang sedari tadi berada di gendongan Valerie ikut melompat dan berlari ke arah pintu mati. “Buka pintu ‘Mati’!” Seru Valerie ketika mengerti isyarat dari kucing itu.

Tanpa menunggu lama lagi, wanita bersetelan kantor terlebih dahulu berlari dan segera masuk kedalam pintu ‘Mati’. Disusul dengan yang lainnya termasuk kucing Valerie. Namun, pria berpakaian kantor masih diam membeku, shock akan kematian gadis SMA tepat di depan matanya.

“Chota!” Di detik terakhir Arisu berseru, menyeret pria berpakaian kantor yang bernama chota itu masuk ke dalam ruangan pintu ‘Mati’, sebelum dia terbakar hidup-hidup.

“Batas waktu ruangan ini adalah satu menit 50 detik” 

Suara sistem itu berseru kembali, disaat mereka semua sudah memasuki ruangan kedua.

Pria bersurai kuning yang tadi menutup pintu penghubung antara ruangan pertama dan kedua terlihat terengah-engah, mencoba untuk menetralkan nafasnya. “Dia benar-benar mati.” Pria bersurai kuning berkata dengan dibalas oleh perkataan lain dari pria berpakaian kantor, Chota. “Apa-apaan ini?” Tanyanya dengan suara yang bergetar.

“Kau yang membunuh gadis itu.” Arisu berkata dengan mendekati wanita bersetelan kantor. “Tapi kita selamat karena aku, kan?” Jawab wanita bersetelan kantor tanpa merasa bersalah sedikitpun atas kematian gadis SMA itu.

“Apa?” Pria bersurai kuning berseru, merasa geram dengan wanita di depannya. “Ayo, pukul saja.” Wanita bersetelan kantor terlihat tidak tergertak sama sekali, ia seakan-akan menantang pria bersurai kuning. “Jika terus melamun, kalian pun akan mati.” Lanjutnya.

Valerie yang sedari tadi diam memperhatikan perdebatan mereka, kini ia sudah mulai jengah. Valerie memutuskan untuk melihat kesekitarnya, mengamati dan mencoba untuk mencari jalan keluar. “Neko, apa kau mengetahui sesuatu?” Tanya Valerie yang mulai berjongkok untuk mengelus bulu kucing yang berada di samping kaki kirinya.

“Oi kau, berhentilah bermain-main.” Seru pria bersurai kuning, yang seakan-akan sudah muak dengan tingkah Valerie yang terlalu menyepelekan permainan ini. Valerie tidak tergertak sama sekali, ia masih saja tenang mengelus bulu-bulu lembut kucing yang ia jumpai.

“Sial! Apa sekarang kita juga pilih ‘Mati’..” Pria bersurai kuning berseru frustasi. Arisu yang sudah mulai tergertak mentalnya pun berseru dengan tak kalau frustasi juga, “Karena yang terakhir ‘Mati’, berikutnya pasti ‘Hidup’.”

“Ya, itu bisa saja. Tidak mungkin juga, jawabannya ‘Mati’ secara berturut-turut.” Seru Valerie tanpa mengalihkan kegiatannya dari mengelus bulu-bulu kucing yang berada dipinggirnya. “Benarkan neko-chan?”

“Dia sudah gila.” Ucap pria bersurai kuning masih dengan tatapan jengahnya, ketika melihat Valerie yang menurutnya terlampau santai.

Let's play in the game [Alice in Borderland] Donde viven las historias. Descúbrelo ahora