Pintu yang dibuka terdengar. Kedua telingaku sudah seperti telinga seekor anjing yang akan segera bereksi saat mendengar suara yang menarik perhatian. Manikku diam-diam melirik di ekor mata mencoba melihat sosok Ranmaru hendak apa yang dilakukannya sekarang. Namun, keterbatasan pandangan membuatku hanya bisa melihat siluet-siluet pergerakan Ranmaru.

Langkah-langkahnya terdengar, seolah mengendalikan degup jantungku. Sedangkan tanganku tetap bekerja membuat teh hangat padahal sama sekali tak diniatkan. Ya Tuhan! Apa yang akan dilakukannya?

"Kau rajin sekali,"

Celetukannya kali ini bisa membuatku menoleh patah-patah. Ranmaru menatapku, hangat, tak ada sama sekali sinar mengintimidasi. "Setelah membereskan rumah kau sekarang membuat teh."

Syukurlah, dia tak menyangkut pautkan soal tadi. Kuharap Ranmaru sudah melupakannya begitu saja.

"Kau yakin tak mau membersihkan diri?"

"—Tidak! Maksudku, tidak usah ... tidak apa-apa ...."

Ya ampun, jangan sampai aku terlihat salah tingkah yang semakin menunjukkanku teringat akan kejadian tadi.

TAP

Ranmaru melangkah cepat dan meraih tanganku sehingga otomatis tangan yang sedang bekerja mengaduk teh seketika berhenti karena tindakannya.

"Jangan cepat-cepat tidur."

Semoga kau segera mendapat karma besar, Ranmaru!

***

Ada satu hal yang aku curi dari rumah Ranmaru, yaitu fotonya bersama dengan seorang wanita asing.

Aku sempat berpikiran bahwa dia adalah mantan Ranmaru, karena bukankah wajar aku jadi berpikir Ranmaru pernah berpacaran berkali-kali? Terlepas dari itu, Ranmaru sendiri pernah blak-blakan memberi tahu bahwa dia sering berganti perempuan dengan embel 'bukanlah wanita sesuai' di hidupnya.

Melihat senyum tulus sang wanita agak membuatku tersenyum getir. Di foto ini seakan telah menjelaskan segalanya bahwa sang perempuan nampak bahagia, padahal di balik itu terdapat seekor ular yang mengarahnya untuk diracun.

Tatapan yang sungguh menusuk, seakan perempuan ini membiarkan sebuah pedang menusuknya lebih dalam. Mungkin, dia sadar akan terbunuh oleh pedang itu tetapi tetap bertahan dalam lautan racun.

Seketika perasaanku terputar balik. Jujur, Ranmaru memang racun termanis yang pernah aku rasakan. Ucapannya, tingkah lakunya, dan bagaimana cara dia memperlakukanku itu sungguh hampir membuatku tak percaya bahwa dia adalah predator wanita.

Ah, tenangkan dirimu Aeri. Jangan terlalu banyak melibatkan perasaan. Ini adalah orang lain yang tak ada hubungannya, jadi untuk apa aku memikirkannya terlalu keras? Walau, membayangkan kekejaman Ranmaru pada wanita tentu mengundang rasa kasihan, serta rasa kepenasaran siapa perempuan ini.

Hari ini, aku tengah menjelma jadi gadis pekerja keras. Yang bekerja lebih dari satu tempat. Terkadang, aku akan kembali ke distrik S untuk membantu pekerjaan Cobra—dia memiliki beberapa usaha seperti pom bensin, atau mendatangi bengkel Asahina milik Yamato. Setelah itu, aku dihubungi oleh warga yang membutuhkan bantuan, kalau ada waktu aku akan bekerja di restoran dan saat malam hari di mana seharusnya untuk mengistirahatkan tubuh aku bekerja di mini market.

Namun, semua itu jadi tak terlalu sering lagi aku lakukan lantaran pertarungan yang membuatku absen bahkan sampai tertidur selama satu minggu. Oh, ya, ada satu pekerjaan lagi, yaitu jadi pembantu sementaranya Hyuga.

Kini, aku rasanya ingin semakin menghargai para pekerja paruh waktu lantaran aku tahu bagaimana rasa lelahnya. Uang adalah satu penunjang hidup bahkan kebahagiaan makanya aku bertekad kerja keras untuk membantu Cobra. Itung-itung balas budi kecil, atas segala hal yang telah dia beri padaku.

THE MAD DOGWhere stories live. Discover now