PART 68

3.8K 584 119
                                    

"Gak bareng gue?"

"Nggak."

Pram beranjak, mengulurkan tangannya pada Erik kemudian pada Alya. Lalu dia melangkah cepat menyusul Dante yang sudah duluan pergi.

Dante sudah ada di atas motornya, sedang memakai helm. Pram mengambil helm yang menggantung di stang motornya kemudian naik ke jok belakang motor Dante; tanpa permisi dan tanpa ada penawaran dari sang empunya.

"Ngapain lo?" Dante menoleh ke belakang. Kaget dengan jok belakangnya yang tiba-tiba diduduki Pram.

"Nebeng," sahut Pram singkat.

"Gak ngikut Bang Jhona?"

"Nggak, abang lo banyak omong."

Dante menghela napas. Dua-duanya pasti banyak omong kalau bertemu, apalagi kalau cuma dibiarkan berdua.

Pram memakai helmnya. Mesin motor menyala. Saat Dante melajukan motor, dia menaruh tangan di lututnya. Mau peluk perut Dante, ya kali, geli.

-

Ada beberapa guru yang tidak mentolerir murid-muridnya yang tidak mengerjakan PR; apa pun alasannya. Dan Pram sudah menjadi langganan dikeluarkan dari kelas; disuruh berdiri di luar kelas, tidak boleh duduk, jika duduk akan ketahuan karena terlihat dari jendela.

Pram berdiri dengan seorang siswa; salah satu teman kelas yang dia tidak ingat namanya.

"Lo kenapa sering gak ngerjain PR?" Orang itu bertanya.

Pram melirik. "Lupa. Lo?"

"Gue biasanya ngerjain, nyontek, sih, tapi tadi gue kesiangan, sial banget, dah. Emang itu si Dante gak kasih lo contekkan? Pelit banget dia sama saudara sendiri. Di rumah dia gimana, sih? Songong gitu juga?"

Pram menggeleng. "Baek."

"Baek? Modelan dia bisa baek? Orang ansos gitu, yang dia ajak ngobrol cuma orang-orang pinter doang."

"Kalo lo gak kenal orangnya, gak usah ngomong yang nggak-nggak," ucap Pram sembari melirik temannya itu dengan ujung mata. Kepalanya pusing dan orang di sampingnya nyerocos mulu, kesannya ngejelek-jelekin si Lonte lagi. Cuma tahu luarnya doang, tapi udah berani banyak omong.

Mata teman sekelasnya itu mendelik, mengalihkan pandang ke sisi lain. "Sama-sama songong," katanya pelan.

Pram tidak mempedulikan. Punggungnya sudah rapat bersandar pada tembok.

"Gak boleh nyender, Bu Helen bilang."

Pram mendecak, menegakkan kembali punggungnya.

"Lo kenapa gak pernah maen sama Miki-Alex lagi? Awal-awal, perasaan lo gak deket sama si Dante. Sekarang-sekarang lo keliatan maennya sama si Dante terus, Miki-Alex ditinggal. Ada masalah yang bikin renggang, ya?"

"Penting banget jawabannya buat lo?"

"Sombong banget, gue nanya doang."

Pram mendecih. Lalu memejamkan mata saat tiba-tiba kepalanya jadi terasa berputar. Tangannya terangkat menggapai orang di sampingnya.

"Apa?!"

Hanya kata yang diucap ketus itu yang dapat Pram dengar, sebelum tubuhnya terjatuh ke samping.

-

-

Wangi minyak angin dan sengatan rasa panas, menyapa kesadarannya. Pram mengernyit, menyentuh bawah hidungnya yang tidak berkumis. Di sana terasa basah.

"Akhirnya lo bangun juga."

Dante yang duduk di samping ranjangnya mengembuskan napas panjang.

Pram menatap tangan Dante yang tengah memegang sebuah minyak angin roll on.

PUNK (Selesai) Donde viven las historias. Descúbrelo ahora