26. On the pale moonlight

85 8 0
                                    

Sampainya di kamar mereka, Mandy segera menunjuk kasur milik Alena agar Adrian merebahkannya disana. Mandy menghampiri Adrian setelah melepas sepatu yang ia taruh di bawah kasur nya.

''Aku harus menggantikan baju nya,'' Mandy berdiri di depan nakas menatap Alena dari ujung kaki hingga ujung rambut.

Adrian baru saja melepas heels yang masih menempel di kaki Alena. Kaki Al yang tadi di kompres nya terlihat kembali memerah akibat lecet.

''Ya, baiknya begitu. Kau ambilkan pakaian ganti nya aku akan melepas perhiasannya dulu,'' kata Adrian duduk di pinggiran kasur mulai melepas kalung dan anting Al, sedangkan Mandy langsung mengambil piyama dari lemari Alena untuk baju ganti.

''Kau akan tetap disini atau bisa beri kami sedikit privasi mr Pucey?'' Mandy melipat kedua tangannya di depan memandang lurus pada Adrian yang tidak menaruh minat berpindah dari duduknya.

''Akan kutunggu di luar,'' ucapnya lalu bangkit berdiri dan keluar dari kamar.

Mengabaikan ciuman panas oleh sejoli di depan kamar anak tahun kelima, Adrian menghela napas panjang membayangkan keadaan Alena, sekalut apa dirinya hingga teler begitu.

Draco memang keterlaluan. Sungguh. Tapi laki laki itu juga merusak suasana hati Al. Seharusnya ia menyusul saat tau Alena kembali ke Great Hall mengesampingkan kemungkinan ia akan bertemu Anthony.

Oh tentu saja, Anthony seperti mendengar suara hatinya.

''Pucey? Mengapa kau disini?'' tanya Anthony ketika berhasil mencapai depan kamar anak tahun keempat.

Pertanyaan yang cukup normal untuk pemandangan seorang pria Slytherin berada di asrama Ravenclaw, dan di wilayah dorm wanita. Sebab yang bertanya juga perlu di pertanyakan dengan alasan yang sama.

''Kau sendiri apakah salah jalan?'' jawab Adrian sarkas.

''Kau menunggu siapa?'' Anthony tidak menggubris sarkasme Adrian, ia lebih penasaran apakah mereka ingin bertemu dengan orang yang sama.

''Aku yang mengantarnya kemari,'' jawab Adrian datar, tanpa memberi klu lebih Anthony sudah paham.

''Dia mabuk?''

''Teler. Lemah sekali. Kalau aku jadi pasangannya aku tidak akan meninggalkannya barang sedetik,'' sindir nya penuh penekanan.

''Mabuk sendirian tanpa pendamping. Jika Mandy tidak menemukannya entah akan seperti apa nasibnya,'' ucap Adrian bercampur emosi atas kekecewaan pada dirinya sendiri.

''Dia menghilang ditengah kerumunan. Kau kira aku tidak mencarinya? Karena ini pesta dan dia punya banyak teman aku pikir dia baik baik saja,'' jelas Anthony tak mau sepenuhnya disalahkan.

Meski perasaan bersalah itu tidak sepenuhnya dimaksudkan untuknya. Lagipula Anthony ada benarnya, lebih banyak Adrian yang bersalah disini. Namun mengetahui Alena sudah aman itu sudah cukup.

Adrian tidak lagi ambil pusing dengan opini Anthony. Ia kembali bersandar di tembok, menunggu Mandy mengabarinya bila dirinya sudah bisa masuk.

Ia sendiri tak tahu akan berbuat apa setelahnya. Hanya saja sisa waktu malam ini akan lebih baik bila dihabiskan dengan Alena seperti rencananya.

''Untuk apa kau menunggu nya?'' Anthony kembali membuka suara setelah hening cukup lama diantara mereka yang menunggu bersebrangan di sisi pintu.

''Aku bisa bertanya hal yang sama,'' jawabnya acuh.

''Aku ingin tahu kondisinya, itu saja''

''Sama.''

Anthony berpaling padanya dengan wajah bingung, ''Kau yang mengantarnya bukan?'' katanya heran mendengar jawaban Adrian.

It's me,not another | slow-upWhere stories live. Discover now