20. The Party

212 33 2
                                    

"Kau berharap aku ikut?" tanya Harry dengan alis terangkat sebelah.

Alena menghela nafas panjang. Tentu tidak, ia hanya mencoba peruntungan mana tahu dewi Fortuna sedang berbaik hati padanya siang ini.

"Aku tahu jawaban mu akan begini tapi setidaknya aku mencoba, temanku Lisa ingin sekali aku melakukannya-"

Tenggorokan Al mendadak tercekat, sadar bicaranya makin tak tentu arah. Mengapa otaknya tak pernah mau bekerja sama disaat ia darurat alasan seperti ini.

Harry masih menunggu Al menyelesaikan kalimatnya, tangannya terlipat didepan dada membuat Al lebih terlihat seperti sedang diintrogasi. Meski yang terjadi justru sebaliknya.

"Jadi...kau-?"

"Ya..?" tanya Harry penasaran.

"Ya?" ulang Alena, mengira Harry menjawab pertanyaannya.

Harry gelagapan menyadari kesalahpahaman mereka, dirinya mengembalikan air muka semula lalu memperbaiki kalimatnya."Ya? Maksudku, apa yang ingin kau katakan?"

"Oh..tidak, kau- aku tahu jawaban mu," ucap Al akhirnya.

Sekarang Harry justru merasa bersalah. Ia ingin  setidaknya sekali saja menolong gadis Lestrange pertama yang menjadi temannya.

Walau hal itu bukan satu satunya alasan.

Harry membuka suaranya canggung, "Maaf Al, aku tidak-"

"No it's okay," selanya cepat. "Tidak seharusnya aku berharap lebih."

Wajah Harry semakin memerah. Alena tidak bermaksud tapi Harry makin dirundung penyesalan karenanya.

"Baiklah Harry aku pergi dulu," pamit Al kemudian berlalu pergi.

Harry ditempatnya masih terlihat berpikir, mungkin ia tertular dilema Al kemarin. Sebab pertanyaan nya masih tentang hal yang sama.

Should i join the party?

°〽°〽°〽

Jantungnya berdegup tak karuan, temponya bergerak semakin cepat ketika hanya perlu beberapa langkah lagi melewati pintu masuk asrama Slytherin.

Beberapa langkah yang terasa begitu berat.

"Kau tahu sandinya, Na?" tanya Fleur setelah bermenit-menit Alena hanya mematung didepan pintu.

"T-tidak," bohongnya.

Bila pun ada benarnya Alena tidak mengetahui sandi, setidaknya tidak akan jadi hal sulit untuk menebak sandi asrama ter-rasis yang pernah ia jumpai.

Tidak menerima selain pureblood dan luar biasa merendahkan muggle born.

'Pureblood' sebutnya dalam hati.

Ooh jelas itu tak bekerja.

"Kukira kau tahu sandinya LeStranger, apa Draco tak pernah memberitahumu?" Blaise datang entah darimana menegur Alena dengan sapaan paling ramah buatannya. Membuat gadis itu sedikit tertekuk.

"Berhenti memanggilku Stranger, Zabini" Alena menatap Blaise tajam.

Blaise menghiraukan tatapan tak bersahabat Alena, mencubit hidungnya gemas. "Maka sebaiknya panggil aku Blaise, nona"

"Pureblood," lanjutnya mengucap sandi.

Mereka segera melangkah memasuki area rekreasi Slytherin. Berjalan ditengah kerumunan, salah satu hal langka bisa melihat ruang rekreasi dalam keadaan rusuh oleh murid dari banyak kalangan begini.

It's me,not another | slow-upWhere stories live. Discover now