Dua Belas

36 12 5
                                    

*

*

*

*

Gerakan tangan Dewangga yang tadinya sedang sibuk mengeringkan rambutnya yang basah, mendadak terhenti saat mendengar suara bell. Batinnya bertanya-tanya, siapa tamu yang berkunjung malam-malem begini? Tetangga barunya kah, Julia?

Ekspresi Dewangga langsung berubah cerah. Dengan gerakan asal, pria itu melempar handuk kecilnya ke sembarang arah. Tangannya kemudian dengan cekatan merapikan rambutnya yang masih basah, setelah dirasa cukup oke barulah dia membukakan pintu.

"Kenapa ekspresi kamu keliatan nggak seneng begitu?" protes sang tamu tepat saat pintu itu terbuka dan ekspresi Dewangga berubah kecut, "enggak seneng Mami ke sini?" sambungnya kemudian.

Benar. Tamu Dewangga adalah Maminya sendiri. Perempuan yang telah mengandung, melahirkan, dan juga membesarkannya hingga sekarang.

"Enggak, Mi," elak Dewangga.

Sejujurnya ia memang sedikit kecewa karena ekspektasinya tidak sesuai kenyataan. Namun, di sisi lain ia senang juga karena Mami-nya datang membawa paper bag yang ia yakini itu berisi makanan.

"Jadi kamu nggak seneng gitu Mami ke sini?" ulang Lita sedikit emosi.

Dewangga langsung menggeleng panik. "Eh, maksudnya enggak lah, itu seneng, masa nggak seneng."

"Terus kalau seneng kenapa nggak disuruh masuk Mami-nya? Kenapa kamu biarin Mami berdiri di depan pintu gini doang?"

Astaga, ya ampun.

Reflek Dewangga menepuk dahinya sendiri. Ia kemudian sedikit menggeser tubuhnya untuk memberi jalan yang Mami agar masuk ke dalam apartemennya dengan leluasa.

"Hehe, maafin, Mi, lupa," cengirnya kemudian.

"Kamu itu loh, bener-bener. Ini nih yang bikin Mami nggak kasih izin kamu tinggal sendiri, apa-apa lupa, apa-apa perlunya dilayani, dibantuin. Kok sok-sokan mau tinggal sendiri. Nggak takut kelaperan tengah malam kamu?"

Lita masuk ke dalam apartemen sang putra dengan kedua mata yang sibuk menjelajah ke seluruh ruangan. Mengkoreksi setiap detail perabot yang dipakai sang putra.

"Astaga, kamu itu jorok banget sih, Ngga? Udah dibilang handuk basah yang buat abis mandi itu jangan ditaroh sembarangan, harus diangin-anginin biar nggak numbuh jamur. Bukannya malah ditaroh di sofa begini, ntar kalau sofanya ikut kena jamur gimana?" omel Lita sambil berdecak dan geleng-geleng kepala. Ia langsung mendekat ke arah sang putra dan menjewer telinga pria itu sebelum bergegas menuju kamar.

"Mending besok kamu pulang ke rumah deh," ujar Lita setelah keluar dari kamar.

Dewangga menatap Maminya tidak yakin. "Ngapain?"

"Biar Mami lebih gampang ngawasin kamu lah. Pake segala tanya."

"Mi, jangan mulai bisa? Kan kita udah bahas ini dari awal. Dan Mami udah setuju loh, kenapa sekarang minta Angga pulang? Kalau Angga pulang berarti Angga keluar dari perusahaan ya?"

Dengan kedua mata melotot Lita langsung memukul sang putra. "Sembarangan kamu kalau ngomong!"

"Ya, makanya jangan minta aneh-aneh. Kan kita udah bikin kesepakatan bersama."

Lita tidak membalas. Hanya mampu menghela napas pasrah. Pergerakan tangannya kini mulai sibuk membongkar paper bag yang ia bawa.

"Kamu udah makan?"

Dewangga mengangguk untuk mengiyakan.

"Ya udah, kalau gitu ini semua Mami simpen di kulkas, besok pagi diangetin terus buat sarapan. Ingat dimakan, Mami nggak mau tahu ya, kalau pas Mami ke sini dan wadahnya masih penuh."

After Meet YouWhere stories live. Discover now