Enam

41 11 2
                                    

*

*

*

*

"Morning, say--"

Sapaan Jeff terpaksa harus terpotong karena Julia menghindar, saat pria itu berniat memeluknya. Dahinya mengkerut heran saat mendapati sikap sang kekasih yang seperti sedang merajuk. Batinnya bertanya-tanya, habis berbuat salah apa lagi dirinya sampai sang kekasihnya ini merajuk?

"Aku ada salah?" tanya Jeff ragu.

Julia menggeleng. "Langsung berangkat aja," balasnya seolah mengabaikan sang kekasih. Bahkan tanpa menatap Jeff, gadis itu langsung berjalan mendahului pria itu dan masuk ke dalam mobil begitu saja.

Jeff saja turun dari mobil demi menyambut sang kekasih, tapi kenapa kekasihnya itu malah mengabaikannya begitu saja?

"Harus aku bilang berapa kali sih kalau emang aku ada salah kamu bilang, jangan diemin aku gini aja. Aku nggak ngerti di mana salahnya," ucap Jeff saat ia akhirnya menyusul Julia masuk ke dalam mobil.

Mendengar keluhan sang kekasih, Julia mendengus sinis. Kedua tangan menyilang di depan dada, pandangannya berpaling ke arah luar guna mengontrol emosinya. Setelah dirasa jauh lebih baik, ia menoleh ke arah Jeff.

"Kamu ada yang mau diomongin nggak sama aku?"

Jeff menggeleng cepat. "Enggak ada. Aku aja nggak ngerti kamu kenapa begini. Apa? Mau ngomong apa? Kamu mau aku ngomong apa?" cecarnya mulai kehilangan kesabaran.

"Kamu semalem pulang dari kantor ke mana?"

"Langsung pulang kok," balas Jeff cepat tanpa keraguan.

Julia manggut-manggut reflek. "Enggak nongkrong sama temen-temen dulu?" pancingnya kemudian.

Raut wajah Jeff kali ini sedikit berubah, meski itu tidak berlangsung lama. "Mas Panji yang bilang?" tebaknya.

Mencoba tetap terlihat tenang, Julia mengangguk dan mengiyakan. "Hm. Kenapa nggak jujur?"

Detik berikutnya Jeff langsung tertawa. "Astaga, jadi karena itu? Ya, oke, aku minta maaf, aku yang salah di sini. Maafin aku ya, sayang, aku sebenernya nggak niat bohong. Cuma, ya, oke, aku ngaku semalem nongkrong sama temen-temen. Aku takut kamu marah makanya nggak jujur sama kamu. Maafin ya?" bujuknya seraya meraih telapak tangan Julia, yang dengan cepat langsung ditepis gadis itu.

Kedua mata Julia menatap Jeff tajam. "Atas dasar apa kamu bisa mikir kalau aku bakal marah kalau kamu nongkrong sama temen-temen kamu? Emang di mata kamu aku perempuan begitu, Jeff?"

Wajah Jeff seketika langsung berubah panik. "Aduh, sayang, enggak begitu maksud aku. Aku cuma--"

"Aku kecewa sama kamu, Jeff," lirih Julia, kedua matanya terlihat memerah. Tidak, gadis itu tidak menangis, tapi sedang berusaha menahan tangis.

"Aku bisa jelasin, sayang!"

"Oke, aku dengerin."

Hening.

"Siapa perempuan itu?" desak Julia.

"Perempuan apa? Ini kamu sebenernya diceritain apa sih sama Mas Panji? Mas Panji pasti cerita yang enggak-enggak kan sama kamu?"

Kali ini Julia sudah tidak kuat. Ia tidak tahan. Air matanya jatuh. Sakit hati, jelas. Ia sakit hati karena pria yang ia percayai berbohong. Julia paling tidak suka dibohongi. Terlebih lagi orang yang membohonginya malah menyalahkan orang lain. Ia benar-benar membenci spesies pria semacam ini.

"Enggak usah nyalahin orang untuk pembenaran kamu, Jeff! Aku nggak suka," seru Julia emosi, "asal kamu tahu Mas Panji nggak cerita apa-apa sama aku. Semalam dia pergi sama aku, aku yang lihat sendiri pake mata kepala aku kalau kamu sama perempuan lain. Jadi, sekarang, plis, jangan memperumit keadaan dan jelasin yang sejujur-jujurnya! Aku dengerin."

After Meet YouDonde viven las historias. Descúbrelo ahora