Sepuluh

29 11 6
                                    



Bantu tandain kalau ada typo ya!

*

*

*

*

"Julia?"

Julia spontan menghentikan langkahnya dan berbalik, saat mendengar namanya dipanggil. Ia tidak bisa menahan kerutan di dahinya saat menemukan siapa yang memanggilnya barusan.

Tunggu sebentar, apa yang dilakukan pria itu di sini?

Cepat-cepat Julia melirik jam tangan yang melingkar pada pergelangan kirinya. Masih pagi kok. Ujarnya membatin. Lalu kenapa pria ini sudah di sini pagi-pagi? Jemput ceweknya kah? Otak Julia mulai berasumsi. Eh, tapi kan kemarin ngakunya single? Berarti mungkin bukan jemput pacar kali, ya. Terus ngapain dong?

Ya ampun, otak Julia pagi-pagi sudah berisik sekali.

Tak butuh waktu lama, pria itu berjalan menghampiri Julia.

"Selamat pagi, kamu tinggal di sini juga?"

Julia langsung berseru takjub saat mendengar kata 'juga', jadi artinya pria ini juga tinggal di gedung ini?

Hei, ke mana aja Julia selama ini sampai tidak sadar kalau dirinya ternyata bertetangga dengan pria tampan ini? Mendadak ia merasa merugi.

"Julia?" panggil pria itu sekali lagi. Sebelah tangannya melambai di depan wajah Julia. Hal ini sukses membuat gadis itu tersenyum tersadar dari lamunannya.

"Eh, iya? Sorry, tadi lo bilang apa?"

Pria itu tersenyum tipis. Dan itu sukses membuat lutut Julia rasanya lemas seperti jeli. Ya Tuhan, disenyumin dikit begitu saja ia rasanya sudah tidak kuat apalagi kalau pria itu melakukan hal lain?

"Ngelamun?" tanya pria itu.

Julia meringis malu. "Dikit. Jadi, tadi lo nanya apa?"

"Kamu juga tinggal di sini?"

Julia langsung mengangguk cepat. "Iya, gue tinggal di sini. Lo juga?"

Pria itu mengangguk. "Iya, baru pindah semingguan sih. Jadi bisa dibilang masih warga baru."

Oalah, pantesan Julia baru lihat. Penghuni baru ternyata.

"Mau ngantor?" tanya pria itu.

Julia langsung mengangguk untuk mengiyakan.

"Kantor kamu di mana?"

"Di daerah Sudirman."

"Ya udah, ayo, bareng," ajak pria itu.

Julia sebagai perempuan yang tidak mau dicap gampangan, seperti yang dikhawatirkan Panji kemarin, jelas ia tidak bisa langsung mengiyakan ajakan itu.

"Eh, nggak usah deh, gue bisa naik ojek," tolak Julia sungkan.

"Udah pesen?"

"Udah, cuma belum dapet drivernya."

"Ya udah, bareng aja daripada nunggu lama kan?"

Julia mengigit bibir bawahnya ragu lalu menggeleng pelan. "Enggak usah deh, gue nggak papa kok, udah pro banget soalnya kalau disuruh nunggu. Mending lo duluan aja, gue gampang. Daripada ntar lo telat?"

"Makanya biar nggak telat, ayo, bareng sekalian. Biar kita sama-sama nggak telat."

"Seriusan nggak papa?"

Dengan wajah penuh keyakinan pria itu mengangguk untuk meyakinkan. Hal ini membuat Julia merasa dilema. Berhubung tidak enak, ia akhirnya mengangguk untuk mengiyakan.

After Meet YouWhere stories live. Discover now