17-HUKUMAN ATAU BAIKAN?

Start from the beginning
                                    

"ADEK KITA GUE JAGAIN KOK DEAN!"

Tutt

Bunda Jena menggelengkan kepalanya. Merasa takjub dan gemas dengan situasi sekarang ini. Teringat olehnya ketika Dean, Dafin dan Adit semasa kecil. Mereka sering bermain bersama. Lebih tepatnya Dafin dan Adit saja yang bermain, sedangkan Dean memilih duduk tenang sembari memperhatikan keduanya.

Tak berselang lama, mobil sudah berada tepat di depan taman komplek. Dari kejauhan nampak Adit yang menghampiri. Ia langsung memeluk Bundanya. Modus biar tak berhadapan dengan Dean. Dia yang jagoan gini kan juga belum siap ketemu Dean.

"Bunda, Dean langsung pulang aja ya. Maaf nggak bisa nginep," ujar Dean setelah memastikan bahwa Adit membawa kendaraannya ke sini.

"Nginep aja ya? Ini udah malem loh. Kasihan Dapinnya."

"Maaf Bun. Dean punya urusan dengan Dafin," jawab Dean dengan tegas.

Bibi Jena yang merasa sia-sia jika membujuk akhirnya mengangguk. Dia kemudian mengajak Adit untuk pulang ke rumah.

Sebelum masuk mobil, Adit sempat bersitatap dengan mata tajam Dean. Sedikit bergidik ketika Dean sempat melayangkan jari telunjuk ke arahnya. Dengan buru-buru, Adit pun masuk ke dalam mobil dan melaju meninggalkan area taman.

Setelah kepergian Bunda Jena dan Adit, Dean berjalan dengan pelan ke dalam area taman. Langkahnya waspada dengan dihiasi ekspresinya yang dingin.

Dean tiba di depan sosok yang memenuhi pikirannya sedari tadi. Adiknya. Kembarannya. Dean memilih memperhatikan wajah polos itu lama.

Tangannya kemudian terulur untuk mengusap pipi bulat milik Dafin. Setelahnya beralih mengusap rambut halus berwarna kecoklatan itu.

"Harusnya gue emosi sama lo. Marah-marah bahkan beri lo hukuman. Tapi Lo curang dengan tidur imut kayak gini. Gue gak tega."

Dean membuat Dafin berada pada gendongan di punggungnya dengan hati-hati. Dafin yang tertidur tampak menyamankan posisinya. Hal kecil yang dilakukan Dafin itupun sukses mengundang senyum Dean.

Dean menggendong Dafin dengan langkah yang perlahan. Bermaksud tidak ingin membangunkan saudara kembarnya ini. Namun usahanya tampak sia-sia karena Dafin mulai terusik dalam tidurnya.

༶•┈┈⛧┈♛♛┈⛧┈┈•༶

Dafin membuka matanya perlahan. Sedikit menyesuaikan dengan keadaan, ia mengerjap beberapa kali. Dirinya tertidur ternyata. Ia kemudian menyadari sedang berada dalam gendongan punggung seseorang.

"Dean.." panggil Dafin pelan. Ia menyembunyikan wajahnya di punggung tegap itu. Terisak tanpa bisa ia tahan lagi.

Isakannya semakin kencang ketika sadar bahwa panggilannya tidak di gubris sama sekali. Dean benar-benar tidak melakukan apapun padanya. Biasanya ketika mengetahui dirinya menangis, Dean akan memeluk dan menenangkannya. Apakah Dean berubah?

Dafin jadi overthinking. Ia terus memikirkan harus melakukan apa supaya Dean memaafkannya. Hingga tanpa sadar, ia dan Dean sudah berada tepat di samping mobil. Dafin yang sadar diri segera turun dari gendongan dan masuk ke dalam mobil. Dean tetap sama, diam dengan ekspresi datarnya.

Perjalanan mereka dihiasi keheningan. Hanya beberapa kali terdengar sesegukan dari Dafin. Setibanya di rumah, Dean tanpa menoleh langsung masuk ke dalam. Tampak benar-benar tak peduli.

Dafin mengikuti dari belakang. Menundukkan kepala dan memilin-milin jemari kecilnya. "Aduh," desisnya ketika menubruk punggung Dean yang berhenti tiba-tiba.

𝗧𝘄𝗶𝗻𝘀 𝗨𝗻𝗶𝘃𝗲𝗿𝘀𝗲Where stories live. Discover now