17. Sex in the Kitchen

4.8K 75 6
                                    

Hola, happy reading and enjoy!

Chapter 17

Sex in the Kitchen

Sheila menghela napasnya seraya memejamkan matanya, ia tidak memiliki nyali untuk menghadapi Romero saat ini. Di kedai kopi, tatapan Romero sangat dingin dan sikapnya sangat kaku. Seperti bukan Romero yang biasanya santai dan cengengesan di depannya.

Jarak rumahnyandan rumah Romero hanya beberapa meter dan Romero memarkirkan mobilnya di area parkirnya yang berdempetan dengan area parkirnya. Pria itu bersandar di mobilnya, tatapan matanya jelas mengarah padanya yang masih berada di dalam mobil.

Bagaimanapun juga ia tidak bisa lepas dari Romero. Jadi, Sheila melepaskan sabuk pengamannya, menyambar tasnya dan mendorong pintu mobil lalu berjalan ke arah Romero dengan langkah panjang dan dagu dinaikkan.

"Dia temanku sekolah, oke? Kau tidak perlu bersikap seolah-olah melakukan kejahatan yang merugikanmu," ucap Sheila ketika jaraknya hanya tinggal dua langkah dari Romero.

"Aku tidak meminta penjelasan darimu, Bajingan itu sudah menjelaskannya tadi."

Sheila tertawa sinis. "Ha? Tapi, sikapmu membuatku jengkel!"

"Seharusnya aku yang jengkel, bukan kau," ucap Romero dengan nada sangat dingin.

"Kau?" Sheila tertawa mengejek tanpa suara seraya menggelengkan kepalanya dan menatap Romero. "Kau harus ingat posisimu."

"Kau mengingatkan posisiku?" Romero menyambar pergelangan tangan Sheila dan mengangkatnya, tatapan matanya tajam dan lurus menatap Sheila. "Jangan lupa, Sheila Rikkard. Orang tuamu menitipkanmu padaku."

"Lalu apa? Hanya karena itu lalu kau berhak mengatur dengan siapa aku boleh bergaul?"

"Jelas Bajingan itu memiliki maksud lain padamu," geram Romero.

"Dia hanya teman SMA-ku!" tegas Sheila.

Romero tersenyum sinis. "Aku tidak bilang kalau aku tidak percaya dengan penjelasan kalian. Kenapa kau begitu panik?" Romero menyipitkan matanya. "Dan sudah berapa kali kau bertemu dengannya?"

"Kami bertemu kembali saat reuni dan hari ini. Dan itu bukan urusanmu."

"Kau sudah tidur dengannya?"

Sheila bergidik menyaksikan tatapan Romero padanya, ia ingin sekali mengelak. Tetapi, batinnya menolak untuk mengelak dan lagi Romero jelas tidak akan percaya dengan kebohongannya. Romero hapal betul dengan ekspresinya.

"Kalau iya, kenapa?" kata Sheila dengan angkuhnya.

Rahang Romero mengeras, cengkeraman tangannya di pergelangan tangan Sheila seperti hendak mematahkan tulang tangan wanita itu. Raut wajahnya gelap dan di matanya seolah terdapat bara api.

"Sheila...."

Sheila gemetaran, ia mengalihkan pandangannya ke tangannya dan bergumam, "R-Romero, sakit...."

Dada Romero turun naik menahan amarahnya kemudian perlahan cengkeramannya mengendur dan melepaskan tangan Sheila kemudian meninju kap mobilnya.

Sheila meremas tangannya sendiri seraya mendekati Romero dan menyentuh pundak pria itu dengan lembut. "Romero, aku tidak pernah tidur dengan Jack."

"Pergilah," kata Romero dengan nada pelan dan kepala tertunduk.

"Aku sungguh tidak bermaksud membuatmu marah, kebetulan kami bertemu di sana tadi. Aku tidak berbohong."

"Pergilah," ulang Romero.

Sheila mundur beberapa langkah kemudian buru-buru meninggalkan Romero, ia bergegas memasuki rumahnya dan pergi ke kamarnya. Saat ini yang diinginkannya hanya merendam tubuhnya di dalam air hangat untuk meredakan ketegangannya.

Ayahnya memang menitipkan dirinya kepada Romero karena mengetahui jika hubungannya dengan Romero sangat akrab, beberapa kali ayahnya menelepon Romero untuk memastikan keadaannya.

Seraya memikirkan betapa lamanya waktu yang sudah dilewati bersama Romero, Sheila menekuk kedua lututnya dan memeluknya. Dadanya terasa sangat sakit, entah kenapa dan air matanya terdorong keluar tetapi ia tidak tahu sebabnya.

Ia mencoba memikirkannya menggunakan logika, mungkin dirinya bersedih karena Romero sudah melewati batas padanya. Apa salahnya bertemu Jack? Apa salahnya jika tidur dengan Jack? Bukankah Romero juga tahu kalau dirinya pernah melakukan kencan satu malam dengan beberapa pria lalu kenapa hanya kepada Jack, Romero menunjukkan sikap seperti itu? Sheila menangis tersedu-sedu seraya membenamkan wajahnya di lututnya.

***

Romero melangkah menuju rumahnya, tetapi ia kemudian berbalik memasuki rumah Sheila dan langsung menuju kamar Sheila. Romero tidak mendapati wanita itu di sana. Jadi, ia langsung membuka pintu kamar mandi.

"Sheila," desah Romero.

Sheila mengangkat kepalanya, matanya merah, wajahnya berurai air mata. Romero terpaku di tempatnya, ia tidak pernah melihat Sheila menangis seperti itu dan rasa bersalah seketika menyergap perasaannya.

"Sheila, kau baik-baik saja?" tanyanya dengan sangat lembut seraya berjalan mendekati bathtub.

Selengkapnya di KARYA KARSA.
Terima kasih untuk yang selalu mendukungku. Semoga sehat selalu, bahagia, and GBU.

SELINGKUH (21+)Where stories live. Discover now