Chapter 01

490 32 4
                                    

|Rise: Si Narsis Yang Tampan|

🍁🍁🍁

Suara klik dari lensa kamera memenuhi seisi ruangan. Cahaya dari lampu lensa berkedip setiap kali sang model berpose menyesuaikan instruksi sang fotografer. Begitu klik terakhir berbunyi, sang model menghentikan gerakannya dan menghela napas lega sembari berjalan kebelakang layar setelah mendengar kata selesai pada hari itu.

Sekretaris memberinya sebotol air berisi irisan lemon. Disamping, sang manajer sibuk menghubungi beberapa sutradara untuk membicarakan pekerjaan.

Kata siapa menjadi seorang artis itu menyenangkan. Dia tidak punya waktu untuk beristirahat, terus menerus melakukan berbagai macam pekerjaan tanpa henti. Dia bukan robot, oke? Tapi dia tidak bisa berhenti karena uang muka sudah lebih dulu masuk ke rekeningnya.

"Pekerjaan hari ini selesai, aku ingin pulang." Kata laki-laki itu melemparkan handuk bekas pakainya ke arah sang sekretaris.

"Tunggu!" Sekretaris menahan lengannya, dia menggelengkan kepala tidak setuju. "Ada banyak wartawan dan penggemar yang datang untuk meminta klarifikasi. Sulit bagi kita untuk keluar sekarang karena mereka tidak akan membiarkanmu pergi dengan mudah."

Dahinya berkerut tidak senang. "Lalu? Kita akan menunggu disini sampai mereka pulang? Tidak, aku memiliki janji bersama keluargaku. Jadi aku harus pulang."

"Rise," sang manajer selesai menelepon, dia menghampiri mereka dan menjelaskan, "Ada banyak wartawan didepan gedung. Kita benar-benar tidak bisa melewatinya sekarang."

"Lalu pikirkan caranya agar aku bisa keluar dari tempat ini!" ujarnya dongkol. Sulit baginya untuk mengatur jadwal, dia sudah berusaha menyelesaikan jadwal dengan cepat namun kendala seperti ini terjadi tidak sesuai perencanaan.

"Kita harus menunggu."

Rise membasahi bibirnya dan memijat ruang diantara alisnya dengan lelah. Semua ini karena berita tidak menyenangkan itu. Semua pemberitaan memfitnahnya diam-diam telah menjalin hubungan dengan seorang artis muda yang sedang naik daun. Hanya karena dia tidak sengaja membantu gadis itu yang keseleo didepan gedung, berita itu langsung meledak dalam satu hari.

"Segera urus masalah ini, aku tidak bisa terus bersembunyi dari para wartawan. Mereka sangat pintar memanipulasi keadaan hanya untuk keuntungan pribadi." Keluh Rise sembari menjatuhkan tubuhnya diatas kursi.

"Aku sudah menelepon manajer Adele untuk mengatur pertemuan. Tapi Adele sedang sibuk sehingga dia harus keluar kota untuk shooting."

"Apa kamu tidak bisa memintanya membuat klarifikasi online? Kita tidak perlu bertatap muka secara langsung,"

"Tidak bisa, Rise." Manajer berusaha membujuk, dia mengambil tempat duduk disamping Rise. Sekretarisnya duduk di kursi belakang sambil memeriksa barang-barang Rise didalam tas. "Klarifikasi itu harus dilakukan secara terbuka dan bertatap muka. Sehingga akan banyak orang yang percaya bahwa hubunganmu dan Adele tidak seperti yang mereka pikirkan."

Rise menghela napas lelah, "Aku tidak yakin masalah ini selesai dalam beberapa hari. Gadis itu sibuk, minta saja rekaman video padanya dan aku akan menguploadnya di media sosial ku dan menulis caption dikolom komentar."

Sekretaris mencondongkan tubuhnya diantara mereka dan berbisik, "Itu ide yang buruk. Bukankah tindakan itu akan membuat para penggemar semakin yakin bahwa kalian memiliki hubungan?"

Manajer mengangguk setuju, "Jangan lakukan itu jika kamu ingin selamat."

Benar, itu akan membuat penggemarnya semakin curiga. Rise merasa risih setiap kali berada diluar, dia akan dikelilingi oleh wartawan yang meminta klarifikasi atas kejadian di malam itu. Entah siapa yang memotretnya diam-diam dan memberitakan gosip hoax kepada publik. Mereka harus segera menutup masalah ini secepat mungkin. Meskipun ini bukan pertama kali bagi Rise, tetap saja dia tidak bisa terganggu oleh gosip-gosip murahan yang tersebar diluar sana.

RISE: Aku (Bukan) Penggemar [END]Where stories live. Discover now