Chapter 11

373 27 4
                                    

[Rise: Kembalikan Rengga]

🌱🌱🌱

Zilly sudah sibuk didapur menyiapkan sarapan untuk mereka berempat. Sesekali kepalanya akan melongo keluar untuk memastikan Rengga masih bermain di ruang tamu.

Pagi-pagi sekali Rengga sudah membangunkannya, padahal sebelumnya dia masih tertidur sampai Dirly pergi bekerja. Tapi sekarang tidak lagi, semenjak dia memiliki mainan anak itu selalu membangunkannya kemudian akan sibuk bermain di ruang tengah sendirian.

"Apa ada yang bisa ku bantu?" Zilian bertanya setelah memasuki area dapur dan melihat Zilly sedang menggoreng telur mata sapi diatas wajan.

Zilly meliriknya dengan ekor mata dan menggelengkan kepala, "Ini hampir selesai. Apa tidurmu nyenyak?"

Zilian bersandar di pantry dan mengangguk. Dia tidur nyenyak, tapi sejak Rengga rutin bangun di pagi hari, suara ocehan Rengga diruang tengah selalu membangunkannya. Yah maklumkan saja, jika anak-anak sedang menyukai sesuatu maka dia akan terus bermain dengan itu sampai dia puas.

Sekarang Rengga sedang dalam fase tersebut jadi mereka hanya membiarkan saja. Lagipula setelah mendapatkan mainan, Rengga tak lagi mencari Zidny, mungkin karena dia begitu sibuk dengan dunianya sendiri, bermain sehingga lupa akan keadaan sekitar.

"Kakak, apa kamu akan mencari pekerjaan baru?"

Omong-omong sudah hampir dua bulan Zilly menganggur. Tampaknya sekarang dia tak lagi terobsesi mengirim resume ke perusahaan-perusahaan untuk melamar pekerjaan. Setelah menolak perusahaan terakhir yang merekrutnya untuk datang ketika di waktu yang kurang tepat, Zilly tak lagi berpikir untuk mengirim resumenya ke perusahaan lain.

Mematikan kompor, Zilly meletakkan telur didalam piring yang berisi 2 telur lainnya dan menaruh wajan kotor ke westafel. "Aku ingin melakukannya. Tapi aku belum punya waktu untuk menulis resume jadi aku akan menunggu sampai aku punya waktu."

Zilly menyiapkan tiga piring dan meletakkannya dengan rapi disetiap sisi meja yang diduduki oleh orang-orang.

"Lalu jika suatu saat kakak bekerja, bagaimana dengan Rengga? Apa kakak akan membawanya?" pertanyaan Zilian membuat dia berhenti bergerak.

Dia sudah memikirkan masalah ini. Nanti jika Zilly mulai bekerja, dia akan menitipkan Rengga di daycare sehingga dia bisa bermain dengan teman-temannya dan tidak akan kesepian. Lagipula Rengga sangat senang bermain, jika dia menitipkannya disana, maka Zilly tidak akan khawatir.

"Kakak akan menitipkannya di daycare, bagaimana menurutmu?"

Zilian mengangguk, "Tidak buruk. Aku akan membayar uangnya untuk bulan pertama."

"Baiklah, sekarang cepat panggilkan Ayah. Kita akan sarapan bersama."

Zilian keluar dari dapur, matanya segera melirik ke tempat dimana Rengga masih sangat sibuk bermain hingga tak mengangkat wajahnya sedikit pun untuk melirik pamannya. Kepala pemuda itu menggeleng-geleng kecil, dia tersenyum kecil dan hendak mengetuk pintu kamar sang Ayah sebelum mendengar ketukan dari pintu luar. Alis Zilian berkerut, siapa yang berani datang sepagi ini untuk bertamu?

Kemudian dia mulai berjalan untuk membuka pintu. Ketika melihat siapa tamu yang datang, amarahnya dengan cepat menjadi tak tertahan. Orang itu nyaris saja menerobos masuk sebelum dengan gesit terdorong kebelakang saat Zilian mendorongnya keluar dan dia menutup pintu dari luar berdiri disana memblokir orang yang ingin menerobos masuk.

"Apa yang kamu lakukan disini?" tanyanya dengan ekspresi marah. Tidak menyangka setelah hampir dua minggu sejak kepergian Zidny, laki-laki ini kembali.

Untuk apa? Apakah untuk meminta maaf? Huh, maaf saja. Dirly akan langsung membunuhnya ditempat jika dia menunjukkan wajahnya pada laki-laki paruh baya itu.

RISE: Terjebak Dalam Ilusi [END]Where stories live. Discover now