1 ; Tujuh tahun berlalu

1.4K 131 64
                                    

Kabut pagi belum sepenuhnya hilang. Namun kini sudah terdengar riuh kaki kuda yang berderap mengelilingi Anjong-gung. Semua orang yang bekerja di istana milik Presdir Park itu sudah bisa menebak, jika saat ini tuan besar mereka pasti tengah berkuda bersama putri sulungnya. Kegiatan olahraga pagi untuk mengawali akhir pekan mereka.

Udara yang masih dingin membuat suasana cukup menyenangkan. Paling tidak sebulan sekali hal ini menjadi kegiatan rutin yang dilakukan oleh pasangan ayah dan anak tersebut.

Kedua kuda yang berlari di jalan utama itu saling mendahului. Dimulai dari taman bunga di ujung selatan, melewati banyak sekali pohon sakura dan pinus. Lalu menuju danau di depan mansion sebelah utara.

Kuda coklat itu memimpin, sesekali penunggangnya menengok ke belakang lalu memacu lagi kecepatan dan mengarahkan kudanya ke pinggir melewati rerumputan.

"Kembali! jangan coba-coba melompat!" Suara memerintah terdengar dari kuda hitam di belakang.

Namun sepertinya penunggang kuda berbulu coklat itu enggan mendengarkan. Ia malah memacu kudanya lebih cepat lagi. Kemudian menarik kuat tali ketika kuda tersebut melompati sebuah pagar lumayan tinggi membuat beberapa pekerja kebun yang sedang membersihkan dedaunan menganga menyaksikan aksi tersebut.

Pekikan kuda melengking dengan nyaring. Kedua kaki depannya mendarat bersamaan.

Kemudian mereka berbelok ketika sampai di depan mansion utama. Itu adalah garis finish mereka.

Kuda coklat yang ditunggangi gadis remaja berambut panjang itu berlari lebih dulu mendekat ke danau kecil dan berhenti di sana, kemudian disusul kuda berbulu hitam milik sang ayah.

"Jangan lakukan itu lagi. Bahaya, Nak!"

Gadis remaja itu melepas topinya, sehingga rambut kecokelatan terurai lalu tersenyum sangat cantik saat menoleh. "Ayah kalah..." ujarnya sambil tertawa jahil. Membuat sang ayah hanya bisa menghela napas. Yang tadi itu sungguh membuatnya khawatir.

Park Juhee telah tumbuh menjadi gadis yang menawan. Ditambah statusnya yang merupakan anak sulung Park Chanyeol, membuatnya hidup bak putri di negeri dongeng saja.

"Baiklah, ayah mengaku kalah," kata Chanyeol.

"Ayah, bagaimana kalau lain kali, kita berkuda di arena sungguhan?"

"Maksudmu, ingin bertanding dengan ayah?"

"Kalau ayah tidak keberatan."

Park Chanyeol tertawa kemudian mengangguk menerima usulan putrinya. "Paman Kim akan mengatur jadwal untuk itu." Sebagai pemimpin perusahaan besar yang sibuk. Tentu ia harus mengatur waktu meski bertujuan untuk anaknya sekalipun.

Juhee tersenyum kecil untuk menanggapi.

Sedetik kemudian, pria yang disebutkan namanya tadi tampak berlari dari mansion utama ke arah mereka. Juhee dan Chanyeol pun segera turun dari kudanya, merasa heran melihat ekspresi asisten Kim yang aneh saat berlarian.

"Presdir!" sapa pria berjas hitam itu. Mencoba mengatur napasnya lebih dulu sebelum membungkuk sopan.

"Ada apa?"

"Saya ingin mengingatkan, jika hari ini anda memiliki agenda ke Jepang untuk bertemu pimpinan KIA dan menghadiri peresmian hotel baru mereka."

Chanyeol menghela pelan, dia pikir karena sesuatu yang penting, ternyata bukan. "Aku ingat. Jam berapa penerbangannya?"

"Jam sepuluh, Presdir."

Chanyeol mengangguk kecil. "Sebelum kau bersiap, beritahu Sunji dan Dahyun kalau aku ingin sarapan bersama keluargaku sebelum berangkat."

Lose Faith ; Chanbaek BLWhere stories live. Discover now