Fourty : Another Truth

248 42 4
                                    

Harry Potter and the Half-Blood Prince : The Other Side

»»————>◐<————««

Tak hanya dunia sihir, tampaknya Voldemort juga ingin menunjukkan eksistensinya di dunia muggle. Ia dan pengikutnya bergerak merusak berbagai fasilitas yang ada di dunia muggle seperti jembatan dan bangunan tinggi, langit yang sebelumnya selalu cerah mendadak gelap seolah menunjukkan kegelisahan dunia sihir akan keberadaan Voldemort yang mulai diakui keberadaannya. Dengan demikian, kegelisahan Dad yang awalnya mulai mereda kembali menjadi-jadi. Ia lagi-lagi melarangku kembali ke Hogwarts di tahun ke-enam nanti.

"Dad--" panggilku lirih ke arah Amos yang tengah sibuk dengan berkas-berkasnya di atas meja.

Tanpa melihat ke arahku, pria tambun itu dengan tegas berkata, "tidak. Mau berkali-kalipun kau memohon pada Dad, Dad tak akan mengizinkanmu kembali kesana."

"Tapi, Dad--"

"Lebih baik kau membantu Mom memasak di dapur, Dad sedang sibuk," potongnya untuk yang kesekian.

Tanganku mengepal hingga buku jari-jarinya memutih. Namun, emosi yang bergejolak itu buru-buru kuhilangkan dengan satu tarikan napas pelan. Kala punggungku berbalik menjauh darinya, bisa kulihat dengan jelas melalui ekor mata akan ekspresinya yang nanar. Alasan bahwa aku ingin membalaskan dendamku atas kematian Cedric tak lagi diterima, Dad lebih menyayangkan nyawaku dan berniat mengurungku di rumah entah sampai kapan.

Oke, aku tahu dia tak ingin kehilangan putri semata wayangnya. Aku tahu ia tak ingin aku dalam bahaya di luar sana sendirian sebab ia tak mampu mengawasiku secara langsung. Tapi, dengan ia mengurungku disini, sama saja aku membiarkan orang-orang yang harusnya kuselamatkan kehilangan nyawa tanpa adanya pencegahan yang berarti. Lalu, apa gunanya diriku hidup kembali jika tak berbuat apapun? Apa gunanya aku hidup jika aku tak mampu merubah masa depan yang suram dan menyakitkan itu?

"Lucy?"

Aku mengerjap beberapa kali, baru menyadari bahwa kakiku menuntun langkahku menuju dapur. Mom mendekatiku, ia menyentuh pundakku dan menatapku lembut. "Are you okay? Did something happen?"

Aku menggeleng pelan, "I have to get back to Hogwarts no matter what, Mom. I have to go back, or--something worse will happen," ucapku lirih di akhir kalimatnya.

Mom terdiam sejenak, berusaha mencerna akan apa yang kukatakan. Sebelum kemudian, ia mengangguk penuh arti dan mengembangkan senyuman. "Mom akan berusaha membujuk Dad. Untuk saat ini, makanlah terlebih dahulu, Mom akan memanggil Dad untuk makan bersama."

Tanpa menunggu jawabanku, Mom berlalu meninggalkanku sendirian. Terkadang, di saat-saat seperti inilah aku membayangkan Cedric berada di sampingku untuk menenangkan kecamuk pikiranku yang enggan berhenti. Namun, khayalan imaji itu hanya bisa bertahan selama beberapa saat saja sebelum Mom datang dengan Dad yang mengekor di belakangnya. Wajahnya tampak masam, seolah baru saja dimarahi. Oh, atau mungkinkah?

Kedua orang yang berstatus sebagai orangtuaku itu duduk di hadapanku, berbeda dengan Dad yang memasang wajah masam, Mom justru tersenyum ceria. Dan benar saja, ia tak lama bersuara menyampaikan kabar gembira. "Poppy memintaku untuk bekerja di Hospital Wings selama satu semester. Dan selama itu, Mom akan tinggal di Hogwarts untuk menjagamu."

Tunggu--Poppy itu maksudnya Madam Poppy Pomfrey 'kan? Sejak kapan Hogwarts membuka lowongan pekerjaan di Hospital Wings? Tapi, alih-alih menanyakan pertanyaan yang ada di kepalaku, aku malah bertanya, "Jadi, aku boleh kembali melanjutkan tahun ke-enamku di Hogwarts?"

Mom mengangguk mantap, "Ya, bukan begitu Amos?"

Dad mengernyit tak suka, ia tampak begitu kesal namun berusaha ia tahan. Detik berikutnya, ia menghela napas kasar sembari meraup wajahnya dengan kedua tangan. "Dengan kesepakatan, kirim surat minimal satu kali sehari."

The Other SideWhere stories live. Discover now