Thirteen : Dementor

819 137 4
                                    

Katanya, rasa cinta atau rasa sayang itu datang karena terbiasa. Dan itulah yang aku rasakan ketika aku mulai terbiasa dengan kehadiran Mom di keluarga Diggory.

Apalagi, ingatan-ingatan Lucy Diggory sewaktu kecil hampir setiap hari mampir ke dalam mimpiku. Hampir setiap hari pula aku menyaksikan sosok malaikat tanpa sayap itu selalu sabar membimbing dan merawat kedua anaknya dengan rasa kasih sayang yang begitu tulus. Ya, wanita yang kini aku anggap sebagai ibuku sendiri itu sudah berhasil membuat sepercik rasa sayang dalam hatiku tumbuh.

Jam sudah menunjukkan pukul delapan pagi, aku pun segera beranjak dari tempat tidurku dan berjalan menuju kamar mandi untuk membersihkan diri. Lima belas menit kemudian, aku sudah rapi dengan hoodie berwarna navy serta celana jeans bahan berwarna putih.

Dari dapur, aku samar-samar mendengar suara Mom dan Dad sedang mengobrol dengan seseorang di halaman depan rumah. Penasaran, aku pun menghampiri sumber suara tersebut dan mendapati Mom dan Dad sedang berbicara dengan Mrs. Weasley. Agaknya, wanita berambut merah itu menyadari keberadaanku yang sedang berdiri di ambang pintu rumah.

"Oh, Lucy, kemarilah." Mrs. Weasley melambaikan tangannya padaku, memintaku untuk ikut bergabung dengan mereka.

Aku lantas menganggukkan kepala, dan berjalan cepat mendekati bangku taman yang menjadi tempat duduk mereka. "Wah, lihatlah gadis manis ini. Pagi-pagi sudah rapi saja, ingin pergi ke suatu tempat, hm?"

Aku mengangguk, lagi. "Hari ini, aku dan Cedric berencana akan pergi ke Diagon Alley untuk membeli buku."

Mrs. Weasley mengangguk paham. Wanita itu kemudian menarik tanganku dan membawaku duduk di sampingnya sembari menyodorkan setumpuk buku padaku. "Ginny bilang kau sangat suka membaca buku, jadi aku membawakan ini untukmu."

Kedua mataku sontak langsung berbinar ketika melihat buku-buku yang dibawakan oleh Mrs. Weasley memuat tentang sejarah, cerita rakyat, certa budaya masyarakat Mesir. Selain itu, ada satu buku yang memiliki sampul berbeda, rupanya itu buku mengenai hewan-hewan magis yang ada di negara padang pasir tersebut. Aku pikir, surat Ginny yang berkata bahwa ia sedang berlibur ke Mesir itu hanya sebuah candaan semata. Siapa tahu, Mr. Weasley akan sama sibuknya seperti Amos dalam menangani kasus Sirius Black yang kabur dari Azkaban. Ternyata, kesibukan itu hanya berlaku bagi Dad saja.

Meski begitu, aku tak merasa kecewa sama sekali. Selama liburan, Mom sama sekali tak mengajariku cara menjadi wanita yang anggun dan feminim seperti yang ia katakan di hari pertama kami bertemu. Nyatanya, Mom justru mengajariku berbagai macam hal tentang sihir padaku termasuk cara membuat ramuan-ramuan yang akan diajarkan di tahun ketiga nanti. Beruntung sekali aku bisa memiliki seorang ibu yang pandai dan mahir dalam hal sihir dan ramuan.

Meski sampul buku yang diberikan Mr. Weasley tidak terlihat baru, aku tak bisa memungkiri bahwa aku tetap menyukai buku-buku ini. Dengan memasang senyum lebar, aku pun berucap, "Terima kasih, Mrs. Weasley. Aku benar-benar menyukainya."

"Syukurlah, aku pikir kau tak akan menyukainya. Meski Ginny bilang jika buku yang kuberikan bukan buku pelajaran, kau pasti akan menyukainya," ucap Mrs. Weasley sembari terkekeh di akhir kalimatnya.

Yeah, kau benar-benar paham dengan seleraku, Ginny.

"Ah, sudah pukul berapa sekarang? Aku harus cepat-cepat pulang untuk membangunkan anak-anak. Anna, Amos, aku pulang dulu." Setelah berpamitan kepada kedua orangtuaku, Mrs. Weasley kemudian beralih menatapku. "sering-seringlah pergilah ke Burrow, Ginny pasti sangat senang jika kau sering datang ke sana."

"Tentu," ucapku sembari tersenyum tulus.

Mrs. Weasley mengucapkan salam perpisahan, lantas dalam sekejap menghilang dalam pandangan kami setelah mengucapkan mantera 'apperate'.

The Other SideWhere stories live. Discover now