23. Hati yang Terluka

Start from the beginning
                                    

Penantian yang terasa seribu abad pun akhirnya menemui ujung. Tampak siluet wanita berlari menuju UGD. Hampir mirip dengan keadaan Windu datang, Tanisha terengah-engah ketika sampai di hadapan mereka.

"Jadi ada apa?" tanyanya masih dengan napas memburu.

Riani kembali menceritakan lagi runtutan kejadian dari ia ditanyai begal sampai Jehian datang. Kali ini Windu tidak menghentikannya bicara dan tak bisa menahan terkejut mendengar aksi Jehian. Begitu juga Tanisha, tetapi perempuan itu segera menyembunyikan ekspresinya dengan baik.

Bertepatan dengan berakhirnya penjelasan Riani, Jehian keluar dari UGD dengan kursi roda. Perawat yang mendorongnya berpesan Jehian harus dipindahkan hati-hati karena keadaan lengan dalam bebatan dan kakinya yang tidak boleh digerakan.

Seusai perawat meninggalkan mereka, Riani segera bertanya, "Tangan sama kaki kamu kenapa? Separah apa sampai harus pakai bebat?"

Jehian langsung menoleh ke arah lain. "Gak separah kelihatannya, kamu lebih baik pulang langsung sama Kak Windu."

"Kamu sama saya, biar Riani sama Tanisha," ujar Windu sebelum Riani sempat protes.

Pemuda dalam kursi roda tidak mengajukan keberatan meski raut wajahnya tampak masam. Jehian mengangguk sedikit kemudian dua perempuan yang ada di sana tiba-tiba menyampaikan permintaan lain. Keduanya meminta untuk mengantar Jehian sampai ke rumah dulu bersama-sama baru pulang dan sejujurnya dua lelaki lainnya pun setuju.

Butuh usaha kuat dan penuh kehati-hatian memindahkan satu laki-laki beranjak dewasa yang kaki dan tangan kanannya sedang sakit untuk duduk di motor. Setelah memastikan Jehian tidak akan kejengkang dari jok belakang, mereka pun pergi dari rumah sakit.

Selama perjalanan menuju rumah Jehian justru Rianilah yang mengarahkan. Jehian sedikit bersyukur tidak harus bicara banyak pada Windu. Dia cukup tersentuh karena Riani masih mengingat ke arah rumahnya meski perasaannya juga diliputi resah.

Riani pernah ke rumah Jehian ketika pemuda itu sakit dan anak kelas lain berinisiatif menjenguknya. Tentunya ajakan pada sang Kekasih untuk menjenguk Jehian takkan terlewatkan, tetapi hal itu menakutkan Riani. Saat datang ke sana dirinya benar-benar kikuk sampai tak tahu bertingkah seperti apa di hadapan ibu Jehian.

Sekarang kedua kali Riani datang dan tempat itu masih sama. Selepas turun dari motor, ia membantu Jehian berjalan, tetapi pemuda tersebut malah menyuruhnya pergi.

"Udah cukup sampai sini, kamu pulang langsung, Kak Windu tolong antar Riani dulu," pintanya tanpa basa-basi.

Permintaan Jehian mendapat tolakan dari semua orang di sana. Mereka bersikeras mengantar Jehian sampai ke tempat tidurnya. Saat mereka sudah di pekarangan, pintu rumah Jehian terbuka. Orang yang membukanya, Ibu Jehian, berseru panik menghampiri anaknya.

Wanita paruh baya itu sempat menanyakan apa yang terjadi pada Jehian, tetapi dia tidak menjawab. Walau begitu, Ibu Jehian langsung mempersilakan mereka membawa Jehian ke ruang tengah lantaran kamar pemuda tersebut berada di lantai dua.

"Kenapa sampai begini?" tanya ibunya, "Tangan kamu dibebat, terus itu luka-luka ada banyak gitu."

"Jatuh dari motor aja, bias--"

"Karena saya sebenarnya, Tante, Jehian jadi gini," potong Riani. Ia meremas tautan tangannya saat mengucapkan itu.

Ibunya Jehian langsung menoleh ke Riani. "Bagaimana bisa?"

Pertanyaan itu terdengar seperti tuntutan, Riani bisa memakluminya apa lagi dengan kondisi Jehian yang jadi seperti itu. Ia melihat Jehian yang menggeleng-geleng dan berusaha menarik perhatian ibunya kembali.

✔ Kepentok Klub Anti CintaWhere stories live. Discover now