23. Hati yang Terluka

En başından başla
                                    

"Tapi pas dia bilang minta datang ke rumah sakit, saya kaget, emangnya kalian habis kenapa?"

Riani bergerak gelisah dibangku tunggu. Ia tengah menimbang-nimbang akan menceritakan semuanya dari awal atau tidak karena kemunculan Jehian yang tiba-tiba menabrakkan diri juga sudah aneh.

"Pas jalan di gang, ada orang nyamperin tanya-tanya jalan, terus gak tau alasan orang itu aja atau apa, dia minta aku buat anterin sekalian tunjukin jalan." Gadis tersebut menautkan jari-jemari, tetapi tampak ia menekan erat jari-jari tersebut. Ketakutan Riani masih terasa, bahkan bulu-bulu halus di kulitnya masih meremang. Meski demikian, Riani tetap melanjutkan penjelasan.

"Aku tentu gak mau, tapi orang itu maksa, dia sempat tarik tanganku," ucap Riani sembari bergidik.

Melihat Riani dalam keadaan seperti itu, Windu tidak tega membiarkannya melanjutkan. "Oke-oke, Riani, teu kudu dilanjutkeun."

Setelah itu mereka sama-sama tidak berbicara, membiarkan heningnya malam yang mengisi. Meski di ruangan dalam kadang terdengar bunyi samar-samar, keduanya sama sekali tidak terusik.

Windu yang pertama mengakhiri kesunyian dan berkata, "Dia cuma minta saya antar kamu, kita bisa pulang kapan aja."

Riani langsung menoleh. "Terus Jehian gimana?" tanyanya sedikit cemas.

"Mungkin saya bisa balik lagi ke sini terus antar anaknya ke rumah," jawab Windu.

"Kalau gitu mending Kakak tunggu Jehian aja, aku bisa pesan ojol sendiri!"

"Kamu habis kena musibah, emangnya gak takut?"

Seketika gadis tersebut menunduk. Riani juga tidak yakin apa ia akan tenang pulang sendiri saat kejadian tadi masih menghantuinya.

Tiba-tiba saja Windu menceletuk, "Motor Jehian masih baik-baik aja?"

"Hah?" Riani menyahut tidak mengerti. Matanya memandang lekat ekspresi Windu yang biasa-biasa saja untuk mencari keanehan, barang kali pemuda itu salah bicara atau hendak bergurau. Akan tetapi, Windu tetap bergeming dan menunggu jawaban Riani. Ia sedikit mengernyit skeptis saat menatapnya. Yang jatuh Jehian, yang ditanyain motornya, ni kating gelo segitu gak sukanya sama Jehian?

Akhirnya Riani membalas meski penuh keraguan. "Baik-baik aja kayaknya, sempat lihat ada yang bawa ke sini."

Windu lekas menaikkan gawai dan mengetik sesuatu di sana sedangkan Riani masih saja belum paham maksudnya. Ia terus melihat Windu sampai terpaksa mundur tiba-tiba kala Kakak tingkat itu menoleh tanpa peringatan.

"Aku suruh Tanisha ke sini, dia bisa bawa motor biar nanti dia yang bawa motorku buat antar kamu."

Begitu mendengar nama Tanisha, Riani justru makin menatap Windu tak percaya. "Kak, yakin?"

"Enggak sih, tapi Jehian kondisinya gak baik, kalau dia harus dibonceng pake gaya yang aneh, takutnya Tanisha gak bisa bawa."

Benar juga, batin Riani merasa ada yang janggal, tetapi tidak menemukan hal tersebut.

Riani menjatuhkan punggungnya ke sandaran bangku besi. Rasa sakit yang muncul diabaikannya, ia diam seperti itu cukup lama sampai ada yang menoel sikut. Riani bergumam rendah setengah malas, "Ngapain, Kak?"

"Jangan kena air nanti," ucap Windu menjauhkan jarinya.

Sementara itu, Perempuan yang berambut panjang berdeham singkat membalas ucapan Windu. "Udah dibilangin sama perawat tadi."

Waktu mereka berlalu terasa lama lantaran menunggu tanpa membicarakan apa-apa. Baik menunggu Jehian selesai ataupun Tanisha yang segera datang. Walau bagi Windu, ada banyak pertanyaan yang muncul perihal kejadian ini, seperti mengapa Jehian bisa muncul ketika Riani sedang tertimpa musibah?

✔ Kepentok Klub Anti CintaHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin