"Mungkin... saingan bisnis?"
"Aku gak tau, aku gak mau asal menuduh orang."
"Kakak akan laporkan ke polisi, biar mereka cari tahu siapa pelakunya."
"Jangan!"
Minho mengernyitkan dahi. Heran, kenapa Jisung malah melarang.
"Bukan apa-apa, aku cuma gak mau merepotkan orang lain."
"Tapi ini sudah membahayakan kamu. Dan apa maksud kamu orang lain? Kakak bukan orang lain, kakak itu suamiㅡ"
Minho menggantung ucapannya. Dia sedikit tersulut emosi. Ditambah Jisung menyebutnya orang lain, jadi selama ini Minho di mata Jisung bukan lah siapa-siapa.
Berbeda dengan Jisung, dia tersenyum getir mendengar Minho menghentikan ucapannya. Dia berpikir, bahkan Minho ragu mengakui dirinya sebagai suami Jisung.
Keduanya berpikiran hal yang berbeda, yang sama-sama akan membuat kesalahpahaman diantara mereka.
.
.
.
Pagi hari ini, Jisung lagi-lagi terbangun tanpa Minho disampingnya. Dia berjalan ke dapur, dan lagi-lagi menemukan Minho disana tengah menyiapkan sarapan. Ini seperti de javu, atau justru Jisung harus terbiasa dengan hal ini ke depannya.
Jisung duduk di kursi, menunggu Minho selesai dan ikut duduk di hadapannya untuk menyantap sarapan bersama.
"Hari ini kamu istirahat di rumah, kan?"
"Aku mau beres-beres toko, kak."
Minho menggeleng tidak setuju.
"Kakak udah suruh orang untuk beresin semuanya."
Jisung seketika berhenti menyantap makanannya, menaruh sumpit yang dipakainya dengan sedikit kasar.
"Kenapa? Kakak gak perlu melakukan itu, aku gak mau merepotkan."
"Kakak gak merasa direpotkan."
"Tapi aku yang gak enak. Aku bisa sendiri, kak."
"Kenapa sih kamu gak bisa tinggal terima aja?"
"Berhenti bersikap sok peduli sama aku."
Jisung berdiri dan pergi darisana. Meninggalkan Minho yang masih belum mengerti kemana arah pikiran Jisung. Minho hanya ingin membantunya, apa itu salah?
Jisung sebenarnya hanya tidak ingin merepotkan, itu saja. Dia seringkali disebut tidak berguna, menyusahkan orang lain, dan dia ingin menunjukkan kalau dia bisa sendiri. Jisung tidak mau Minho jenuh dan lama kelamaan Minho juga berpikir kalau Jisung hanya menyusahkannya. Ditambah pemikiran Jisung tentang Minho yang tidak sudi menjadi suaminya.
Entah kenapa, tapi Jisung berpikir semua percuma jika Minho belum juga bisa membuka hati untuknya. Hati Minho masih untuk Felix, kepedulian Minho hanya wujud dari rasa kasihan, bukan rasa cinta.
Jisung pergi ke tokonya sendiri. Minho sudah pergi ke kantornya, saat Jisung keluar kamar, Minho sudah tidak ada di rumah.
Benar kata Minho, orang suruhannya sudah membereskan tokonya. Tidak ada lagi serpihan kaca yang berserakan di lantai, bunga-bunga yang sudah tak berbentuk pun sudah tidak ada lagi, toko nya kosong. Bahkan Minho dengan tanpa persetujuan Jisung mengganti beberapa furniture yang rusak.
Jisung tidak meminta semua hal ini, hanya satu yang Jisung minta dari Minho, hatinya. Tapi sepertinya itu hal yang paling sulit didapatkan.
Tak lama terdengar sebuah mobil datang, mobil truk yang membawa beberapa jenis bunga dengan jumlah yang tidak sedikit.
Jisung kebingungan. Apa lagi ini? Apa ini semua masih bagian dari bantuan yang Minho berikan?
"Tuan, saya datang mengantar bunga-bunga ini atas perintah tuan Minho."
Benar dugaan Jisung.
"Ah, iya. Kalau begitu, turunkan saja dan taruh diluar, nanti biar saya yang rapikan ke dalam."
"Baik."
Jisung menghela nafasnya. Apa benar Jisung harus menerima semua ini? Kalaupun ini benar, Jisung tidak terbiasa. Jisung tidak terbiasa mendapatkan kepedulian dari orang lain selain Felix.
"Jisung?"
Menoleh ke belakang, dan Jisung menemukan Minho berdiri disana, di ambang pintu.
Kemudian Minho berjalan mendekat padanya, Jisung hanya diam dan jantungnya berdegup tak karuan.
"Kakak tahu kamu mungkin akan menolak semua ini, tapi ini kakak lakukan tanpa rasa keberatan. Kakak tulus melakukannya untuk kamu. Maaf kalau kakak terkesan sok peduli, tapi kakak benar-benar ingin membantu."
Jisung menundukkan kepalanya. Diam-diam dia menyesali ucapannya di rumah tadi pagi.
"Maaf kak, aku cuma... aku gak mau merepotkan kakak. Aku takut, suatu saat nanti kakak menilai aku sebagai beban, dan aku lagi-lagi disebut tidak berguna dan menyusahkan."
Minho tahu kalau Jisung hanya sosok rapuh dengan banyak rasa sakit yang dia terima di masa lalu, hingga saat dia mendapatkan banyak hal baik dalam hidupnya, Jisung merasa dia tidak pantas mendapatkannya. Dia menolak hal-hal baik itu dengan alasan takut, takut kembali dikecewakan dengan pandangan orang lain terhadapnya.
"Kakak ngerti, sekarang kamu hanya harus mencoba membiasakan diri dengan hidup kamu yang baru. Maaf kalau kakak baru menyadari dan baru berubah sekarang. Kakak hanya berusaha membuat kamu bahagia."
"Aku... atau Felix?"
DEG
Jantung Minho seakan berhenti berdetak.
"Maksud kamu?"
"Kakak berusaha membuat aku bahagia, atau Felix yang bahagia?"
"Jisungㅡ"
"Aku tahu hati kakak masih untuk Felix. Aku... aku bukan Felix. Tolong jangan anggap aku Felix, aku dan Felix berbeda. Aku tidak bisa menjadi Felix."
"Gak, kakak gak pernah minta kamu menjadi Felix. Kamu adalah kamu, kamu bukan pengganti Felix. Kamu dan Felix tidak sama. Hati kakak memang untuk Felix, itu awalnya, sekarang kakak sedang mencoba membuka hati kakak untuk seseorang yang menjadi sosok penting dalam hidup kakak, yaitu kamu."
Jisung tidak bisa menahan tangisnya. Itu kalimat yang membuat hatinya menghangat. Rasanya senang, perasaannya membuncah ketika ada seseorang yang bersedia dan berusaha untuk mencintainya.
"Jangan nangis."
Minho tidak sanggup melihat Jisung menangis lagi dan lagi karena dirinya. Dia menarik tubuh Jisung ke dalam pelukannya. Jisung menangis disana seraya mengucapkan kata 'terima kasih' berulang kali pada Minho.
.
.
.
To Be Continued
YOU ARE READING
Replace
FanfictionIni tentang Jisung, sosok yang dijadikan sebagai pengganti si sempurna Felix. Stray Kids. Lee Minho. Han Jisung. MinSung. BxB Warning ⚠️ DRAMA. ANGST. Highest rank 1 #Minsung (16/01/2023) 1 #Hanjisung (20/07/2023)
Chapter 4 - Attack
Start from the beginning
